Bahwa riba itu haram dan dosa besar, semua orang sepakat.
Tapi bagaimana batasan riba, mana yang termasuk riba dan mana yang tidak, nampaknya mulai agak sedikit berbeda pandangan para ulama.
Biasanya riba di masa kini terkait dengsn hutang pinjaman uang, dimana saat dikembalikan, ada syarat haris dilebihkan, dengan istilah manfaat. Keharamannya berdasarkan sabda Nabi SAW :
كل قرض جر منفعة فهو ربا
Semua pinjaman uang yang mengharuskan manfaat bagi pemberi pinjaman, maka termasuk riba.
Dalam hal ini 'manfaat' disepakati menjadi 'illat haramnya riba qardh. Namun dalam aplikasinya ada ketentuannya. Dan ternyata tidak sepenuhnya haram. Sebab kalau manfaat ini tidak dijadikan syarat dan juga tidak menjadi kebiasaan ('urf/adat), umumnya para ulama sepakat membolehkan.
Atau misalnya bila terjadi inflasi ekstrem atas tanggungan hutang dalam nilai mata uang tertentu, maka sebagian ulama memberi keluasan. Hutang uang 10 juta di tahun 1970 apakah hanya boleh dibayarkan10 juta juga di tahun 2019 ini?
Di tahun 1980 uang 10 juta bisa beli rumah lumayan besar. Tapi uang segitu di 2019 cuma cukup buat beli pintu gerbangnya doang. Maka sebagian ulama membolehkan pengembaliannya disesuaikan dengan nilai yang layak.
Jadi mengharamkan sesuatu dengan alasan riba tidak semudah membalikkan telapan tangan. Ada banyak unsur dan faktor yang perlu dijadikan pertimbangan.
Ahmad Sarwat, Lc.MA
Ahmad Sarwat
22 Januari pukul 12.30 ·
#Ahmad Sarwat