Di negeri Hadramaut Yaman, ketika nelayan merasa kesulitan mendapatkan ikan, maka mereka menyembelih kambing dengan meletakkan kepala kambing di atas kayu gagang jaring atau jala ikan tersebut. Bagaimana hukum sembelihan kambing tersebut?
Pertama, apabila ia menyembelih kambing itu bertujuan mendekatkan diri kepada Allah, tidak mempersekutukan apapun dengan Allah, dan hanya berharap ridha dan dekat kepada Allah, maka hal itu bagus dan tidak apa-apa.
Kedua, apabila ia menyembelih hewan itu bertujuan mendekatkan diri kepada selain Allah, seperti halnya mendekatkan diri kepada-Nya, dan bertujuan mengagungkan perkara itu seperti halnya mengagungkan Allah, seperti sembelihan dengan cara yang telah berlaku di atas dan ia beranggapan bahwa hilangnya kesusahan tergantung pada cara penyembelihan tersebut, maka ini adalah kekufuran, sedangkan hewan yang disembelih menjadi bangkai (haram dimakan).
Ketiga, apabila ia menyembelih hewan tersebut tidak bermaksud mendekatkan diri kepada Allah, dan tidak pula mendekatkan diri kepada selain Allah. Akan tetapi ia menyembelihnya dengan sukarela , hanya saja penyembelihan dengan cara seperti itu dapat menghilangkan sial (sulitnya mendapat ikan) tanpa meyakini hal yang lain, maka penyembelihan seperti ini tidak kafir, tetapi hukumnya haram dan hewan yang disembelih menjadi bangkai (haram dimakan). Hal semacam ini yang terjadi pada kebanyakan orang awam. Demikian pula sesajen yang dibuat ketika ada keluarga sakit atau melahirkan. (Al-Habib Abdurrahman al-Masyhur al-Syafi’i, Bughyah al-Mustarsyidin juz 2 hlm 652-653, cet Dar al-Minhaj).
Tradisi sedekah bumi dan petik laut, kalau ada persembahan kepada ratu laut atau jin, berarti masuk pada hukum yang kedua. Kalau tidak ada persembahan, tetapi beranggapan bahwa upacara tersebut dapat menolak kesulitan, berarti masuk pada hukum yang ketiga. Wallaahu a’lam.
Muhammad Idrus Ramli
19 Oktober pukul 11.11 ·
#Ustadz Muhammad Idrus Ramli