By. Ahmad Sarwat, Lc.MA
Anak-anak muda yang baru pada ngaji kemarin sore biasanya mudah terprovokasi dengan slogan yang serba sunnah. Apa-apa kudu sunnah, doa kudu yang ma'tsur.
Konyolnya sering pula pada kelewatan, sampai bilang kalau doa nggak sesuai sunnah dan tisak ma'tsur, bukan hanya tidak diterima, bahkan dianggap berdosa.
Kepercayaan keliru dan sesat seperti inilah yang kemudian jadi semacam standar kefahaman agama di kebanyakan komunitas anak muda hijrah.
Doa itu tidak boleh ngarang sendiri, harus ada tuntunan dari Nabi SAW. Itu pun riwayatnya harus shahih. Kalau dhaif tetap haram digunakan buat doa. Begitulah kesesatan macam itu ditanamkan di tiap kajian.
Padahal Imam Asu-Sudais dan imam lainnya di masjid Al-Haram Mekkah dan Nabawi Madinah kalau lagi doa qunut, baik qunut nazilah atau qunut witir, selain teksnya panjang sekali, juga tidak hanya mengutip dari Quran Sunnah, tapi juga dari hasil mengarang bebas.
Lafadz doanya itu boro-boro ma'tsur, yang ada itu hasil ngarang sebdiri. Boro-boro shahih, palsu pun tidak.
Tapi doa beliau diamini jamaah semesjid. Tak ada yang protes bilang tidak sunnah, apalagi tidak sunnah.
Kejadiannya bukan di masjid tradisional yang dituduh biang bid'ah, ini terjadi di Saudi Arabia. Di pusatnya penyebaran dakwah sunnah.
Ahmad Sarwat
23 Maret 2020 (2 jam ·)
#Ahmad Sarwat