Sahkah Mengusap Sebagian Kepala Ketika Berwudhu?

Sahkah Mengusap Sebagian Kepala Ketika Berwudhu?
SAHKAH MENGUSAP SEBAGIAN KEPALA KETIKA BERWUDHU ?

Oleh : Abdullah Al Jirani

Para ulama’ sepakat, bahwa mengusap kepala hukumnya rukun dalam wudhu’. Barang siapa yang berwudhu’ tanpa mengusap kepala, maka wudhu’nya tidak sah. Namun, setelah itu mereka berselisih pendapat seberapa kadar “mengusap” yang menjadi rukun dalam masalah ini. Menurut madzhab Asy-Syafi’iyyah, mengusap kepada dalam wudhu’ tidak harus seluruhnya, tapi dibolehkan untuk mengusap sebagian kepala. Dan ini telah dianggap sah.

Imam An-Nawawi –rahimahullah- berkata :

المجموع شرح المهذب (1/ 398)
الْمَشْهُورُ فِي مَذْهَبِنَا الَّذِي تَظَاهَرَتْ عَلَيْهِ نُصُوصُ الشَّافِعِيِّ وَقَطَعَ بِهِ جُمْهُورُ الْأَصْحَابِ فِي الطُّرُقِ أَنَّ مَسْحَ الرَّأْسِ لَا يَتَقَدَّرُ وُجُوبُهُ بشئ بَلْ يَكْفِي فِيهِ مَا يُمْكِنُ

“Yang masyhur dalam madzhab kami (Syafi’iyyah),yang tampak dari penyataan-pernyataan imam Asy-SyafiiI, serta telah dipastikan oleh mayoritas ashab (para fuqaha’ Syafi’iyyah) dalam berbagai jalan (periwayatan), sesungguhnya mengusap kepala (dalam wudhu) tidak ditentukan kadar wajibnya sedikitpun. Bahkan cukup di dalamnya apa yang memungkinkan dilakukan (oleh seorang).” [Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : 1/398].

Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

“Wahai orang-orang yang beriman ! Apabila kalian hendak menunaikan shalat, maka cucilah wajah-wajah kalian dan tangan-tangan kalian sampi siku. Lalu usaplah kepala kalian. Lalu (cucilah) kaki-kaki kalian sampai mata kaki.”[QS. Al-Maidah : 6].

Dalam ayat ini, Allah Ta’ala hanya memerintahkan “Lalu usaplah kepala kalian”, tanpa membatasi dengan kadar tertentu. Tapi bersifat mutlak. Bahkan menurut imam Al-Haramain –rahimahullah-, kata “mengusap” secara asal jika dimutlakkan, maka tidak mengandung persyaratan untuk mengusap seluruhnya. Sepanjang sudah terjadi pengusapan –walaupun sedikit-, maka hal itu sudah masuk makna kata “mengusap”.

Disamping itu, huruf ba’ di dalam ucapan Allah (وامسحوا برؤوسكم) adalah huruf ba’ ( للتبعيض )lit-tab’idh (huruf ba’ menunjukkan sebagian). Hal ini dinyatakan oleh sekompok para ulama’ bahasa dari kurun salaf. Kaidahnya, jika huruf ba’ masuk kepada kata kerja yang muta’ddi binafsihi, maka itu menunjukkan makna “sebagian”. Adapun jika masuk kepada kata kerja yang tidak muta’addi binafsihi, maka menunjukkan makna (الإلصاق)al-ilshaq (melekat). Dan kata kerja (مسح) termasuk jenis kata kerja yang muta’ddi bi nafsihi.

Hal ini diperkuat dengan sebuah riwayat dari Al-Mughirah bin Syu’bah –radhiallahu ‘anhu-, bahwasanya nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah mengusap sebagian kepalanya ketika berwudhu’. Telah dikeluarkan oleh Imam Abu Dawud dalam “Sunan-nya” dari Al-Mughirah beliau berkata :

صحيح مسلم (1/ 230)
81 - (274) وَحَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ بَزِيعٍ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ يَعْنِي ابْنَ زُرَيْعٍ، حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ الطَّوِيلُ، حَدَّثَنَا بَكْرُ بْنُ عَبْدِ اللهِ الْمُزَنِيُّ، عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: وَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ

“Dan beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengusap jambulnya (rambut depan kepala ketika berwudhu).”[HR. Muslim : 81].

Hadits di atas secara jelas menunjukkan, bahwa nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengusap sebagian kepalanya saat berwudhu’. Dan An-Nashiyah (jambul) itu ukurannya kurang dari seperempat kepala. Seandainya mengusap seluruh kepada itu wajib, tentu nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidak akan meninggalkannya. Adapun hadits-hadits yang menunjukkan nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengusap seluruh kepala, maka hal itu menunjukkan akan keutamaannya saja, bukan menunjukkan wajibnya hal tersebut.

Imam Ibnu Atsir –rahimahullah- (w. 321 H) berkata :

شرح معاني الآثار (1/ 31)
فَفِي هَذَا الْأَثَرِ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَسَحَ عَلَى بَعْضِ الرَّأْسِ وَهُوَ النَّاصِيَةُ ... فَلَمَّا اكْتَفَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي هَذَا الْأَثَرِ بَمَسْحِ النَّاصِيَةِ عَلَى مَسْحِ مَا بَقِيَ مِنَ الرَّأْسِ دَلَّ ذَلِكَ أَنَّ الْفَرْضَ فِي مَسْحِ الرَّأْسِ هُوَ مِقْدَارُ النَّاصِيَةِ وَأَنَّ مَا فَعَلَهُ فِيمَا جَاوَزَ بِهِ النَّاصِيَةَ فِيمَا سِوَى ذَلِكَ مِنَ الْآثَارِ كَانَ دَلِيلًا عَلَى الْفَضْلِ لَا عَلَى الْوُجُوبِ حَتَّى تَسْتَوِيَ هَذِهِ الْآثَارُ وَلَا تَتَضَادَّ

“Di dalam atsar (hadits) ini terdapat dalil, sesungguhnya Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallalm- mengusap sebagian kepalanya, yaitu bagian jambulnya....Maka tatkala nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- mencukupkan di dalam hadits ini dengan mengusap bagian jambul saja dari mengusap seluruh bagian kepala, maka hal ini menunjukkan sesungguhnya yang wajib adalah mengusap kepala, yaitu seukuran jambul. Adapun apa yang beliau lakukan yang melebihi dari jambul di dalam selain hadits ini dari beberapa hadits, hal itu menunjukkan akan keutamaan saja, bukan menunjukkan wajib. Sehingga seluruh hadits-hadits dalam masalah ini bisa diluruskan maknanya serta tidak saling bertentangan.”[Syarhul Ma’anil Atsar : 1/31].

Menurut kami, madzhab imam Asy-Syafi’i dalam masalah ini merupakan madzhab yang paling tengah dengan mengkompromikan seluruh hadits-hadits dalam masalah ini. Hadits yang mengusap seluruh kepala dibawa kepada kemungkinan makna bersifat anjuran atau lebih afdhal, sedangkan yang mengusap sebagian saja, yaitu jambul, maka dibawa kepada makna kadar wajib yang paling minimal. Dalam hal ini berlaku kaidah :

جمع بين الدليلين أفضل من إهمال أحدهما

“Mengkompromikan dua dalil yang sekilas bertentangan, lebih utama dari membuang salah satunya.”

>Kesimpulan :

Mengusap kepala ketika wudhu’ telah dianggap cukup –secara syari’i- dengan mengusap sebagiannya saja, yaitu bagian jambul. Adapun jika mengusap seluruhnya, maka lebih sempurna dan lebih utama.

Demikian pembahasan singkat kali ini. Semoga memberikan manfaat dan tambahan wawasan keilmuan kita sekalian. Barakallahu fiikum.
----
*Pembina dan pengajar di Lembaga Dakwah dan Bimbingan Islam (LDBI) “Darul Hikmah”, Solo – Indonesia.

Abdullah Al Jirani
20 jam ·

Sumber : https://www.facebook.com/abdullah.aljirani.37/posts/319599635478009?__tn__=K-R

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.