Shalahuddin Al-Ayyubi yang mewajibkan disiarkannya akidah Asy'ari di masjid-masjid berhasil menghancurkan tentara salib dan membebaskan Al-Quds.
Muhammad Al-Fatih yang dituduh qubury oleh sebagian ulama wahhabi berhasil menaklukkan Konstantinopel.
Itu semua membuktikan bahwa Allah bisa saja memberi kemenangan kepada orang-orang yg cacat atau ada catatan (dua hal yg beda) dalam akidahnya. Yang penting dia berjuangnya untuk meninggikan Islam dan muslimin, melawan para thaghut dan orang-orang kafir.
Dalam sejarah tak ada ulama yang menunggu orang harus bersih dulu keseluruhan cabang akidahnya baru boleh jihad melawan orang kafir. BAhkan seperti Ibnu Taimiyah bersatu dengan kalangan Asya'irah dan Shufiyyah ketika melawan Tartar maupun pasukan salib.
Dan ingat, Ali membawa Malik Al-Asytar untuk menaklukkan Mu'awiyah sampai karena itulah Mu'awiyah jadi marah besar, silakan cari tahu sendiri siapa itu Malik Al-Asytar.
Bahkan wajib ikut berperang meski bersama pemimpin yang zalim, tanpa harus membenahi akhlak dan akidah pemimpin zalim itu dulu, kalau dia mengajak perang melawan orang kafir dan demi meninggikan Islam. Itu sudah ijmak ulama ahlus sunnah.
Makanya adanya beberapa tulisan yang seakan menihilkan arti persatuan kalau masih ada catatan dalam beberapa hal di masalah akidah, membuktikan dia buta sejarah. Bahkan Rasulullah saja mau ikut kembali dalam hilf al-fudhul meski bersama orang kafir untuk satu kepentingan bersama, yaitu melawan kezaliman di Mekah.
Perbaikan akidah itu harus, tapi prosesnya tidak boleh menghalangi kerjasama dalam kebaikan dan persatuan dalam hal-hal yang disepakati.
Anshari Taslim
3 Desember pukul 23.36 ·
#Anshari Taslim