Ikut Qunut Subuh atau Tidak?

Ikut Qunut Subuh atau Tidak? - Kajian Medina
Ikut qunut Subuh atau tidak ?

Setelah kajian selesai, ada seorang jamaah yang baru saja "hijrah" mendekati kami dan menyampaikan bahwa beliau ingin konsultasi. Kami pun mengiyakan permintaan beliau. Beliau menyampaikan bahwa kalau shalat Subuh, biasanya ke masjid yang imamnya baca qunut. Sedangkan beliau sendiri mengikuti pendapat yang tidak qunut. Saat posisi sebagai makmum, sebaiknya ikut qunut atau tidak ? (perlu diketahui, bahwa beliau tinggal di lingkungan masyarakat yang bermadzhab Syafi'i)

Kami jawab, sebaiknya bapak ikut qunut dalam arti ikut mengangkat tangan dan mengaminkannya walaupun bapak tidak meyakini akan kesunahannya. Hal ini berdasarkan hadits Nabi ﷺ yang berbunyi : ”Imam dijadikan hanyalah untuk diikuti.” Dengan demikian, selain dalam rangka untuk mengamalkan hadits ini, juga dalam rangka menolak berbagai kerusakan dan fitnah yang bisa saja muncul. Kadiahnya jelas : “Menolak kemudharatan/kerusakan lebih diprioritaskan daripada mengambil kemanfaatan.”

Qunut Subuh, termasuk masalah khilafiyyah ijtihadiyyah dalam furu’ (cabang) agama, tidak termasuk masalah prinsip. Dan ini sudah terjadi sejak zaman Salaf. Menurut imam Malik dan Asy-Syafi’i, hukumnya disyari’atkan. Kalau dalam madzhab Syafi’i lebih tepatnya hukumnya sunah ab’adh (sunah yang mendekati wajib). Sedangkan menurut imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad, qunut Subuh tidak syari’atkan. Walau demikian, mereka senantiasa menjaga ukhuwah (persaudaraan), saling menghormati dan saling mendoakan kebaikan. Tidak pernah dinukil bahwa mereka saling tahdzir atau saling menyesatkan gara-gara perbedaan pendapat dalam masalah ini atau yang lain.

Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat tidak disyariatkan qunut Subuh. Akan tetapi saat beliau shalat di belakang imam yang qunut Subuh, maka beliau ikut Qunut. Imam Asy-Syafi'i pernah shalat Subuh di suatu tempat yang dekat dengan kuburan imam Abu Hanifah tanpa qunut padahal beliau berpendapat qunut dan senantiasa mengamalkannya. Saat ditanya kenapa saat itu tidak qunut, maka beliau menjawab dalam rangka untuk menghormati Imam Abu Hanifah yang berpendapat tidak qunut. Alangkah indahnya sikap para ulama Salaf.

Anjuran untuk ikut qunut walaupun tidak menyakini akan kesunahannya, juga telah ditegaskan oleh Syaikh Ibnu Taimiyyah. Beliau berkata :

وَلِهَذَا يَنْبَغِي لِلْمَأْمُومِ أَنْ يَتْبَعَ إمَامَهُ فِيمَا يَسُوغُ فِيهِ الِاجْتِهَادُ فَإِذَا قَنَتَ قَنَتَ مَعَهُ وَإِنْ تَرَكَ الْقُنُوتَ لَمْ يَقْنُتْ فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: {إنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ} وَقَالَ: {لَا تَخْتَلِفُوا عَلَى أَئِمَّتِكُمْ}

“Oleh karena ini, seyogyanya bagi makmum untuk mengikuti imamnya di dalam perkara yang dibenarkan untuk seorang berijtihad di dalamnya. Maka jika (imam) qunut, makmum qunut bersamanya (walau tidak meyakini kesunahannya). Jika (imam) meninggalkan qunut, maka (makmum) tidak qunut. Sesungguhnya Nabi SAW bersabda : “Imam itu dijadikan hanyalah untuk diikuti.” Beliau juga bersabda : “Janganlah kalian menyelisihi imam-imam kalian.” [ Majmu’ Fatawa : 23/116 ].

Pernyataan senada juga dinyatakan oleh para ulama dari faksi Salafi, seperti Lajnah Daimah (7/45), Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Majmu’ Fatawa dan selain mereka – semoga Allah merahmati mereka semua -.

Menyikapi perbedaan dalam masalah khilafiyyah ijtihadiyyah sebenarnya sangat sederhana, gampang, dan tidak ribet. Amalkan apa yang kita yakini, selebihnya kita hormati orang lain yang berbeda dengan pendapat kita. Tetap kita jaga ukhuwah dan saling bersinergi dalam kebaikan karena Allah. Mudah bukan ??!

28 Muharram 1442 H

Abdullah Al-Jirani

****

Abdullah Al Jirani

16 September 2020 pada 07.33  · 

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.