Dalam format hukum syariah, Al-Quran dan As-Sunnah kita ibaratkan potensi kandungan minyak bumi. Cadangan minyak bumi ini memang anugerah Allah. Tapi asal tahu saja, minyak itu mesti harus dicari, dieksplorasi, diproses lewat industri sampai bisa diminum oleh mobil kita.
Fiqih itu kita ibaratkan proses panjang sampai menjadi bensin. Prosesnya tentu saja tidak sederhana. Mulai dari eksplorasi pencarian lokasi pengeboran, hingga membangun kilang minyak dan industri pengolahannya. Lalu mengirimkannya baik lewat pipa atau tanker.
Cadangan minyak mentah sudah tersedia sejak jutaan tahun yang lalu, tapi baru di abad ini bisa diprodukai masal (industri) untuk bahan bakar mobil dan pesawat. Umat manusia harus menunggu dalam rentang sejarah sampai memasuki abad 19 ke 20, baru bisa menikmati olahan minyak bumi.
Jadi kembali ke Quran Sunnah itu semestinya dipahami secara benar, yaitu tetap lewat istimbat para mujtahid. Jangan dikira tanah becek-becek itu bisa dimasukkan ke dalam tanki bensin mobil kita begitu saja. Mentang-mentang dibilang bahwa tanah kita kaya minyak bumi. Mobilnya pasti rusak mogok gak bisa jalan.
Tidak se-TK itu lah cara berpikir kita.
Ahmad Sarwat,Lc.MA
Ahmad Sarwat
7 jam ·
#Ahmad Sarwat