by. Ahmad Sarwat, Lc.,MA
Ini bukan yel-yel khas Ustadz Maulana di TV. Tapi ini lagi bicara tentang arti jamaah itu sendiri dalam pandangan syariah Islam yang sering dipelestkan.
Dulu saya sempat mengalami kebingungan dengan konsep jamaah. Gara-garanya apa lagi kalau bukan salah input alias salah informasi bin salah doktrin saudaranya salah paham.
Sebab hadits-hadits yang disodorkan itu teramat meyakinkan, kayak sungguhan dan sulit membedakannya. Matannya mungkin kalau dibaca oleh orang lain, biasa-biasa saja.
Namun ketika disampaikan dalam format urgensi beriltizam dan berpegang teguh pada jamaah, apalagi dalam suasana pergerakan, maka kekuatan indoktrinasinya sangat ampuh melumpuhkan sistem syaraf.
1. Wajib Berjamaah Kalau TIdak Berarti Ikut Setan
عليكم بالجماعة وإياكم والفرقة فإن الشيطان مع الواحد
Wajiblah kalian masuk jama’ah dan jangan melepaskan diri. Karena setan itu bersama orang yang bersendirian (HR. Tirmidzi)
2. Wajib Memerangi Yang Memecah-belah Jamaah
ستكون بعدي هنات وهنات، فمن رأيتموه فارق الجماعة، أو يريد أن يفرق أمر أمة محمد كائنا من كان فاقتلوه ؛ فإن يد الله مع الجماعة، و إن الشيطان مع من فارق الجماعة يركض
“Sepeninggalku akan ada huru-hara yang terjadi terus-menerus. Jika diantara kalian melihat orang yang memecah belah Jama’ah atau menginginkan perpecahan dalam urusan umatku bagaimana pun bentuknya, maka perangilah ia. Karena tangan Allah itu berada pada Jama’ah. Karena setan itu berlari bersama orang yang hendak memecah belah Jama’ah” (HR. As Suyuthi)
3. Yang Keluar Dari Jamaah Halal Darahnya
لا يحل دم امرىء مسلم يشهد أن لا إله إلا الله وأني رسول الله إلا بإحدى ثلاث : الثيب الزاني والنفس بالنفس والتارك لدينه المفارق للجماعة. ( متفق عليه )
Tidak dihalalkan darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa aku adalah utusan Allah, kecuali salah satu di antara tiga kelompok orang ini, yaitu seorang janda (orang yang telah menikah) yang berzina, seseorang yang membunuh orang lain, dan orang yang meninggalkan agamanya, yakni orang yang memisahkan dirinya dari jama’ah. (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits-hadits tentang kewajiban berjamaah ini jelas mengunci mati saya untuk tetap berada di dalam 'jamaah' itu. Kalau sampai tidak taat, apalagi mbalelo keluar dari struktur dan segala aktifitasnya (nasyath), maka akan disebut sebagai anggota jamaah yang futur, termasuk al-mutasaqituna fi thariqid dakwah, bahkan bisa juga diperlakukan seperti orang murtad.
Saya masih inget sekali seorang ustadz menyapa saya bukan dengan 'assalamu 'alaikum' tetapi dengan sapaan 'selamat siang'. Mungkin maunya nyindir kalau saya dalam pandangan matanya sudah bukan muslim lagi, gara-gara nggak mua lagi ikutan apa yang dia sebut sebagai 'jamaah'.
Mungkin saya ini haram untuk disapa dengan sapaan seorang muslim. Bayangkan, selamat siang, gitu loh. Gue masih inget betul orangnya sampai sekarang. Wajahnya masih sangat jelas di ingatan saya. Mungkin dia sudah lupa atau tak ingat sama sekali. Tetapi paham ala takfir yang mencetak jati dirinya sejak masuk pergerakan memang tidak bisa dibohongi.
Namun terakhir saya dengar dia juga akhirnya keluar dari jamaah yang dia bangga-banggakan itu. Jamaah yang mencetaknya menjadi orang Islam sendirian, sedangkan yang tidak ikut di dalam jamaahnya dia kafirkan, meski secara tersamar.
Pengen juga sih saya sekarang ini menyapanya dengan sapaan : Selamat malam. Tapi nggak tega. Yah sudah lah. Urusan kita nanti di akhirat saja.
Betapa mengerikannya cara menyimpangkan pemahaman hadits ini. Saya yang bertahun-tahun sejak kecil sudah rajin ngaji saja pun banyak terkecoh, sampai sudah jadi ustadz pun masih suka terkecoh.
Kalau lah tidak Allah menyelamatkan saya, pastilah masih gitu-gitu juga cara berpikir saya. Mirip kisah Yusuf ketika nyaris tercebur dalam masalah.
لَوْلَا أَنْ رَأَىٰ بُرْهَانَ رَبِّهِ
ِِAndaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. (QS. Yusuf : 24)
Sebenarnya berjamaah itu sama saja dengan berorganisasi, tidak ada hubungannya dengan keimanan dan keislaman. Tidak mentang-mentang saya mundur dari sebuah organisasi, lantas iman saya pun runtuh, keislaman saya jadi bubar. Sama sekali tidak. Mau mundur ya mundur saja, mau masuk ya masuk saja.
Surga neraka tidak ada kaitannya dengan berorganisasi. Shalat berjamaah saja pun tidak wajib menurut jumhur ulama. Hanya mazhab Hambali yang mewajibkan. Hanafi dan Maiki bilang sunnah muakkadah, Syafi'i malah bilangnya fardhu kifayah. Nah apalagi berjamaah yang pada dasarnya cuma sekedar berorganisasi. Hukumnya mubah-mubah saja.
Tapi ya itu tadi, namanya anak muda, belum makan asam garam kehidupan. Masih culun, ingusan dan rada kurang nyambung. Mau saja dicekokin konsep jamaah yang aneh semacam itu.
Jamaah oh jamaah. Alhamdu . . . lillah
Ahmad Sarwat
27 November pukul 10.10 ·
#Ahmad Sarwat