Haruskah Pindah Ke "Perumahan Sunnah"?

Haruskah Pindah Ke "Perumahan Sunnah"? - Kajian Medina
HARUSKAH PINDAH KE “PERUMAHAN SUNNAH” ??

Oleh : Abdullah Al Jirani

Jika kita saat ini tinggal di suatu tempat yang semua masyarakatnya muslim, atau paling tidak mayoritas muslim, itu merupakan nikmat yang sangat besar yang wajib kita syukuri. Syi’ar-syi’ar Islam tampak begitu nyata, persaudaraan karena Allah, bertetangga dengan saudara-saudara seiman serta hal-hal positif lainya.

Oleh karena itu, menurut hemat saya, kita tidak harus pindah dari tempat tinggal kita yang sekarang ini menuju ke “perumahan sunnah” atau “perumahan Islami” untuk bergabung dengan komunitas pengajian kita . Saya tidak mengharamkan seorang untuk tinggal di komunitas pengajiannya, namun perlulah kiranya untuk menimbang jauh sebelum memutuskan hal tersebut.

Kalau setiap kita pindah meninggalkan masyarakat muslim di mana kita tinggal, lantas siapakah yang akan mewarnai daerah tersebut dengan kebaikan ? Bukankah hal ini justru menjadi ladang dakwah bagi kita ? Memang benar, kita masih bisa berdakwah kepada mereka walaupun kita sudah bergabung dengan komunitas kita, akan tetapi ‘rasa’ dan respon masyarakat akan berbeda saat kita membersamai mereka.

Di samping itu, ada kekhawatiran muncul kesan eksklusif dari masyarakat kepada kita. seolah kita berusaha untuk membentuk sebuah koloni penduduk sendiri yang berbeda dengan mereka. Dikhawatirkan pula adanya kesan bahwa masyarakat di tempat kita tinggal saat ini “tidak Islami”, atau “tidak di atas sunnah” ( atau jangan-jangan diantara kita menyakini seperti ini ??).

Jika kesan ini benar-benar ada, maka menurut hemat saya hal ini tidak tepat. Karena masyarakat muslimin di tempat kita berdomisili sudah “Islami”. Karena masyarakat yang beragama Islam, otomatis “islami”. Kalau tidak islami, kenapa di sebut masyarakat muslimin ?. Yang tidak islami itu masyarakat kafir. Kalaupun masih ada kekurangan di sana-sini, maka itu wajar. Kekurangan itu tidaklah mengeluarkan mereka dari lingkup “Islam” kepada “Jahiliyyah”. Itupun mungkin dilakukan oleh “sebagian” (oknum) saja, tidak semuanya. Kasus personal tidak bisa menjadi hukum universal. Tugas kita untuk membenahi berbagai kekurangan tersebut ke arah yang lebih baik.

Seorang yang tinggal di negera kafir, lebih utama untuk tetap tinggal di negaranya dan tidak pindah (hijrah) ke negara Islam, selama masih bisa untuk mejalankan syari’at Islam dan menampakkannya. Hal ini berguna agar dia bisa ikut mewarnai masyarakatnya yang kafir dengan harapan mereka tergerak untuk masuk Islam. Imam Al-Mawardi –rahimahullah- berkata :

إذا قدر على إظهار الدين في بلد من بلاد الكفر، فالإقامة فيها أفضل من الرحلة منها؛ لما يترجى من دخول غيره في الإسلام

“Apabila seorang mampu untuk menampakkan agamanya di negara kafir, maka tetap tinggal di negara tersebut lebih utama dari berpindah, karena adanya harapan selainnya untuk masuk ke dalam Islam.”

Jika ini saja di negara kafir, bagaimana jika di daerah yang semua atau mayoritas penduduknya muslim ? Tentu lebih ditekankan lagi. Oleh karena itu, saya pribadi lebih memilih untuk tinggal bersama masyarakat muslimin dengan berbagai kemajemukkan mereka dari pada di perumahan “sunnah” . Walhamdulillah awalan wa akhiran.

Solo, 11 Jumadil Akhir 1440 H/16 Februari 2019


Abdullah Al Jirani
16 Februari pukul 07.01 ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.