Kurang Adab Dalam Menyikapi Perbedaan Pendapat Ulama

Kurang Adab Dalam Menyikapi Perbedaan Pendapat Ulama - Kajian Medina
ITU BUKAN SIKAP TOLERAN, TAPI KURANGNYA ADAB DALAM MENYIKAPI PERBEDAAN PENDAPAT ULAMA

Dalam perkara ijtihadi, hampir tak mungkin bisa ditemukan "kata pemutus" yang bisa dijadikan acuan semua pihak, sehingga semua bisa sepakat atas satu pendapat saja. Karakteristik perkara ijtihadi itu sendiri yang membuatnya diperselisihkan hukumnya oleh para ulama.

Karena itu, dalam konteks tarjih pun, hasil tarjihnya hanya sampai derajat zhanni, tidak qath'i, masih membuka peluang kekeliruan di dalamnya. Tidak bisa disatukan dan tidak perlu disatukan.

Kecuali, jika pemerintah menjadikan satu pendapat sebagai undang-undang, maka dalam konteks undang-undang ia bersifat memaksa. Tapi ini persoalan yang berbeda lagi.

Termasuk juga soal kecenderungan "memilih pendapat yang ringan" atau "memilih pendapat yang berat". Saya beri tanda petik, karena persoalan ini tak terlalu sederhana sebenarnya, dan tak akan tuntas dibahas di status ini.

Ada yang mengkritik buku tulisan Al-Qaradhawi, Al-Halal Wal Haram, dan menyebutnya dengan ungkapan "Al-Halal Wal Halal", karena di buku tersebut, Al-Qaradhawi memilih menetapkan hukum halal pada sekian persoalan, yang oleh banyak ulama lain dianggap haram. Al-Qaradhawi pun mengkritik balik, dan menawarkan pengkritik untuk menulis buku "Al-Haram Wal Haram".

Al-Qaradhawi menjelaskan, perbedaan dalam penetapan hukum pada perkara ijtihadi itu hal biasa, sudah terjadi pada para ulama terdahulu. Sehingga perlu disikapi secara dewasa.

Nah, termasuk pada bab tashwir, kemudian persoalan yang mengikutinya, yaitu hukum fotografi, kemudian hukum edit foto hasil fotografi, para ulama berbeda pendapat. Ada yang sangat ketat, ada yang cenderung longgar. Ini hal biasa, bagi yang terbiasa membaca perbedaan pendapat dan kecenderungan ulama dalam istinbath ahkam.

Saling kritik antar ulama saat berbeda pendapat pun, itu biasa. Hal wajar. Yang menguatkan satu pendapat berdasarkan hasil kajiannya, tentu akan berusaha menunjukkan argumentasi yang menguatkan pendapatnya, sekaligus menunjukkan kelemahan pendapat lawan.

Nah kita yang melihat hal ini, harusnya bisa bersikap lebih dewasa. Silakan punya kecenderungan pada pendapat tertentu. Silakan pilih pendapat tertentu, entah karena anda bisa melakukan tarjih, atau kecenderungan ala orang awam.

Salah satu sikap dewasa yang harus dimunculkan adalah, tidak mengolok-olok dan menertawakan pendapat berbeda, atau memberi emoticon tertawa. Apalagi jika anda sebenarnya tak punya ilmu yang memadai dalam fiqih. Ilmu tak ada, ditambah senang merendahkan dan mengolok-olok pihak lain, ini kira-kira layak disebut sebagai apa?

Bukan masalah anda cenderung pada pendapat yang "lebih ringan" atau "lebih berat", tapi pada sikap dewasa dan kemampuan menghormati pendapat yang berbeda.

Kebiasaan menertawakan dan mengolok-olok itu tidak menunjukkan anda lebih paham fiqih Islam, atau tidak kaku dalam beragama, atau lebih toleran dalam perkara khilaf. Kebiasaan itu menunjukkan anda belum punya adab dalam menyikapi perbedaan pendapat ulama.

~ Muhammad Abduh Negara ~

Muhammad Abduh Negara
21 Juli pukul 00.36 ·



Kurang Adab Dalam Menyikapi Perbedaan Pendapat Ulama - Kajian Medina
1. Bercanda boleh dalam agama, tapi mencandakan agama harus sangat hati-hati.

2. Tak sepakat atas suatu pendapat boleh-boleh saja. Tapi kalau anda awam, perbanyak diam, bukan membantah. Apalagi jika membantah dan mengolok-olok.

3. Hukum tashwir, sebagai bahasan asal. Kemudian hukum fotografi, sebagai bahasan lanjutan. Kemudian hukum edit foto hasil fotografi. Semuanya terdapat khilaf ulama di dalamnya.

Kalau anda mampu membuat kajian fiqihnya, silakan tulis kajian fiqihnya, dan rajihkan salah satu pendapat, dengan tetap menghormati pendapat berbeda.

Tapi kalau anda awam mutlak, silakan pilih pendapat tertentu, setelah itu diam. Tak usah sok-sokan mengerti kajian fiqih. Apalagi sambil mengolok-olok pendapat berbeda.

4. Dengan mengolok-olok pendapat berbeda, anda tidak kemudian menjadi ahli fiqih atau layak menjadi rujukan fiqih. Bahkan jika aslinya anda sangat awam, berarti anda sebenarnya jahil murakkab yang layak diberi peringatan keras.

Dan orang-orang yang ikut olok-olokan anda, sama keadaannya.

Muhammad Abduh Negara
21 Juli pukul 00.01 ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.