Bendera dibeli dari iuran para santri sebagai bentuk kecintaan, pengagungan serta upaya untuk menunjukkan identitas diri sebagai seorang muslim dengan kalimat yang tertulis di dalamnya. Tapi kemudian dirampas dan dibakar oleh oknum tertentu. Ini tidak bisa dibenarkan dari beberapa sisi :
1). Bendera itu sah secara syar’i sebagai harta milik mereka (para santri). Haram bagi siapapun untuk mengambil paksa (merampas)nya. Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ، وَأَمْوَالَكُمْ، وَأَعْرَاضَكُمْ، بَيْنَكُمْ حَرَامٌ
“Maka sesungguhnya darah, HARTA, dan kehormatan kalian, haram diantara kalian (maksudnya : dilarang untuk ditumpahkan, dirampas, dan dilecehkan).”[H.R. Al-Bukhari : 67].
2). Membakar bendera milik orang lain, termasuk perbuatan menyia-nyiakan harta tanpa kebenaran. Karena bendera tersebut bukan sesuatu harta yang pantas untuk dilenyapkan. Dalam sebuah hadits disebutkan :
إِنَّ اللَّهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلاَثًا: قِيلَ وَقَالَ، وَإِضَاعَةَ المَالِ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ
“Sesungguhnya Allah membenci tiga perkara : 1). Menyebarkan berita tanpa crosschek, 2). MENYIA-NYIAKAN HARTA, 3). Dan banyak bertanya.”[ HR. Al-Bukhari : 1477].
3).Tidak crosschek (tabayun dan tatsabut) terlebih dahulu apakah bendera tersebut memang benar-benar bendera salah satu ormas yang dimaksud. Bahkan faktanya, tidak sebagaimana yang dituduhkan. Ini murni sebuah fitnah terhadap umat Islam.
Membakar bendera atau kain yang bertuliskan kalimat “tauhid”, termasuk kerusakan. Dan Allah berfirman : “DAN ALLAH TIDAK MENCINTAI KERUSAKAN”(QS. Al-Baqarah : 205).Yang salah harus disalahkan, tidak boleh untuk dibela dan dibenarkan. Yang salah juga harus menerima koreksi dengan legowo dan segera membenahi diri. Singkirkan sikap ashobiyyah (fanatisme buta). Karena hal ini hanya akan menjadi “kendaraan” yang dipakai untuk menolak sebuah kebenaran. Disamping itu, proses hukum bagi pelaku pembakaran yang berlaku di Indonesia harus ditegakkan. Karena hal semacam ini jika tidak ditindak tegas, akan menjadi perkara yang dianggap remah, dan sangat mungkin akan menjadi kebiasaan anak bangsa ini.
Pelajaran dari kasus ini, hendaknya lebih bersikap hati-hati, tidak tergesa-gesa, semua ditimbang dengan jernih akibat apa yang akan muncul sebelum berucap dan melakukan tindakan. Jangan sampai hanya mengikuti semangat yang meluap-luap tanpa difilter dengan ilmu. Apalagi ucapan dan perbuatan yang mengarah kepada simbol-simbol agama Islam, seperti Al-Qur’an, kalimat tauhid, Ka’bah, Jilbab dan yang lainnya. Jika nekat, jangan salahkan umat Islam jika bereaksi keras. Benar sekali kata-kata ahli hikmah : “KETERGESAAN ITU SAUDARA KEMBARNYA KESALAHAN DAN PENYESALAN.”
Solo, 15 Safar 1440 H
Abdullah Al-Jirani
Abdullah Al Jirani
1 jam ·
#Abdullah Al Jirani