Salah satu sebabnya karena para ulama pendiri mazhab justru sosok ulama ahli hadits yang punya sanad kuat dan dekat dengan Rasulullah SAW.
Contohnya Imam Ahmad (w. 241 H) pendiri mazhab Hambali, beliau punya banyak guru, salah satunya yang paling besar adalah Imam As-Syafi'i (w. 204 H), pendiri mazhab Asy-Syafi'i.
Dan Asy-Syafi'i juga punya banyak guru, namun yang paling besar adalah Imam Malik (w. 179 H), pendiri mazhab Maliki. Imam Malik sendiri adalah muridnya Nafi' (w. 117 H) maula Ibnu Umar.
Dan Nafi' adalah muridnya Ibnu Umar radhiyallahuanhu (w. 73 H). Ibnu Umar itu muridnya Nabi SAW langsung.
Jadi para imam mazhab itu kenapa kita ikuti?
Karena mereka ulama yang punya sanad, punya silsilah mengaji dan memegang jalur periwayatan hadits yang paten dan pasti. Jalur sanadnya sangat jelas bersambung kepada Rasulullah SAW.
Dengan catatan penting, jalur periwayatannya sangat dekat. Bahkan antara Imam Malik ke level para shahabat cuma melewati satu orang saja, yaitu Nafi'.
Kalau ada hadits diriwayatkan oleh Imam Malik, lewat jalur Nafi' dari Abdullah Ibnu Umar, semua sepakat menyebutnya sebagai Ashahhul Asanid (sanad yang paling shahih). Julukannya adalah silsilah dzahabiyah (mata rantai emas).
Coba bandingkan dengan kalangan yang anti mazhab atau setidaknya mereja tidak mau bermazhab. Tokoh-tokohnya rata-rata hidup sangat jauh dari masa kenabian. Sudah dipisahkan jarak waktu 1000-an tahun lebih.
Coba cek timeline masa hidup tokoh-tokohnya semacam Asy-Syaukani (w. 1.250 H), penyusun kitab Nailul Authar dan Ash-Shan'ani (w. 1.182 H) penyusun kitab Subulus-Salam. Bayangkan jarak sanadnya sudah terlalu jauh dari masa kenabian.
Apalagi Albani (w. 1.420 H) penyusun Silsilah Ahadits Dha'ifah. Tokoh yang satu ini malah polos terus terang mengaku sama sekali tidak punya sanad hadits. Ilmunya cuma mengandalkan buku cetakan hasil terbitan zaman modern. Tidak punya guru hadits khusus yang memberinya jalur sanad periwayatan hadits langsung.
Jadi silahkan pilih, mau ikut para imam mazhab yang punya jalur sanad amat kuat dan amat dekat ke Rasulullah, atau mau ikut tokoh yang berjarak lebih dari 1.000 tahun sepeninggal Beliau SAW?
Prtanyaannya jangan diplintir : Mau ikut ulama apa ikut Nabi? Pertanyaannya kurang cerdas. Jelas semua mau ikut Nabi.
Tapi Nabi SAW kan sudah wafat. Maka kita ikut para ahli waris Nabi, yaitu para ulama. Tinggal pilih, mau ikut ulama yang lebih dekat jaraknya ke Nabi atau yang terpisah 1000-an tahun dari Nabi SAW?
Anak SD pun mudah menjawabnya.
Ahmad Sarwat, Lc.MA
Ahmad Sarwat
22 Juni pukul 08.20 ·
#Ahmad Sarwat