Hukum taklifiyyah yang berjumlah lima, yaitu haram, makruh, wajib, sunah, dan mubah, 'serasa' menyusut, tersisa dua saja, haram dan wajib. Semua larangan dibawa kepada makna haram, dan semua perintah dibawa kepada makna wajib. Tidak ada lagi makruh dan sunah. Salah satu buktinya, saat ada seorang yang melakukan perkara makruh, disikapi seperti sedang melakukan perkara haram. Sebagaimana seorang yang meninggalkan perkara sunah, disikapi seolah sedang meninggalkan perkara wajib.
Yang mubah pun tak luput dari perlakuan ini. Hal-hal mubah diharamkan dengan alasan tasyabuh (menyerupai) dengan orang kafir, atau dianggap akan menjadi sebab sesuatu yang dilarang agama (syadz dzriah). Menjadilah agama serasa begitu sempit, berat, dan kaku. Nuansa agama begitu 'horor'. Muncullah sikap antipati terhadap Islam atau minimal penilaian negatif kepadanya. Bukan Islamnya yang jelek, tapi sebagian pemeluk dan pembawanya yang keliru dalam mendeskripsikan, mehamami, dan mengamalkannya.
Fenomena ini biasanya muncul disebabkan adanya semangat yang berlebih dalam beragama, tapi tidak diiringi dengan ilmu yang memadahi, wa bil khusus ilmu-ilmu alat seperti ilmu ushul fiqh. Kemungkinan lain, selain semangat yang berlebih, juga terjebak di dalam kungkungan pemahaman yang senantiasa memperlakukan dalil secara tekstual (leterjek). Kenyataan ini walaupun mungkin diingkari secara lisan, tapi akan diakui secara fakta dan rasa. Paham ini benar adanya walau terjadi dan menjalar di sebagian orang, atau kelompok, atau komunitas, atau ormas. Ini menjadi PR kita semua untuk meluruskannya. Nabi saw telah menyatakan "Sesungguhnya agama ini mudah".
(Abdullah Al-Jirani)
***
Ditulis di warung kopi. Yang dekat silahkan merapat. Kita diskusi di sini.
Abdullah Al Jirani
Favorit · 27 Februari 2021 pada 15.13 ·