By. Ahmad Sarwat, Lc.MA
Kenapa yang ramai dilakukan orang terhadap Al-Quran cuma sampai batas menghafal? Kenapa justru pendalaman ilmu-ilmu Al-Quran dan Tafsir kok nyaris tidak ada yang menjalankan?
Ada beberapa kemungkinan :
1. Menghafal Al-Quran ternyata jauh lebih sederhana dari pada mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu Al-Quran dan Tafsir. Anak umur 5 tahun pun banyak yang hafal.
Sedangkan memahami konsep nasakh mansukh, 'aam khash, perbedaan qiraat, ilmu ma'ani, bayan, badi', konsep al-wujuh wan-nazhair di dalam Al-Quran bukan hal yang mudah dan tidak sederhana.
Tidak semua ustadz dan guru Al-Quran memahami apa itu siyaq, munasabah, asbabun nuzul, makna hakiki, makna majazi, serta bagaimana istimbath hukum dalam ayat Al-Quran.
2. Menghafal Al-Quran ada gelarnya yaitu gelar Al-Hafiz.
Padahal sebenarnya gelar yang tidak resmi dan tidak baku. Sebab di masa lalu, gelar Al-Hafizh hanya disematkan kepada ahli di bidang ilmu hadits pada level tertentu.
Misalnya gelar Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, itu gelar yang amat tinggi derajatnya. Profesornya profesor lah kira-kira.
Sedangkan ribuan anak anak kecil usia 5 tahunan yang hafal Quran, tidak pernah digelari Al-Hafizh.
Anehnya di masa sekarang, entah bagaimana ceritanya, gelar setinggi itu kok mengalami degradasi dan anjlok nyungseb. Hari ini sekedar hafal Quran pun tiba-tiba bergelar Al-Hafizh.
Sedangkan menguasai ilmu Al-Quran dan Tafsir tidak ada gelarnya, kecuali kuliah yang benar dan formal baik S1, S2 atau S3.
3. Ustadz Tahfizh Mudah Didapat
Untuk mendirikan lembaga tahfizh itu mudah sekali. Tidak butuh alat bahkan juga tidak butuh kitab. Cukup bermodal dua tiga orang penghafal Al-Quran, sudah cukup. Dan ketersediaan penghafal Al-Quran cukup berlimpah di negeri kita.
Kenapa berlimpah?
Karena menghafal Quran 30 juz untuk jadi guru tahfizh cukup singkat, tidak butuh masa pendidikan terlalu lama.
Cukup 3 tahun saja ikut tahfizh, tiba-tiba sudah jadi ustadz dan bisa ngajar tahfizh. Ini sebenarnya cukup lama. Beberapa teman malahan cuma mondok beberapa hari, tiba-tiba sudah hafal Quran.
So, SDM guru tahfizh itu tersedia banyak dan standar gajinya pun bisa diajak kompromi.
Beda dengan Ilmu Al-Quran dan Tafsir. Minimal kudu kuasai kitab kuning dulu. Dan tidak semua ustadz yang banyak ceramah di youtube itu punya ilmunya. Kudu baca banyak kitab Tafsir karya para ulama. Pokoknya, mendapatkan SDM gurunya susahnya setengah mati.
Maka mendirikan lembaga tahfizh itu subur menjamur dimana-mana. Salah satu faktornya karena semua bisa serba instan.
Saya jadi ingat waktu zaman SD ikut pramuka. Saya diajari tata cara memasak dalam waktu 5 menit saja. Ternyata cuma masak mie instant. Semudah menyeduh mie instan, hanya butuh air panas, masukkan bumbu instan dan siap disantap. Anak kecil pun bisa mengerjakannya.
Sedangkan mendirikan institusi yang mengajarkan 80-an cabang Ilmu Al-Quran dan Tafsir, bukan perkara mudah. Dimana bisa kita dapatkan ustadz dan guru yang menguasainya? Jarang-jarang kita ketemu pakarnya. Susah sekali mendapatkannya.
Mereka itu masuk barang langka, tidak mudah menemukannya. Ilmu-ilmu Al-Quran itu harus kuliah bertahun-tahun untuk mempelajarinya.
Akhirnya pilihannya jatuh ke tahfizh lagi tahfizh lagi. Al-Quran hanya sebatas dihafal jadi ibadah ritual, tanpa pernah memahami ilmu dan konten isinya. Bagaimana mau memahami isi Al-Quran, kalau ustadznya pun tidak paham?
فاقد الشيء لا يعطيه
Ahmad Sarwat
2 Maret 2020 (6 jam ·)
Ahmad Sarwat : menghafal Al-Quran bukan untuk dibangga-banggakan, juga bukan anak tangga jenjang wajib dalam belajar ilmu Al-Quran. Tidak harus jadi penghafal Quran dulu baru paham ilmu Al-Quran.
Menghafal Quran itu pilihan saja. Tidak pernah jadi kewajiban. Coba sebutkan satu ayat Quran yang tegas mewajibkan seorang muslim harus jadi penghafal 30 juz Quran? Tak satu pun ayat mewajibkannya.
Kalau disuruh baca Al-Quran, ayatnya jelas. Misalnya : faqra'u ma tayassara minhu. Tapi tidak ada ayat yang bunyinya : fahfazhul Quran. Hafalkan lah Al-Quran.
Namun bukan berarti menghafal Al-Quran tidak penting. Buktinya kurikukum Al-Azhar Mesir sejak SD wajib menghafal Quran, bersama dengan semua cabang ilmu agama lainnya.
Disini, cuma hafal doang, ilmu-ilmu agama yang lain malah dibuang begitu saja. Pada titik MEMBUANG ilmu yang lain inilah terpapar paham yang menyimpang.
#Ahmad Sarwat