Tanpa bermaksud merendahkan, kenyataannya masyarakat muslim Indonesia, umumnya banyak yang masuk kategori awam. Ya, termasuk mungkin yang dianggap sebagai ustadznya. Apalagi saya tentunya yang bukan siapa-siapa ini. Pasalnya, sering kita dapati sekelas para da'i yang jadi rujukan sebagian umat Islam, tidak mengerti hal-hal dasar seperti Nahwu Sharaf. Ini ibarat suka naik kapal ke mana-mana tapi tak bawa pelampung. Ketika diterjang ombak, berenang tak bisa, pelampung pun tak ada. Akhirnya tenggelam. Bisa tenggelam karena ketenaran atau tipu daya setan lainnya. Apalagi jika mau terus ditelusuri bagaimana pengetahuannya soal Al-Qur'an dan Hadits, bagaimana memahami keduanya, juga pengetahuan akan khilafiyah para ulama dan seterusnya. Itu yang dijadikan ustadznya, bagaimana lagi yang dibawahnya?
Dengan tingkat kelas yang masih awam demikian, kadang sering salah paham alias gagal paham dalam memahami sesuatu. Baik sesuatu itu berupa ucapan orang lain maupun tindakan orang lain. Kadang juga terburu-buru menyalahkan. Akhirnya yang ada bukan berpikir matang yang didahulukan, tetapi berucap. Mikir tak mau, tapi berucap paling vokal. Sementara ilmu dan pemahaman belum seutuhnya berada di benak. Akhirnya yang terjadi, mudah mencela dan merendahkan orang lain yang dianggap tak sepandangan dengannya.
Tiap-tiap orang bertingkat-tingkat level keawamannya. Mari kita terus tingkatkan level kita. Agar makin baik pola pikir dan ilmu kita ke depannya. Lebih banyak berpikir sebelum berucap. Berilmu sebelum berucap atau mengomentari sesuatu. Kadang, bisa jadi pada suatu waktu bukan ucapan orang lain yang salah, tetapi kita yang belum sampai pemahamannya. Semoga Allah selalu mencurahkan Taufik-Nya kepada kita semua. Allahu a'lam.
Robi Maulana Saifullah
6 Maret pukul 20.47 ·
#Robi Maulana Saifullah