Kita dan Hoaks

Kita dan Hoaks - Kajian Medina
Kita dan Hoaks
By. Ahmad Sarwat, Lc.MA

Di media kok bisa terjadi hoaks? Sejak kapan ya kita mulai mengenal hoaks di media?

Itu sudah lama sebenarnya. Menurut saya sejak orang bikin mailing list (milis) 20-an tahun yang lalu, hoaks sudah mulai ramai di media online.

Tapi belum separah sekarang, zaman sosial media. Sekarang ini siapa saja bisa posting apa saja semaunya. Lalu postingan kental hoaks itu disebarkan lewat berbagai macam group sosial media. Sehinga penyebaran hoaks di masa kita jadi cepat sekali. Rasanya lebih banyak hoaksnya ketimbang benerannya.

Di tahun 2000-an awal, internet belum begitu marak. Penggunanya sebatas orang kantoran saja. Dan berinternet saat itu hanya bisa menggunakan komputer desktop saja.

Kalau di rumah mau internetan, kudu colokin ke kabel telepon. Dan telkom semasa itu gila-gilaan menetapkan tarif telkomnet instant. Menghitungnya bukan per KB tapi permenit, lebih mahal dari menelpon biasa.

Kalau pun browsing, sebatas website dan portal betulan, yang basicnya dunia jurnalistik betulan. Maka validitas berita di masa itu lebih terjaga, bahkan jadi pertaruhan nama baik tiap portal berita. Web ecek-ecek yang isinya hoaks tidak dikenal di masa itu.

Boleh dibilang saat itu masih era salafus sholih. Berita via internet benar-benar bisa dipercaya.

Begitu zaman semakin canggih, orang mulai pakai HP sebagai media online, maka internet benar-benar membumi. Siapa saja bisa bersosial media, ikutan group ini itu, lalu seluruh lapisan umat ikutan eforia menyebar-nyebarkan berita hoaks terbaru.

Jadilah tiada hari tanpa hoaks. Dan mulai banyak korban berjatuhan, tidak terkecuali para pejabat, tokoh bahkan para ustadz sekali pun tidak mau ketinggalan, semua ramai-ramai jadi aktifis hoaks sejati.

Namun alhamdulillah, beberapa lapis kalangan masyarakat yang cerdas sudah banyak berubah. Mereka selektif dalam menerima berita. Saat ini tiap kita dapat kabar apa pun di media, kita jadi terbiasa tidak percaya dulu.

Defaultnya tolak dulu karena paling juga hoaks. Nanti kalau ada sumber yang kompeten, entah itu kantor berita mana, atau memang rekaman video betulan yang asli tanpa dipotong, barulah kita percaya.

Itu umumnya sudah berjalan, khususnya di kalangan yang cerdas bersosial media.

Namun tdtap masih ada saja kalangan yang ketinggalan zaman dan belum sampai derajat cerdas seperti di atas. Masih doyan saja posting-posting hoaks dimana-mana. Lucunya, pas terbukti postingannya hoaks kelas wahid, dia santai saja melenggang tanpa merasa berdosa.

Minta maaf kek, koreksi kek, ralat kek, apa kek. Nggak melakukan apa-apa coba. Cuma cengar cengir aja, innocent tidak merasa berdosa.

Kalau di dunia ilmu hadits, orang yang pernah sekali posting hoaks sudah dapat gelar : AL-KADZDZAB (sang pendusta). Semua hadits yang dia riwayatkan tidak akan pernah dipakai orang selamanya.

Ahmad Sarwat
21 Maret pukul 15.47 ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.