Meneladani sifat ‘iffah Imam Ahmad bin Hambal
Imam Ahmad bin Hambal –rahimahullah-, termasuk salah satu ulama’ yang memiliki sifat ‘iffah (menjaga diri) yang sangat kuat. Salah satu bentuk sifat ‘iffah, adalah menjaga diri dari menerima pemberian orang lain, atau meminta sesuatu kepada orang lain, walaupun pada kondisi yang sangat membutuhkan.
Diceritakan oleh Imam Adz-Dzahabi –rahimahullah- dalam “Siyar A’lamin Nubala” (11/192) dari Al-Khallal, dia berkata : Ar-Ramadi telah menceritakan kepadaku : “Suatu ketika Imam Abdur Razzaq Ash-Shan’ani –rahimahullah- menyebut imam Ahmad bin Hambal, lalu kedua matanya meneteskan air mata. Maka beliau bercerita : Ada sebuah kabar sampai kepadaku, bahwa perbekalan imam Ahmad habis (dalam perjalanan menuntut ilmu). Maka aku pegang tangannya, lalu aku minta beliau berdiri di belakang pintu. Tidak ada seorangpun yang bersama kami waktu itu. Aku berkata kepadanya : “Sesungguhnya kami tidak punya uang dinar (saat ini). Jika kami menjual hasil bumi yang kami miliki, tidak ada sesuatu yang akan kami makan. Tapi aku telah mendapatkan sepuluh dinar dari beberapa wanita, maka ambillah !” Mendengar hal itu Imam Ahmad menjawab :
يَا أَبَا بَكْرٍ، لَوْ قَبِلْتُ مِنْ أَحَدٍ شَيْئاً، قَبِلتُ مِنْكَ
“Wahai Abu Bakar ! seandainya aku mau menerima sesuatu pemberian dari seseorang, aku (juga) akan menerima (pemberian) darimu.” –selesai penukilan-
Diceritakan pula oleh Imam Abu Ishaq Al-Jauzajani –rahimahullah-, bahwa Imam Ahmad pernah shalat mengimami imam Abdur Razzaq Ash-Shan’ani. Saat shalat, imam ahmad lupa (sebagian rekaat atau gerakan shalat). Lalu imam Abdurrazzaq bertanya kepada beliau tentang hal itu. Ternyata yang menjadi sebab beliau lupa, beliau ( Imam Ahmad) sudah tiga hari belum makan sesuatupun. [Siyar A’lamin Nubala : idem].
Pemberian, entah apapun nama dan jenisnya, serta dari mana asalnya, entah dari penguasa atau dari orang biasa, sering kali akan mempengaruhi fatwa yang dikeluarkan oleh seorang ulama’, serta akan mengubah mereka. Yang benar dikatakan salah, dan salah dikatakan benar. Yang boleh dikatakan tidak boleh, yang tidak boleh dikatakan boleh. Yang salah dibela, yang benar diperangi. Tidak mampu untuk menyatakan sebuah kebenaran, karena telah “disuap”. Sifat inshof (adil) telah dibeli oleh dunia yang hina. Ini fakta !
Jangan pernah mengantungkan hidup kita dari pemberikan orang lain. Supaya kita menjadi hamba yang benar-benar merdeka. Merdeka dari seluruh belenggu, baik belenggu komunitas, uang, jabatan ataupun yang lainnya. Sehingga kita mampu untuk menyampaikan agama Allah dengan sebenar-benarnya serta tidak mudah dihinggapi oleh sifat basa-basi karena takut kehilangan “pekerjaan”. Dakwah di tangan Allah, demikian rejeki kita di tangan Allah Ta’ala. Jikalau kita masih ketakutan tidak dapat rejeki disebabkan apa yang akan kita sampaikan “tidak berkenan” bagi sebagian orang, itu menunjukkan “tauhid” kita masih rapuh, sangat perlu untuk diperbaiki.
Inilah salah satu rahasia, kenapa para ulama’ salaf sangat menjaga diri dari berbagai pemberian orang lain. Alangkah butuhnya umat dan negeri ini dari ulama’ yang seperti ini. Semoga Allah memperbanyak sosok da’i, ustadz, dan ulama’ semisal Imam Ahmad bin Hambal –rahimahullah- di negeri ini. Amin..
Abdullah Al-Jirani
[Pembina dan pengasuh di LDBI “Darul Hikmah” , Solo – Indonesia]
Abdullah Al Jirani
4/9/2018 06.43 ·
#Abdullah Al Jirani