Masalah seperti ini sudah pernah disampaikan kepada Mufti Al-Azhar:
ﻣﺎ ﺭﺃﻯ اﻟﺪﻳﻦ ﻓﻰ اﺣﺘﻔﺎﻝ ﺑﻌﺾ اﻟﺪﻭﻝ ﺑﺄﻋﻴﺎﺩ ﻣﺜﻞ ﺃﻋﻴﺎﺩ اﻟﻨﺼﺮ ﻭﻋﻴﺪ اﻟﻌﻤﺎﻝ ﻭﻋﻴﺪ ﺭﺃﺱ اﻟﺴﻨﺔ ﻭﻏﻴﺮﻫﺎ؟
Apa pandangan Agama tentang perayaan hari kemerdekaan, hari buruh, tahun baru dan sebagainya?
Mufti Al-Azhar, Syekh Athiyyah Shaqr menyampaikan penjelasan sangat luas. Bahwa perayaan dalam Islam ada yang dijelaskan dalam Agama seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Ada yang tidak dijelaskan secara langsung seperti Maulid Nabi, Isra Miraj dan sebagainya, yang memiliki 2 pendapat antara yang membolehkan dan membidahkan.
Beliau melanjutkan:
اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻟﻢ ﻳﺤﺼﺮ اﻷﻋﻴﺎﺩ ﻓﻴﻬﻤﺎ، ﺑﻞ ﺫﻛﺮ ﻓﻀﻠﻬﻤﺎ ﻋﻠﻰ ﺃﻋﻴﺎﺩ ﺃﻫﻞ اﻟﻤﺪﻳﻨﺔ اﻟﺘﻰ ﻧﻘﻠﻮﻫﺎ ﻋﻦ اﻟﻔﺮﺱ، ﻭﻣﻨﻬﺎ ﻋﻴﺪ اﻟﻨﻴﺮﻭﺯ ﻓﻰ ﻣﻄﻠﻊ اﻟﺴﻨﺔ اﻟﺠﺪﻳﺪﺓ ﻓﻰ ﻓﺼﻞ اﻟﺮﺑﻴﻊ، ﻭﻋﻴﺪ اﻟﻤﻬﺮﺟﺎﻥ ﻓﻰ ﻓﻀﻞ اﻟﺨﺮﻳﻒ
Hadis ini tidak sekedar membatasi hari raya Iedul Fitri dan Idul Adha saja. Hadis itu menjelaskan keutamaan keduanya dibanding hari perayaan penduduk Madinah yang mereka terima dari Persia. Diantaranya ada perayaan Nairuz dan Mahrajan di awal tahun musim dingin dan panas.
ﻭﻟﻢ ﻳﺮﺩ ﻧﺺ ﻳﻤﻨﻊ اﻟﻔﺮﺡ ﻭاﻟﺴﺮﻭﺭ ﻓﻰ ﻏﻴﺮ ﻫﺬﻳﻦ اﻟﻌﻴﺪﻳﻦ
Tidak ada dalil Nash yang melarang untuk ikut senang dan bahagia di selain Idul Fitri dan Idul Adha (Fatawa Al-Azhar 10/160)
Mufti Al-Azhar ini tetap mensyaratkan perayaan tersebut tidak menyimpang dari koridor syariat Islam.
Namun ada riwayat dari ulama Salaf kita berkenaan di malam Tahun Baru bangsa dan agama lain, seperti yang disampaikan oleh Imam Al-Baihaqi:
ﻛَﺎﻥَ ﺯُﺑَﻴْﺪٌ اﻟْﻴَﺎﻣِﻲُّ ﻭَﻣَﻌَﻪُ ﺟَﻤَﺎﻋَﺔً ﺇِﺫَا ﻛَﺎﻥَ ﻳَﻮْﻡُ اﻟﻨَّﻴْﺮُﻭﺯِ، ﻭَﻳَﻮْﻡُ اﻟْﻤِﻬْﺮَﺟَﺎﻥِ اﻋْﺘَﻜَﻔُﻮا ﻓِﻲ ﻣﺴﺎﺟﺪﻫﻢ، ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻟُﻮا: " ﺇِﻥَّ ﻫَﺆُﻻَءِ ﻗَﺪِ اﻋْﺘَﻜَﻔُﻮا ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻔْﺮِﻫِﻢْ، ﻭَاﻋْﺘَﻜَﻔْﻨَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺇِﻳﻤَﺎﻧِﻨَﺎ ﻓَﺎﻏْﻔِﺮْ ﻟَﻨَﺎ "
Zubaid Al-Yami dan jamaahnya melakukan itikaf di masjid mereka pada hari perayaan (tahun) Nairuz dan Mahrajan. Doanya: "Mereka beri'tikaf atas kekufuran mereka. Sementara kami beritikaf atas iman kami. Maka ampunilah kami" (Syuab Al Iman)
Ma'ruf Khozin
29 Desember pukul 18.57 ·
#Ma'ruf Khozin