by. Ahmad Sarwat, Lc.,MA
Ustadz, bolehkah kita talfik?
Ini pertanyaan paling sering saya terima setiap buka sesi tanya jawab usai ceramah.
Kalau pakai standar di kitab-kitab ushul fiqih, jawabannya pasti talfik itu haram dan tidak boleh. Alasannya panjang dan lebar, yang tidak perlu saya tuliskan disini.
Namun saya melihat ada sudut pandang yang berbeda antara haramnya talfik yang dimaksud dalam kitab-kitab ushul fiqih dengan pertanyaan jamaah yang lugu dan awam.
Jamaah kita ini bertanya karena dia terkaget-kaget mendengar adanya sekian banyak mazhab dengan masing-masing perbedaannya. Dan ketika dia mengukur ke diri sendiri, baru sadar bahwa selama ini dia tidak pernah berada lurus dalam satu mazhab, tapi bercampur-aduk sedemikian rupa.
Maka keluarlah pertanyaan, apakah kita boleh taflik?
Jawaban saya biasanya tidak pakai SOP lewat text-book kitab-kitab ushul fiqih. Sebab jawabannya pasti akan bikin si penanya down, meradang dan sakit hati. Saya harus menjawab dengan bijak. Sebab saya sednag berhadapan dengan kalangan yang terenggut hak-haknya untuk belajar agama sejak kecil.
Kelasnya agak setara dengan para muallaf yang baru masuk Islam gini hari. Tidak sempat merasakan manisnya menuntut ilu agama sejak kecil. Tidak sempat belajar ilmu fiqih secara baku, standar, benar dan runut. Kadar pengetahuannya dalam bidang ilmu fiqih jauh di bawah minus.
Orang-orang macam ini tidak jahat, juga bukan lawan yang harus dimusuhi apalagi dimisuhi. Tidak boleh kita habisi. Sebab mereka ini pada dasarnya hanya korban sistem pendidikan agama yang melenceng. Mereka cuma victim dari arus sekulerisasi ilmu-ilmu keislaman.
Saya lebih sering menjawab sesuai kenyataan saja. Ibarat anda itu seorang ibu yang naik motor lewat di jalan raya, sebenarnya anda mungkin saja banyak melanggar lalu lintas. Tapi berhubung anda perlu bepergian, sebaiknya hindari jalan raya. Naik motornya keluar masuk kampung saja.
Karena anda belum banyak tahu aturannya, saya sarankan sebaiknya anda jangan mengemudi sendiri, tapi bonceng saja minta disupiri oleh yang sudah punya SIM.
Atau kalau tidak, kenapa anda tidak ikut sekolah mengemudi saja, biar lebih paham dan nyambung aturan lalu lintas.
Satu lagi, selama anda belum mahir aturan lalu lintas, sebaiknya anda jangan pamer, apalagi mengajarkan cara berlalu lintas kepada orang-orang.
Ahmad Sarwat
31 Oktober pukul 06.23 ·
#Ahmad Sarwat