Akar Perselisihan

Akar Perselisihan
AKAR PERSELISIHAN

Oleh : Abdullah Al Jirani

Jika kita amati, berbagai perselisihan dan permusuhan di antara kaum muslimin saat ini, lebih banyak dipicu oleh berbagai permasalahan khilafiyyah ijtihadiyyah yang masih berputar di antara hukum yang bersifat istihbab (anjuran) dan makruh, bukan dalam permasalah ushul (pokok agama) yang tidak ada lagi ruang untuk ijtihad, dimana pelakunya telah divonis menyimpang dari jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rahimahullah-, kebanyakan perselisihan yang terjadi di antara kaum muslimin, disebabkan oleh perkara-perkara yang bersifat anjuran dan makruh, bukan dalam perkara wajib dan haram. Beliau –rahimahullah- berkata :

مجموع الفتاوى (22/ 368)
عَامَّةُ هَذِهِ التَّنَازُعَاتِ إنَّمَا هِيَ فِي أُمُورٍ مُسْتَحَبَّاتٍ وَمَكْرُوهَاتٍ لَا فِي وَاجِبَاتٍ وَمُحَرَّمَاتٍ

“Secara umum, berbagai perselisihan ini hanyalah dalam perkara-perkara yang bersifat anjuran dan makruh, bukan dalam berbagai perkara wajib dan haram.” [Majmu’ Fatawa : 22/378].

Lalu beliau (Ibnu Taimiyyah) memberikan beberapa contoh untuk ucapan beliau di atas, diantaranya :

1). Apabila seorang haji dengan tamattu’, atau mufrid, atau qarin, maka hajinya sah menurut mayoritas ulama’. Mereka hanya berbeda mana yang lebih utama dari ketiganya.

2). Adzan dengan memakai tarji’(pengulangan sebagian kalimat) di dalamnya atau tidak, maka adzannya sah menurut seluruh ulama’ salaf dan menurut sejumlah besar ulama’ khalaf. Demikian juga adzan dengan empat kali takbir di awalnya atau dua kali, keduanya sah. Mereka hanya berselisih mana dari keduanya yang lebih utama.

3). Iqimat dengan kalimat sekali atau diulang dua kali, maka sah menurut seluruh ulama’. Mereka hanya berbeda dalam mana yang lebih utama.

4). Mengeraskan atau melirihkan basmalah. Keduanya boleh dan sah shalatnya menurut semua ulama’. Mereka hanya berselisih dalam hal mana yang lebih utama.

Ibnu Taimiyyah –rahimahullah- berkata :

وَكَذَلِكَ الْجَهْرُ بِالْبَسْمَلَةِ وَالْمُخَافَتَةِ كِلَاهُمَا جَائِزٌ لَا يُبْطِلُ الصَّلَاةَ وَإِنْ كَانَ مِنْ الْعُلَمَاءِ مَنْ يَسْتَحِبُّ أَحَدَهُمَا أَوْ يَكْرَهُ الْآخَرَ أَوْ يَخْتَارُ أَنْ لَا يَقْرَأَ بِهَا. فَالْمُنَازَعَةُ بَيْنَهُمْ فِي الْمُسْتَحَبِّ وَإِلَّا فَالصَّلَاةُ بِأَحَدِهِمَا جَائِزَةٌ عِنْدَ عَوَامِّ الْعُلَمَاءِ

“Demikian pula mengeraskan basmalah dan melirihkannya. Kedua boleh, (dan) tidak membatalkan shalat. Walaupun sebagian ulama’ ada yang menganjurkan salah satu dari keduanya atau sebagian memakruhkannya atau memilih untuk tidak membacanya. Maka perselisihan di antara mereka dalam masalah ini dalam masalah yang bersifat anjuran saja. Dan shalat dengan salah satu dari keduanya boleh menurut semua ulama’.” [Majmu’ Fatawa : 22/369].

5). Qunut dalam shalat Subuh. Para ulama’ hanya berselisih pendapat dalam hal dianjurkannya atau tidak. Tidak sampai derajat haram atau bid’ah yang sesat. Ibnu Taimiyyah –rahimahullah- berkata :

وَكَذَلِكَ الْقُنُوتُ فِي الْفَجْرِ إنَّمَا النِّزَاعُ بَيْنَهُمْ فِي اسْتِحْبَابِهِ أَوْ كَرَاهِيَتِهِ وَسُجُودِ السَّهْوِ لِتَرْكِهِ أَوْ فِعْلِهِ وَإِلَّا فَعَامَّتُهُمْ مُتَّفِقُونَ عَلَى صِحَّةِ صَلَاةِ مَنْ تَرَكَ الْقُنُوتَ وَأَنَّهُ لَيْسَ بِوَاجِبِ وَكَذَلِكَ مَنْ فَعَلَهُ إذْ هُوَ تَطْوِيلٌ يَسِيرٌ لِلِاعْتِدَالِ وَدُعَاءِ اللَّهِ

“Demikian juga qunut di dalam shalat Subuh. Perbedaan pendapat di antara mereka hanyalah terjadi pada masalah dianjurkan atau dimakruhkan hal itu dan sujud sahwi (tidak) karena meninggalkan atau melakukannya. Tapi semua ulama’ sepakat akan sahnya shalat seorang yang meninggalkan qunut dan sesungguhnya hal itu tidak wajib. Demikian pula seorang yang malakukannya, karena hal itu (hanya) merupakan penambahan (waktu) yang singkat untuk I’tidal dan do’a kepada Allah.” [Majmu’ Fatawa : 22/370].

Itu baru sebagian contoh saja. Masih ada contoh-contoh yang lain. Jika kita telah mengetahui bahwa ternyata masalah-masalah tersebut seperti apa yang dipaparkan oleh syaikhul Islam, maka hendaknya kita bisa menyikapinya dengan benar dan bijak. Saling menghargai, tidak memaksakan kepada orang lain, dan tetap untuk menjaga persatuan di antara kaum muslimin. Jangan disikapi seperti menyikapi masalah antara imam dan kufur, atau kebenaran dan kebatilan. Ini melampaui batas namanya.

Oleh karena itu, seyogyanya kita sekalian, terutama para da’i dan para ustadz di jalan Allah, untuk lebih memperkaya wawasan keilmuan kita, sehingga dapat melihat suatu masalah dengan utuh, dapat melihat suatu masalah dari sisi yang lain, serta mampu menghukumi suatu masalah secara proposional. Hal ini bisa dilakukan dengan banyak berguru kepada para ulama’, membaca kitab-kitab mereka, serta mencermati berbagai argument mereka.

Jangan sampai kita menghukumi suatu masalah hanya dengan melihat satu sisi saja, atau satu dalil saja. Ini berbahaya sekali. Karena salah satu akar sebuah penyimpangan, keluar dari perkara ini. Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin –rahimahullah- berkata :

وأقول لكم: إنه لم يضل من ضل من هذه الأمة إلا بسبب أنهم يأخذون بجانب من النصوص ويدعون جانباً، سواء كان في العقيدة أو في معاملة الحكام أو في معاملة الناس، أو في غير ذلك

“Aku katakan kepada kalian : Sesungguhnya tidaklah sesat dari orang yang sesat dari umat ini, kecuali dengan sebab mereka (hanya) mengambil dalil dari sisi saja dan meninggalkan sisi yang lain. Baik dalam masalah aqidah, atau mu’amalah dengan penguasa, atau dalam mu’amalah dengan manusia, atau selain dari hal itu.” [Liqa’ Babil Maftuh : 3/354].

Dengan demikian, kita akan lebih mudah berlapang dada terhadap saudara sesama muslim yang memiliki pendapat yang berbeda dengan pendapat kita. Tidak merasa “paling benar sendiri” dan menyalahkan atau menyesatkan setiap orang yang berbeda dengan pendapat kita. Tidak terburu-buru dalam menghukumi atau menyalahkan suatu pendapat di luar komunitas kita. Dan yang tidak kalah penting, kita bisa terhindar dari sikap fanatisme madzhab dan kelompok serta terhindar dari mengkhultuskan individu tertentu. Karena hal ini semua, merupakan faktor-faktor yang sejatinya merusak dan menodai dakwah itu sendiri. Wallahul musta’an wa ilaihi tuklan.

Semoga bermanfaat dan bisa menambah khazanah keilmuan kita bersama.

Abdullah Al Jirani
3 September pukul 08.28 ·

Sumber : https://www.facebook.com/abdullah.aljirani.37/posts/317582872346352?__tn__=K-R

Related Posts

There is no other posts in this category.

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.