Berfatwa atau menghukumi suatu masalah bukanlah tugas sembarangan,ia tugas berat yang tidak semua orang mampu/diberi izin untuk melakukannya,seseorang yang ingin mencapai derajat itu mesti memiliki syarat-syarat seorang mufti,kalau mw diringkas syaratnya adalah :
1. Beragama Islam (Tidak mungkin seorang mufti itu NON MUSLIM)
2. BALIGH DAN BERAKAL (Karena baligh tanda matangnya akal seseorang serta berakal alias tidak gila)
3. Al-'Adaalah (Bukan Fasiq)
4. Faqiih dan punya alat berijtihad (Berilmu yang dengan ilmunya mampu menyimpulkan suatu hukum)
ARTINYA : Dalam konteks ini orang awam yang tidak memenuhi syarat seorang mufti tidak dibenarkan untuk berfatwa apalagi menghukumi agama orang lain,yang membuat rusaknya dunia perfiqihan pada hari ini adalah banyaknya orang bodoh berfatwa dan menghukumi agama orang tanpa didasari ilmu yang benar.
Antara ulama dan orang bodoh ada perbedaan ketika berfatwa :
Ulama berfatwa berdasarkan ilmu dan ketaqwaan,tidak hanya melihat dari sisi hukum tapi juga melihat dari sisi yang lain (tentunya sisi maslahat)
Sedangkan orang bodoh berfatwa hanya berdasarkan hawa nafsu dan perasaan,walhasil jika ada masalah yang tidak sesuai nafsu dan perasaannya maka itu salah,pelakunya dianggap ahlul bid'ah,fasiq atau "NON MUSLIM" (Alias Kaf*ir)
Catatan : Penggunaan kata "NON MUSLIM" hanya supaya TIDAK DITEMPELENG AMA PAK MENHAN
Singkat kata,apakah untuk berfatwa dalam suatu masalah itu harus memiliki syarat seorang MUJTAHID ?
Kalau kita katakan "iya" maka hari ini begitu banyak fatwa yang bermunculan justru dari ulama yg belum sampai derajat sebagai seorang mujtahid (Alias mufti dhoruroh ),atau malah boleh dari seorang muqollid ?
Syaikh Dr. Abdul Kariim Zaidaan mengomentari tentang masalah ini beliau berkata bahwa yang berhak berfatwa diantaranya :
1. Siapa saja yang punya kemampuan untuk berfatwa maka dia boleh berfatwa baik dia mufti yang sudah ditunjuk imam atau mufti yang tidak ditunjuk imam.
2. Siapa saja yang sudah sampai derajat mujtahid dalam satu bidang tertentu maka dia boleh berfatwa dalam bidang yang dia kuasai,contohnya : Dia betul-betul menguasai bidang hadits maka dia boleh berfatwa dalam hal yg berkaitan dengan hadits,jika dia menguasai bidang aqidah,Fiqh atau bahasa maka dia boleh berfatwa dalam bidang yang ia kuasai.
3. Muqollid Madzhab : Siapa yang taqlid kepada suatu madzhab tertentu,menghafal semua taqriirot madzhab yg dia pegang dan memahami apa saja yang dikatakan oleh ulama-ulama madzhab tersebut maka dia boleh berfatwa sesuai dengan ucapan, asas serta kaedah ulama madzhab tersebut.(Lihat kitab Ushuulud Da'wah,Hal : 158,Cet,Muassasah Arrisalah Naasyiruun)
Ini seperti yang dilakukan oleh ulama-ulama syafiiyyah zaman ini seperti Syaikh Mufti Saalim bin Saiid bukair,Syaikh mufti Abdullah bin Mahfudz Al-Haddad dll berfatwa atas dasar madzhab syafiiy.
KESIMPULANNYA : Zaman ini memang sangat susah mendapatkan ulama yg sampai derajat mujtahid,bahkan sebahagian masyayikh kita berkata bahwa dizaman ini mereka belum mengetahui ada ulama yg sampai derajat mujtahid tarjih sebagai tingkatan mujtahid paling terendah,berikut syaikhuna Dr. Amiin berkata adapun para ulama yang menduduki posisi majlis fatwa hari ini hanya sebagai mufti darurat,ketika ulama mujtahid tidak ada maka para ulama al-Fudhola' tersebut menduduki posisi itu,hal itu jauh lebih baik ketimbang kita hidup tanpa ada arahan dari ulama,karena ummat yang hidup tanpa ada penengah masalah atau tanpa ada arahan/bimbingan ulamanya maka mereka akan hancur dan hidup dalam kebodohan dan permusuhan.
SEMOGA BERMANFAAT,BAROKALLAHU FIIKUM
Oleh : Faruq Sinambela (Di Tareem,Bumi Yaman)
Faruq Sinambela
8 Maret pukul 14.06 ·
#Faruq Sinambela