Ada Apa Dengan Ibnu Taimiyah dan Pengikut Paham Asy'ari?

Ada Apa Dengan Ibnu Taimiyah dan Pengikut Paham Asy'ari? - Kajian Medina
Ada Apa dengan Ibnu Taimiyah dan pengikut paham Asy'ari?

Banyak orang salah paham tentang sikap beliau, ada yang merasa lebih kokoh dan lebih paham tentang kondisi para pengikut paham Asy'ary, dan bahkan mungkin lebih kokoh dalam mempertahankan akidahnya dibanding Ibnu Taimiyyah.

Ada pula yang merasa bahwa Ibnu Taimiyyah woles saja dengan berbagai penyimpangan dari akidah salaf.

Padahal siapapun yang sejenak saja berselancar di karya karya beliau niscaya mengetahui siapa beliau dan bagaimana sikap beliau.

Ketegasan, keluasan dan ketajaman ilmu beliau menjadikan beliau mampu menyibak berbagai penyimpangan dan kemudian meluruskannya.

Namun demikian ketulusan dan kebesaran jiwa beliau menjadikannya selalu mengedepankan kasih sayang kepada semua orang termasuk semua orang yang menyelisihinya. Semua itu dalam bingkai amar ma'ruf dan nahi mungkar semata, yang beliau jalani dengan penuh ketulusan niat.

Dengan segala perbedaan beliau masih tetap menyadari bahwa mayoritas orang yang menyelishinya adalah bagian dari keluarga besar ummat Islam. Karena itu, semangat mempertahankan keutuhan keluarga besar dalam setiap upaya ingkar mungkar selalu memancarkan aroma harum semangat menyatukan barisan bukan semangat memperlebar pebedaan dan memperdalam ketegangan, apalagi membangun tembok pemisah untuk selamanya.

Beliau melakukan hal ini karena menyadari bahwa siapapun orangnya di dunia ini selain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak ada yang sempurna, sehingga pada dirinya dapat saja tergabung antara alasan alasan untuk mencintai dan alasan alasan untuk mengingkari dan membenci. Benci kemungkaran dan cinta kepada keimanan dan ketakwaannya.

Beliau berkata: “Bila pada diri seseorang terdapat kebaikan dan kejelekan, kefajiran dan ketaatan, kemaksiatan, sunnah dan bid’ah, maka ia berhak mendapatkan pembelaan (loyalitas) dan pahala sebesar kebaikan yang ada pada dirinya. Sebagaimana ia juga berhak mendapat permusuhan dan hukuman sebanding dengan kejelekan yang ada pada dirinya. Dengan demikian pada diri seseorang bisa saja terkumpul hal hal yang menyebakannya dimuliakan dan hal hal yang menyebabkan dirinya dihinakan. Bagaikan seorang pencuri yang dihukumi dengan dipotong tangannya karena ia mencuri, dan disantuni dari baitul mal, sebesar kebutuhannya karena ia miskin. Ini adalah prinsip yang disepakati oleh seluruh ahlissunnah wa al jamaah, dan diselisihi oleh sekte khawarij, mu’tazilah dan yang sepaham dengan mereka .” (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah
28/209)

Walau demikian, tiada henti beliau difitnah, disakiti dan bahkan dianggap kafir oleh berbagai oknum yang bersebrangan dengan beliau, namun demikian beliau tetap bijak dan proporsional. Tidak membalasa kelancangan dengan kelancangan serupa, namun disikapi dengan ilmu dan kebesaran jiwanya.

Simak pernyataan beliau berikut ini agar anda mengetahui betapa berat resiko beliau meluruskan kesalahan para pengikut paham Asy’ari dan lainya: “Demikianlah kondisinya, dan sungguh aku tetap berlapang dada kepada semua yang menyelisihiku, karena walaupun ia melampaui batas batas hukum Allah dalam sikap-sikapnya kepadaku, dengan mengkafirkan aku, atau menganggap aku fasiq, atau berdusta atas diriku atau bersikap fanatisme jahiliyah, maka aku tidak akan merespon sikapnya dengan cara melampaui batas batas Allah. Namun yang aku lakukan adalah aku berusaha mengendalikan setiap ucapan dan perbuatanku, sebagaimana aku terus berusaha untuk menimbang setiap ucapan dan perbuatanku dengan timbangan keadilan, sesuai dengan petunjuk Al Kitab yang Allah turunkan sebagai petunjuk bagi seluruh ummat manusia, dan pemutus semua perkara yang dipersilisihkan diantara mereka”. (Majmu’ Fatwa Ibnu Taimiyyah 3/245)

Inilah Ibnu Taimiyyah, semoga anda semakin mengenal beliau sehingga dapat meneladani keluasan ilmu dan kebesaran jiwa beliau. Amiin

Dr Muhammad Arifin Badri
13 jam ·


Syafii Indonesia, Syafii Rasa Hambali - Kajian Medina
Syafii Indonesia, syafii rasa hambali.

Dalam hal fiqih syafii, tapi dalam hal aqidah menganut paham asy’ari padaha Abu Al Hasan Al Asy’ari adalah pengikut mazhab Hambali.

Dalam hal suluk banyak yang mengikuti syeikh Abdul Qadir Al Jilany yang juga pengikut mazhab Hambali.

Salafy dalam hal akidah, fiqih, dan suluk meyoritasnya hambali.

Uniknya, keduanya sama sama banyak yang belum menyadari fakta tersebut.

Merenung yuk.

Dr Muhammad Arifin Badri
2 jam ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.