Assalamu 'alaikum wr. wb.
Salah seoang teman lama tiba-tiba mengisim sms kepada saya. Rupanya sekarang dia ikut gabung dengan ISIS di Suriah sana. Yang menarik perhatian, teman lama itu menawarkan bahwa dia sekarang menjual budak yang bisa dibeli kalau tertarik. Terus terang saya bingung, maka saya kirim pertanyaan ini kepada ustadz :
1. Bisakah di masa kita sekarang ini kita memiliki budak? Misalnya dengan jalan membelinya atau karena orang kafir kalah perang lalu mereka kita jadikan budak. Apakah hukum-hukum yang terkait dengan perbudakan sudah dihapus dari Al-Quran?
2. Mohon penjelasan ustadz terkait status budak di masa lalu, apakah benar-benar seperti hewan? Benarkah budak wanita yang kita miliki itu boleh disetubuhi tanpa harus dinikahi terlebih dahulu?
Wassalam
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Di masa sekarang ini nampaknya kita kesulitan untuk memiliki budak. Sebab sudah tidak ada lagi sistem perbudakan.
Di mana pun di muka bumi ini kita tidak akan menemukan pasar budak yang legal dan diakui secara hukum resmi. Kalaupun ada, sebenarnya cuma perdagangan manusia (human traficking) liar yang diperangi oleh semua hukum yang ada. Dan tentu saja status hukumnya bukan budak.
Adapun peperangan yang terjadi di berbagai belahan dunia ini, walaupun saling berbunuhan namun harus diketahui bahwa tetap berlaku hukum peperangan.
Buktinya ada pengadilan penjahat perang, dimana para pemimpin peperangan bisa saja dihukum karena melanggar kode etik dan hukum perang yang berlaku.
Dan hukum peperangan yang berlaku di dunia international tetap tidak mengakui adanya perbudakan bagi rakyat yang negaranya kalah perang. Adapun perilaku yang dilakukan oleh kelompok separatis yang memperbudak manusia, jelas secara status tidak bisa diakui sebagai budak.
Jadi Anda tidak bisa datang ke wilayah konflik untuk sekedar membeli budak dari kalangan tawanan perang. Kalaupun komandan perang itu memang buka lapak dan kios budak yang dijual, tetap saja jual-beli manusia itu ilegal untuk ukuran zaman sekarang.
A. Apakah Ayat Quran Tentang Halalnya Budak Sudah Dihapus?
Para ulama di masa sekarang ini berbeda pendapat. Sebagian dari mereka mengatakan hukum-hukum terkait dengan budak sudah tidak berlaku lagi di masa sekarang. Alasannya karena perbudakan sudah hilang dari muka bumi.
Namun sebagian kalangan mengatakan bahwa hukumnya tidak dihapus, sebab penghapusan hukum syariah itu hanya boleh terjadi di masa Rasulullah SAW saja, yaitu selama wahyu belum berhenti turun.
Yang terjadi adalah bahwa sistem perbudakan untuk zaman sekarang ini sudah tidak ada, oleh karena itu hukum-hukumnya untuk sementara tidak terpakai alias nganggur, tetapi bukan berarti hukum-hukum itu dihapus.
Lagi pula siapa yang bisa menjamin kalau sistem perbudakan tidak muncul lagi di dunia? Sebab peradaban-peradaban besar yang pernah ada di muka bumi datang silih berganti. Peradaban besar hancur lalu manusia memulai lagi peradaban itu secara primitif. Dan bisa saja suatu ketika perbudakan muncul lagi di muka bumi.
B. Perbedaan Budak dan Orang Merdeka
Kalau kita bandingkan antara budak dengan orang yang merdeka, ada beberapa poin utama, antara lain :
1. Setengah Manusia Setengah Hewan
Meski secara fisik berbentuk manusia, namun secara nilai, status dan kedudukan, seorang budak setara dengan hewan. Boleh dibilang, budak adalah hewan yang berwujud manusia. Atau bisa juga sebaliknya, budak adalah manusia dengan kedudukan setingkat hewan.
Di masa sekarang ini kita mungkin agak sulit membayangkan realitas ini, tetapi umat manusia sepanjang puluhan abad telah hidup di tengah perbudakan manusia atas manusia.
Para budak itu tidak dianggap sebagai manusia yang utuh, tetapi dianggap hanya separuh manusia. Selebihnya, manusia hanya seharga hewan peliharaan.
2. Dimiliki Sebagai Aset Produktif
Ketika seorang tuan memiliki budak, maka kepemilikannya atas budak itu setara dengan kepemilikan atas nilai suatu harta, atau hewan ternak dan hewan peliharaan.
Dengan kata lain, memiliki budak berarti memiliki investasi, karena budak termasuk harta yang produktif, yang bisa menghasilkan pemasukan, baik berupa uang atau sejenisnya. Bahkan budak juga bisa dipelihara untuk dikembang-biakkan.
Orang kaya biasanya punya banyak budak dari berbagai jenis dan level. Berapa jumlah budak yang dimiliki oleh seseorang di masa itu, adalah salah satu ukuran status sosial, dan juga ukuran tingkat kekayaan yang dimiliki.
3. Diperjual-belikan
Karena nilai budak tidak lebih dari sekedar aset, maka budak bisa diperjual-belikan dengan harga yang ditawarkan dan disepakati.
Di semua kota dan peradaban di masa lalu, selalu ada pasar budak, dimana budak-budak didatangkan dari jauh untuk dipamerkan dan ditawarkan kepada penawar tertinggi.
Tidak terkecuali di Kota Mekkah Al-Mukarramah di masa itu, juga ada hari-hari dimana orang datang ke pasar untuk menjual atau membeli budak. Juga ada para broker yang selalu siap mensuplai budak-budak yang dibutuhkan.
Biasanya semakin kuat dan kekar seorang budak, harga jualnya akan semakin tinggi. Dan budak perempuan terkadang punya nilai harga tertentu, baik dari segi kecantikannya, atau juga dipengaruhi dari jenis dan ras budak itu.
Persis kalau kita datang ke toko hewan peliharaan, harga hewan-hewan itu bervariasi tergantung dari banyak faktor.
4. Tidak Punya Hak Kepemilikan
Budak adalah aset yang dimiliki, meski berwujud manusia, tetapi kedudukannya seperti hewan, sehingga tidak punya hak kepemilikan atas harta.
Budak dipekerjakan oleh tuannya, hasilnya 100% milik tuannya. Persis seperti pemilik delman yang memelihara kuda untuk mengangkut penumpang, uang pembayarannya sepenuhnya menjadi pemilik delman. Kuda itu sendiri tidak punya hak serupiah pun atas tenaganya.
Demikian juga peternak sapi, semua yang dikerjakan sapi termasuk susunya, 100% menjadi hak milik peternak, dan bukan hak milik sapi. Sapi cukup diberi makan, minum dan perawatan.
5. Disetubuhi Tanpa Dinikahi
Yang berlaku di semua peradaban manusia saat itu bahwa budak wanita yang dimiliki boleh disetubuhi oleh tuan pemiliknya, tanpa lewat proses pernikahan sebelumnya.
Dan hal itu juga berlaku di dalam syariat Islam. Di dalam Al-Quran Al-Kariem disebutkan hal tersebut :
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ إِلاَّ عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ
Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. (QS. Al-Mu’minun : 5-6)
Namun penting sekali untuk dicatat bahwa bukan Islam yang mengada-adakan sistem perbudakan ini. Islam datang ketika sistem perbudakan seperti di atas sudah berlaku ribuan tahun lamanya. Sehingga dalam proses tasyri', sebagian dari sistem hukum yang berlaku secara international itu tidak bisa dihindari untuk sementara.
Tetapi sekarang ketika sistem perbudakan sudah 100% tamat di seluruh permukaan bumi, maka hukum-hukum di atas yang awalnya masih diakui syariah, secara otomatis tidak berlaku lagi.
C. Memperlakukan Manusia Merdeka Sebagai Budak Hukumnya Haram
Seluruh peradaban dunia di masa lalu memang pernah melegalkan perbudakan manusia dan diakui dalam sistem hukum positif. Pasar budak di masa itu legal dan diakui secara resmi.
Dan para budak itu menjadi aset kekayaan sah dan legal di mata hukum.
Lalu datanglah syariat Islam yang meruntuhkan sistem perbudakan ini secara manis. Bukan hukumnya yang dihancurkan, tetapi para budaknya yang dihabisi lewat berbagai macam paket pembebasan budak. Islam mengharamkan riba yang jadi cikal bakal tumbuhnya perbudakan manusia.
Islam juga menghukum mati penyamun di padang pasir, yang paling getol menjadikan manusia merdeka sebagai budak.
Islam juga menetapkan bahwa orang merdeka yang nikah secara resmi dengan budak, maka anak yang dilahirkan otomatis anak merdeka. Sehingga cara ini memperkecil populasi jumlah budak di dunia.
Bahkan dari 8 ashnaf zakat, salah satunya adalah biaya untuk membebaskan budak dengan jalan diberi uang penebusan diri.
Pelanggar puasa di siang hari dengan berjima' maka dihukum dengan membebaskan budak. Membunuh nyawa secara keliru juga dihukum dengan membebaskan budak. Melanggar sumpah dihukum dengan membebaskan budak. Menzhihar istri dihukum dengan membebaskan budak.
Maka kalau hari ini ada pihak-pihak yang justru ingin menghidup-hidupkan lagi perbudakan, apalagi lewat jalur perang dan pembegalan, maka mereka itu bukan hanya berbuat dosa tetapi secara trang-terangan menentang Rasulullah SAW dengan cara menginjak-injak misi kemanusia yang beliau SAW bawa.
Intinya, merampas kemerdekaan tiap manusia dengan cara menjadikannya sebagai budak adalah sebuah kejahatan kemanusiaan dalam pandangan syariah Islam, dan sekaligus juga kejahatan perang.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Ahmad Sarwat
4 September (57 menit ·)
#Ahmad Sarwat