Kalau saat ini kita pikir-pikir secara objektif dengan tenang dan penuh hikmah, rasa-rasanya ungkapan tertutupnya pintu ijtihad ini ada benarnya juga.
Apalagi saat kita terjebak di pusaran arus terkini, dimana semua orang bisa tiba-tiba mengangkat diri sebagai ulama, lalu seenaknya memproduksi fatwa sendiri sesuai kebutuhan dan hajat pribadi atau golongan.
Dunia perulamaan kita saat ini benar-benar rapuh parah. Pemalsuan terjadi dimana-mana, cari ulama yang asli malah susahnya minta ampun. Sampai banyak orang meyakini bahwa ulama asli memang sudah punah. Yang tersisa tinggal replikanya saja.
Mirip dengan kasus software bajakan di Indonesia. Mau beli yang original? Susahnya minta ampun, kita malah kesulitan mendapatkan versi aslinya. Keping CD lagu atau DVD film juga sama saja nasibnya. Bajakannya tersebar merata dimana-mana, sedang versi originalnya malah belum pernah lihat. Mau halal saja susah banget.
Mirip surat dokter palsu dengan stempel dokter palsu yang dipesan di pinggir jalan. Di negeri ini siapa saja bisa pesan stempel, termasuk memalsukan stempel pak dokter. Gunanya untuk nyetempel surat ijin sakit, padahal bolos gak masuk kerja.
Caranya surat dokter asli discan, lalu diedit pakai Photoshop terus diprint. Stempelnya pesan di pinggir jalan, lalu dicap. No telp dan alamat dokternya tinggal diganti biar kalau ditelpon tulalit doang. Siapa yang peduli?
Sesederhana itu memalsukan surar dokter. Dan sesederhana itu memalsukan fatwa. Tinggal pakai atribut mirip ulama, bikin organisasi dan papan nama bernuansa ulama, tambah lagi sering-sering cermah, masuk tipi, rekaman yutub, kesannya kayak ulama beneran, padahal 100% asli bajakan.
Jangankan orang awam, yang ulama beneran pun seringkali ketipu dengan penampilan macam ini. Ini namanya ulama bajakan, yang bikin fatwa bajakan.
Wajar lah kalau di masa lalu untuk menghindari berbagai macam pemalsuan keulamaan dan fatwa seenaknya, para ulama bikin aturan yang menegaskan bahwa pintu ijtihad sudah ditutup. Orang awam gak punya kapasitas keilmuan tingkat tinggi gak ada yang boleh lagi ijtihad, karena pastinya cuma mau merusak tatanan yang sudah ada.
Semua fatwa dan kebutuhan ijtihad sudah tersedia dalam jumlah yang cukup lengkap. Anda tidak usah sok ijtihad lah. Jangan pakai alasan tidak tersedia ijtihad ulama klasik. Anda saja yang tidak pernah belajar agama, jadi banyak tidak tahu hasil-hasil ijtihad para ulama.
Seharusnya tinggal pelajari saja ijtihad para ulama yang sudah menggunung jumlah kitabnya. Semua jawabannya ada disitu kok. Cuma Anda tidak bisa bahasa Arab dan Anda tidak pernah belajar mata kuliah : Pengantar Ilmu Ijtihad 1, 2 dan 3. Itu nilainya 9 SKS.
Gak paham kok bisa-bisanya sok mau ijtihad. Maksa pula. Hasilnya cuma ijtihad liar, palsu, tidak ada yang mengakuinya serta jadi bahan tertawaan saja. Ijtihad abal-abal 100% bajakan.
Ahmad Sarwat, Lc.MA
Ahmad Sarwat
15 Mei pukul 06.30 ·
#Ahmad Sarwat