by. Ahmad Sarwat, Lc.,MA
Ini juga petikan dari halaman buku saya terbaru [MEMAHAMI ALQURAN DAN TANTANGANNYA]
. . .
Salah satu kendala besar dalam penerjemahan Al-Quran adalah masalah rasa bahasa. Beberapa penerjemahan terasa bias ketika pilihan diksinya meragukan secara hukum.
Salah satu contoh yang agak mengganggu adalah penggunaan istilah : ‘hendaklah’. Secara rasa bahasa, ungkapan ‘hendaklah’ ini memang cukup halus dan sopan, namun sekaligus juga menyisakan ketidak-pastian dari segi hukum.
Perintah yang menggunakan ungkapan ‘hendaklah’ terkesan tidak terlalu diwajibkan. Perintahnya berhenti sekedar saran, himbauan atau ajakan saja. Tidak ada kesan bahwa yang tidak melaksanakannya akan berdosa atau dihukum. Sama sekali tidak terasa ada konsekuensi hukum di balik perintah ‘hendaklah’.
Memang pada sebagian terjemahan yang menggunakan istilah hendaklah, ada yang bukan kewajiban dan memang hanya kesunnahan atau anjuran saja. Itu tidak bisa dipungkiri.
Tapi yang jadi masalah, baik yang hukumnya wajib atau pun yang hukumnya tidak wajib, ternyata sama-sama menggunakan istilah ‘hendaklah’.
Sayangnya, penerjemahan dengan menggunakan kata ‘hendaklah’ ini bertabur banyak sekali di dalam Al-Quran. Dan kita tidak tahu mana yang hukumnya jadi wajib dan mana yang hukumnya tidak wajib.
Padahal kita hanya berpegang pada terjemahan ini dan kalau sampai kita keliru menudga tidak wajib padahal ternyata hukumnya wajib, jelas-jelas ini sebuah kesalahan fatal.
Contoh yang paling sering terjadi ketika menerjemahkan ayat tentang masa 'iddah bagi wanita yang suaminya meninggal dunia dengan ungkapan : hendaklah.
"Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber´iddah) empat bulan sepuluh hari." (QS. Al-Baqarah : 234)
Menjalani masa 'iddah selama 4 bulan 10 hari itu hukumnya wajib. Tapi berapa banyak para wanita muslimah yang melanggar ketentuan ini. Belum apa-apa sudah keluar rumah, berdandan dan berihas serta bercampur dengan para lelaki.
Boleh jadi penyebabnya karena salah paham terjemahan Al-Quran. Soalnya di dalam terjemahan hanya diseubt; HENDAKLAH. Seolah-olah itu sifatnya himbauan, saran, atau sekedar adat kebiasaan tradisi nenek moyang.
Ahmad Sarwat
13 Maret 2020 (47 menit ·)
NASI
by. Ahmad Sarwat, Lc.,MA
Ini petikan tulisan saya di dalam buku terbaru [MEMAHAMI ALQURAN DAN TANTANGANNYA]
. . . .
Sebenarnya bukan hanya bahasa Arab saja yang kaya dengan kosa kata, hal yang sama juga terjadi sebaliknya.
Sebagai bangsa yang makananan pokoknya nasi, kita punya kosa kata yang beragam untuk menyebut berbagai keadaan nasi.
1. Kalau nasi yang belum tanak masih setengah matang namanya aron.
2. Kalau nasi yang masih mentah sama sekali, namannya beras.
3. Kalau yang mentah itu masih ada kulitnya, namanya beda lagi yaitu gabah.
4. Dan kalau masih ada tangkainya disebut padi.
5. Dan kalau kulitnya saja tanpa berasnya disebut merang.
6. Nasi yang dimasak dengan jumlah air lebih banyak hingga lumat disebut bubur.
7. Sedangkan kalau nasi dimasak di dalam panci, maka bagian yang kering dan keras di paling dasar itu namanya kerak.
8. Kalau menyuguhkan nasi yang sudah matang berbentuk kukusan namanya tumpeng.
9. Kalau dibungkus dengan daun jati namanya jamblang.
10. Ada banyak tehnik memasak nasi, kalau memasaknya dengan dibungkus daun, tergantung daun apa. Kalau pakai daun kelapa, namanya ketupat.
11. Kalau membungkusnya pakai daun pisang namanya lontong atau timbel.
12. Kalau dicampur rajangan nangka, disebut megono.
13. Kalau nasi yang sudah lama dijemur terus digoreng namanya legendar atau rengginang.
14. Dan nasi yang difermentasi namanya uli.
Nama-nama itu hanya ada dalam bahasa Indonesia saja dan musthail diterjemahkan ke dalam bahasa Arab atau Inggris.
Kalau pun dipaksakan juga untuk diterjemahkan, hanya akan menjadi ruz (رُزّ) dan rice saja. Ternyata bahasa Arab dan Inggris tidak punya padanan kata yang serinci bahasa Indonesia dalam urusan nasi.
Sebabnya barangkali karena mereka tidak makan nasi sebagai makanan pokok. Bukannya mereka tidak kenal nasi, tetapi pengetahuan mereka tentang nasi amat terbatas, sehingga istilah-istilah yang terkait dengan nasi pun terbatas juga.
Sebaliknya, orang Arab sangat akrab dengan kehidupan mereka, salah satunya unta. Hewan padang pasir ini di dalam Al-Quran muncul berkali-kali dengan istilah yang juga berbeda-beda. Saya menghitung setidaknya ada 9 nama berbeda untuk unta di dalam Al-Quran.
Sampai disini kita jadi tahu bahwa menerjemah Al-Quran itu ternyata bukan perkara sederhana, tidak semudah yang kita bayangkan. Ternyata ada begitu banyak kendala yang harus dijawab dengan baik dan bijaksana.
Ahmad Sarwat
13 Maret 2020 (56 menit ·)
Buku Memahami Al-Quran dan Tantangannya
Tebal : 200 hlm
Daftar Isi
Pendahuluan
Tantangan 1 : Terjemah Al-Quran
A. Kendala Penerjemahan
1. Terbatasnya Padanan Kata
2. Kendala Rasa Bahasa
3. Terbatasnya Ruang Penerjemahan
4. Banyaknya Versi Penafsiran Para Ulama
5. Lemahnya Penguasaan Bahasa Indonesia
6. Pengakuan Tim Penerjemah
B. Sejarah Penerjemahan Al-Quran
1. Dilakukan Oleh Non Muslim
2. Ditentang Ulama Al-Azhar dan Seluruh Dunia
3. Penerjemahan Dari Kalangan Muslimin
C. Al-Quran dan Bahasa Arab
D. Kaidah Gramatika Bahasa Arab
1. Fi’il Madhi
2. Fi'il Amr
3. Huruf
E. Bukan Makna Secara Harfiyah
1. Waris Anak Perempuan Lebih Dari Dua Orang
2. Hukum Melakukan Sa'i, Bolehkah?
3. Bayar Fidyah Bagi Yang Mampu Puasa?
4. Sakit atau Safar : Wajib Ganti Puasa?
Tantangan 2 : Sistematika Al-Quran
A. Al-Quran Tidak Berformat Undang-undang
1. Pembagian Juz dan Hizb
2. Penamaan Surat
3. Al-Quran Turun Bukan Dalam Bentuk Buku
4. Dari Al-Quran ke Fiqih ke Undang-undang
B. Ruang Lingkup Al-Quran
1. Banyak Kasus Yang Tidak Terjawab Oleh Al-Quran
2. Ayat Hukum Hanya 200 Ayat
3. Dilengkapi Sumber-sumber Hukum Lain
Tantangan 3 : Syariah Umat Terdahulu
A. Pengertian
1. Syariat
2. Man Qablana
B. Pembagian Syariat Sebelum Kita
1. Tidak Terdapat Dalam Al-Quran dan As-Sunnah
2. Ada Kepastian Mansukh atau Tidak Mansukh
3. Tidak Ada Kejelasan Hukum
C. Syariat Umat Terdahulu Yang Tidak Berlaku
1. Memelihara Jin
2. Membuat Patung
3. Sujud Kepada Selain Allah
Tantangan 4 : Ayat-ayat Yang Mansukh
A. Ikhtilaf Masalah Nasakh Mansukh
B. Pembagian Jenis Nasakh
1. Lafadz Tetap Hukum Dihapus
2. Lafadznya Dihapus Tapi Hukumnya Tetap
3. Lafadz dan Hukumnya Dihapus
C. Ayat-ayat Yang Dianggap Mansukh
1. Halalnya Khamar
2. Masa Iddah Bila Suami Wafat
3. Kesalahan Dalam Hati Tidak Dihisab
4. Kualitas Taqwa
5. Semua Wajib Ikut Perang
6. Tahajud Sepanjang Malam
7. Membaca Al-Quran Harus Sempurna?
Tantangan 5 : Perbedaan Qiraat
A. Qiraat Al-Quran
B. Al-Quran Diturunkan Dengan 7 Huruf
1. Pendapat Pertama
2. Pendapat Kedua
3. Pendapat Ketiga
4. Pendapat Keempat
5. Pendapat Kelima
6. Pendapat Keenam
C. Ilmu Qira'at
1. Makna Bahasa
2. Makna Istilah
D. Beberapa Contoh
1. Batalkah Sentuhan Pria Wanita?
2. Kapan Boleh Jima Pasca Haidh?
3. Mahar Bagi Istri Yang Dicerai Sebelum Jima’
a. Tumaasuhuna
b. Tamassuhunna
Tantangan 6 : Perintah dan Khabar
A. Bukan Fi’il Amr Tapi Jadi Perintah
1. Fi’il Mudhari’
2. Lam Al-Amr
3. Ism Fi’il Amr
4. Mashdar
B. Jumlah Khabariyah Jadi Perintah
C. Jumlah Khabariyah Jadi Larangan
D. Perintah Menjadi Berita
Tantangan 7. Perintah dan Hukum
A. Wajib
1. Perintah Shalat Lima Waktu
2. Perintah Zakat
3. Perintah Puasa
4. Perintah Berhaji
B. Sunnah
1. Perintah Shalat Tahajjud
2. Perintah Shalat Idul Adha dan Qurban
3. Membebaskan Budak
C. Mubah
1. Perintah Bekerja Seusai Jumatan
2. Mencatat Hutang
3. Perintah Berburu
D. Haram
1. Perintah Menyembah Tuhan Yang Mana Saja
2. Perintah Melakukan Apa Saja Yang Disukai
3. Jadilah Kafir Kalau Mau
Tantangan 8 : Satu Kata Bisa Banyak Makna
A. Pengertian
1. Wujuh
2. Nazhair
B. Urgensi Ilmu Ini Dalam Tafsir
C. Latar Belakang Penulisan Ilmu Ini
D. Beberapa Contoh
1. Shalat
2. Zakat
3. Zikir
4. Doa
5. Fitnah
6. Ruh
7. Rahmat
8. Qadha’
9. Quru’
Tantangan 9 : Kontradiksi Antar Ayat
A. Adakah Ayat Yang Kontradiktif?
B. Beberapa Contoh
1. Berlaku Adil Sebagai Syarat Poligami
2. Wasiat
3. Ahlul Fatrah Apakah Masuk Neraka?
4. Agama Allah Satu atau Berbeda-beda Untuk Tiap Umat?
5. Dosa Bunuh Nyawa Abadi di Neraka?
6. Kisah Nabi Shalih
7. Adzab Untuk Kaumnya Nabi Syu’aib
8. Kisah Nabi Ibrahim
9. Kisah Nabi Yusuf : Bolehkah Minta Jabatan?
10. Kisah Nabi Ayyub
11. Kisah Nabi Musa
12. Kisah Nabi Isa
13. Haruskah Basmalah Saat Menyembelih
14. Bolehkah Menikahi Wanita Ahli Kitab?
15. Riba Yang Sedikit, Bolehkah?
16. Memadu Kakak Beradik di Antara Hamba Sahaya
17. Masa Iddah Wanita Yang Ditalak dan Sudah Menapouse
18. Masa Iddah Wanita Yang Ditinggal Mati Suami, 4 bulan 10 hari atau setahun?
19. Istri Yang Baik Hanya Untuk Suami Yang Baik?
Tantangan 10 : Ayat Tidak Berdiri Sendiri
A. Keterkaitan Ayat dengan Ayat Lain
1. Kasus Nafi’ Ibn al-Azraq
B. Keterkaitan Ayat Dengan Hadits
1. Nikah Muhallil Harus Jima’
2. Boleh Qashar Meski Tidak Perang
Penutup
* * *
Pemesanan
Untuk memesan buku ini silahkan kirim WhatsApp ke
ISNAWATI : 0821-1159-9103
atau
Lukman Safri :0853-4177-1661
Sumber : https://www.rumahfiqih.com/buku-51-memahami-al-quran-dan-tantangannya.html
Ahmad Sarwat
11 Maret pukul 07.11 ·
#Ahmad Sarwat