Kitab Fiqih Klasik

Kitab Fiqih Klasik - Kajian Medina
Kitab Fiqih Klasik

Di tengah ajakan untuk belajar agama harus pakai kitab, muncul masalah terkait dengan kitab apa yang direkomendasikan untuk digunakan.

Kebanyakan merekomendasikan kitab kuning, maksudnya kitab fiqih klasik karya ulama fiqih yang muktamad. Alasannya, selain demi menjaga asholah (originalitas), juga terkait dengan keistimewaan kitab-kitab fiqih legendaris yang tidak lekang oleh waktu.

Saya secara pribadi setuju 100% penggunaan kitab fiqih klasik untuk dijadikan dasar rujukan dalam belajar ilmu agama, khususnya ilmu fiqih.

Namun tetap saja kitab fiqih klasik itu juga punya beberapa tantangan. 

Salah satu tantangan dalam belajar kitab fiqih klasik adalah tidak adanya contoh kasus yang bersifat kekinian.

Namanya juga kitab klasik, bisa saja ditulis pada sepuluh abad yang lalu. Meski inti ajaran Islam itu relatif sama, tapi kita butuh contoh aplikatif dan sejalan dengan kehidupan nyata.

Dua tantangannya langsung terbaca dengan jelas :

Pertama, contoh kasus yang diceritakan di kitab fiqih klasik tentu mengacu pada masa dimana kitab itu dituliskan oleh muallifnya. 

Padahal boleh jadi contoh kasus semacam itu tidak ada lagi di masa kita. Sehingga sulit untuk bisa dijelaskan oleh orang di masa kini. 

Kalau pun dijelaskan dengan cara agak memaksakan diri, belum tentu akurat juga. Bahkan kalau pun akurat, karena kasusnya juga sudah tidak ada lagi di masa sekarang, terus buat apa dibahas?

Kedua, justru di masa sekarang ini bermunculan banyak kasus baru, yang sama sekali tidak ada disebutkan di kitab fiqih klasik. 

Ada sebagian yang mencoba menghubung-hubungkan kasus di masa sekarang dengan kasus di masa lalu sesuai yang tercantum secara harfiah di kitab klasik itu.

Tapi . . .

Jadinya kan malah terlalu subjektif dan melahirkan ijtihad baru. Penisbatan fatwa dan  pendapat itu kepada muallif kitab jadi tidak pas. Sebab boleh jadi yang dibicarakan di kitab klasik itu sangat jauh berbeda dengan kasus di masa sekarang. 

Maka kajian kitab fiqih klasik itu punya dua tantangan sekaligus. Tantanga bagaimana memahami situasi di zaman itu, ditambah tantangan dalam hal mengaitkannya dengan zaman sekarang.

°°°

Masuk ke contoh nyata misalnya ketika beberapa masjid menyelenggarakan shalat zhuhur berjamaah sesuai pelaksanaan shalat Jumat. 

Ini aneh dan unik, namun kalau ditelusuri sumber pemikirannya bisa macam-macam. Tapi yang paling sering saya temukan kasusnya adalah bahwa Jumatan dikhawatirkan tidak sah. 

Salah satu alasannya karena masjid-masjid yang menyelenggarakan shalat Jumat dianggap terlalu berdekatan. Sehingga beresiko tidak sahnya shalat Jumat. 

Soalnya dalam kitab fiqih klasik disebutkan bahwa batas beda wilayah itu harus dipisahkan oleh padang pasir yang luas, hutan, sawah dan lainnya. 

Padahal kita sekarang ini sudah tidak lagi menemukan apa yang disebutkan di kitab kuning klasik. Jakarta Bekasi dulu dua kota terpisah dengan wilayah tak berpenghuni, sawah, empang, tanah kosong, rawa, kali, danau dan lainnya.

Tapi hari ini, Jakarta dan Bekasi itu tidak terputus, malah nyambung jadi satu kota. Bahkan nyambung juga dengan Depok, Bogor dan Tangerang. Tidak terpisah sawah atau lahan kosong. Semua sudah jadi perumahan dihuni manusia. 

Kalau baca kitab fiqih klasik secara zhahiri atau secara harfiah, memang terkesan kita menyelenggarakan beberapa shalat Jumat dalam satu wilayah. Dan resikonya jadi tidak sah, meski sifatnya ragu-ragu. 

Karena itu untuk menghilangkan keraguan, habis jumatan langsung shalat zhuhur berjamaah. Seandainya shalat Jumatnya dianggap tidak sah, maka sudah diback-up dengan shalat zhuhur. 

Tentu ini perlu ditengahi lewat diskusi para fuqaha di masa kini. Jadi pe-er tersendiri para ahli fiqih zaman now. 

Ini baru satu contoh kecil, nanti kita akan temukan banyak contoh lainnnya.

Ahmad Sarwat

6 Desember 2020· 

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.