✒️ Ustadz Muhammad Muzakka.
Termasuk syarat sah shalat adalah suci badan, pakaian dan tempat. Maka dari itu tidak sah shalat jika di salah satu dari tiga diatas terdapat najis yang tidak di ma'fu (tidak ditolerir).
Berkaitan dengan pertanyaan bagaimana hukum shalat memakai Parfum beralkohol?
Alkohol statusnya adalah najis karena telah menjadi khomr (sesuatu yang memabukkan) akan tetapi jika hanya sebagai campuran maka terjadi perbedaan pendapat:
Pendapat pertama, hukumnya adalah najis yang ditolerir sebatas untuk menjaga kualitasnya. Jika lebih dari itu, sampai merubah parfum itu menjadi alkohol (parfumnya kalah dengan alkohol) maka hukumnya tidak ditolerir.
Pendapat kedua, hukumnya najis yang tidak ditolerir. Dan ini pendapat yang ihtiyat (kehati-hatian).
Bisa disimpulkan bahwa hukum parfum beralkohol adalah najis yang ditolerir jika sebatas untuk ishlah (kelayakan) sehingga shalatnya tetap sah. Namun untuk kehati-hatian pakailah parfum yang non alkohol karena sebagian Ulama Muta'akhirin berpendapat najis. WaLlahu A’lam.
Referensi
زاد المقيم والمسافر فيما يحتاج إليه من الأوامر صـــ ١١-١٢ ط. دار الكتب العلمية
فائدة: قال في فقه المذاهب الأربعة في مبحث ما يعفى عنه من النجاسات، ومنها المائعات النجسة التي تضاف إلى الأدوية والروائح العطرية « اللونطة" لإصلاحها فإنه يعفى عن القدر الذي به الإصلاح قياسا على الأنفخة المصلحة للجبن اهـ ١/ ٢٤ أي خلافا لبعض المتأخرين حيث قال بنجاسة ذلك وهو الأحوط.
Makna Petuk
[Faidah] Telah berkata Syekh Abdurrahman Al-Jaziri dalam kitabnya Al-Fiqh Ala Madzahib Al-Arba'ah ketika pembahasan perkara najis yang dima'fu : “termasuk najis yang dima'fu adalah cairan-cairan najis (alkohol) yang digunakan (sebagai campuran) dalam obat-obatan dan parfum untuk tujuan ishlah (menambah kualitas dan kuantitasnya, misalnya sebagai pengawet, agar wanginya semerbak dll ;pen). Maka yang dima'fu adalah sebatas yang digunakan untuk ishlah tersebut, disamakan dengan masalah usus babat yang digunakan untuk menambah kualitas keju. Hal ini berbeda dengan pandangan Ulama Muta'akhirin yang mengatakan bahwa hukumnya najis (yang tidak dima'fu)”.
الفقه الإسلامي وأدلته ج ٧ صـــ ٥٢٦٤
٢ - مادة الكحول غير نجسة شرعاً، بناء على ما سبق تقريره من أن الأصل في الأشياء الطهارة، سواء كان الكحول صرفاً أم مخففاً بالماء ترجيحاً للقول بأن نجاسة الخمر وسائر المسكرات معنوية غير حسية، لاعتبارها رجساً من عمل الشيطان. وعليه، فلا حرج شرعاً من استخدام الكحول طبيا كمطهر للجلد والجروح والأدوات وقاتل للجراثيم، أو استعمال الروائح العطرية (ماء الكولونيا) التي يستخدم الكحول فيها كمذيب للمواد العطرية الطيارة
Makna Petuk
“Zat alkohol tidak najis menurut syara’ berdasarkan penjelasan yang telah lalu bahwa segala sesuatu asalnya adalah suci, baik berupa alkohol murni ataupun alkohol yang telah dikurangi kandungannya dengan campuran air, mengunggulkan pendapat yang mengatakan bahwa najis khamr dan semua perkara yang memabukkan itu bersifat maknawiyah bukan hissiyyah (yang bisa di indera), karena dianggap kotor yang termasuk bagian perbuatan setan. Berdasarkan pendapat ini, maka menurut syara' tidak berdosa menggunakan alkohol untuk medis seperti untuk membersihkan kulit, luka, obat-obatan, membunuh bakteri. Atau digunakan sebagai aroma parfum (cairan kolonia) dimana alkohol dicampur didalamnya seperti untuk melelehkan zat pengharum ruangan...”.
الجامع لأحكام الصلاة ج ١ صـــ ١٦٦
وإِنَّ من أعظم ما ابتُلي به المسلمون في هذه الأيام صناعة الأدوية وصناعة العطور ، ففي الكثير منهما يدخل الكحول، لذا فالواجب على المسلم أن يتحرى حين شرائهما، فإن كان الدواء أو العطر يظل الكحول فيه على ماهيته وخاصِّيته فإن الدواءَ هذا والعطرَ لا يحل استعماله ويظل نجساً، أما إن استحال الكحول فيهما إلى مادة جديدة ذات خاصية جديدة فإنه يجوز حينئذ استعماله.
Makna Petuk
Termasuk musibah besar orang-orang islam pada hari ini adalah menggunakan obat-obatan dan parfum karena sebagian besar adalah dicampuri alkohol. Oleh karena itu wajib bagi orang islam untuk waspada saat membelinya. Kalau obat dan parfum itu menjadi alkohol (karena kadar alkohol lebih banyak, misalnya) maka tidak halal memakainya dan menjadi najis. Sedangkan kalau alkohol itu menjadi zat baru yang mempunyai khasiat (kegunaan) baru maka ketika seperti ini boleh menggunakannya.
الفقه الإسلامي وأدلته ج ٧ صـــ ٥١١١
السؤال الثاني عشر:
هناك كثير من الأدوية تحوي كميات مختلفة من الكحول تترواح بين ٠١% و ٢٥% ومعظم هذه الأدوية من أدوية الزكام واحتقان الحنجرة والسعال وغيرها من الأمراض السائدة. وتمثل هذه الأدوية الحاوية للكحول ما قارب ٩٥% من الأدوية في هذا المجال مما يجعل الحصول على الأدوية الخالية من الكحول عملية صعبة أو متعذرة، فما حكم تناول هذه الأدوية؟
الجواب:
للمريض المسلم تناول الأدوية المشتملة على نسبة من الكحول إذا لم يتيسر دواء خال منها، ووصف ذلك الدواء طبيب ثقة أمين في مهنته.
Untuk melengkapi hasil rumusan, maka kami tampilkan hasil Bahtsul Masail Muktamar NU, dimana as'ilahnya adalah dari Kec. Senori Kab. Tuban.
©️ Hasil Muktamar NU
I. Masalah
Bagaimana hukumnya benda cair yang dinamakan alkohol? Najiskah atau tidak? Kalau najis, maka bagaimana hukumnya minyak wangi yang dicampur dengan alkohol. Apakah dimaafkan untuk shalat atau tidak? Kalau dimaafkan, apakah memang dimaafkan secara mutlak atau dengan syarat telah hancur. Karena kami mengetahui campurannya minyak wangi itu 1.000 alkohol dan 50 gram wangi‑wangian. ( NU Cab. Senori Tuban).
II. Putusan
Bahwa alkohol itu termasuk benda yang menjadi perselisihan hukumnya di antara para ulama.
Dikatakan bahwa alkohol itu najis, sebab memabukkan. Dan juga dikatakan bahwa alkohol itu tidak najis, sebab tidak memabukkan, bahkan mematikan seperti racun. Dan Muktamar berpendapat najis hukumnya. Karena alkohol itu menjadi arak. Adapun minyak wangi yang dicampuri alkohol itu, kalau campurannya hanya sekedar menjaga kebaikannya, maka dimaafkan. Begitupun halnya obat‑obatan.
Kembali
III. Referensi
رد الفصول في مسألة الخمر والكحول
فِيْ تَعْرِيْفِ الكُحُوْلِ وَكَانُوْا يُسَمُّوْنَهُ رُوْحَ العَرَقِ وَالعَرَقُ يُسَمُّوْنَهُ رُوْحَ الخَمْرِ. ثُمَّ تَرَافَتْ الصِنَاعَةُ فِيْهِ فَصَارُوْا يُخْرِجُوْنَهُ مِنْ كُلِّ مَا يَقْبَلُ التَخَمُّرَ بِذَاتِهِ أَوْ بِالتَخْمِيْرِ بِالمَاءِ.
Tentang Pengertian al-Kuhul, Para ahli menyebutnya dengan ruhul ‘araqi (proses penguapan), dan penguapan itu dinamakan ruhul khamr (sebagai produk akhir). Kemudian para ahli memprosesnya sehinga menghasilkan benda yang memuat unsur khamr, baik zatnya atau karena diproses dengan bantuan air.
المباحث الوفية في حكم العطر الأفرنج للسيد عثمان البتاوي صـــ ٦
المَبْحَثُ الثَّالِثُ فِي تَعْرِيْفِ الْكُحُوْلِ الَّذِي اِسْتَفَدْنَاهُ مِنْ كَلاَمِ مَنْ يَعْرِفُ حَقِيْقَتَهُ الَّذِي يَقْبَلُهُ الْحِسُّ مَعَ مَا رَأَيْنَاهُ مِنَ آلاَتِ صِنَاعَتِهِ. وَهُوَ عُنْصُرٌ بُخَارِيٌّ يُوْجَدُ فِى الْمُتَخَمَّرَاتِ الْمُسْكِرَاتِ مِنَ الأَشْرِبَةِ، فَبِوُجُوْدِهِ فِيْهَا يَحْصُلُ الإِسْكَارُ، وَيُوْجَدُ هَذَا الْكُحُوْلُ أَيْضًا فِيْ غَيْرِ الأَشْرِبَةِ مِنْ مُتَخَمَّرَاتٍ نَقِيْعِ نَحْوِ الأَزْهَارِ وَالأَثْمَارِ الَّذِي يُتَّخَذُ طِيْبًا وَغَيْرَهُ كَمَا يُوْجَدُ مِنْ مَوْقُوْدِ الْخَشَبِ بِآلاَتِ حَدِيْدِيَّةٍ مَخْصُوْصَةٍ، وَهَذَا الأَخِيْرُ أَضْعَفُ الْكُحُوْلِ كَمَا أَنَّ أَقْوَاهُ الَّذِي يُوْجَدُ فِى خَمْرِ الْعِنَبِ.
Pembahasan ketiga tentang pengertian alkohol, yaitu yang kami ketahui dari keterangan orang yang mengetahui hakekatnya serta yang kami lihat dari peralatan industri pembuatannya. Jadi, alkohol merupakan produk penguapan dari jenis unsur minuman yang memabukkan, dimana terdapat unsur itu maka ia memabukkan. Alkohol ini juga terdapat pada selain minuman, yaitu dari rendaman air bunga dan buah buahan yang dibuat untuk wangi-wangian dan lainnya, sebagaimana juga terdapat pada arang kayu yang diproses dengan peralatan khusus dari logam. Yang terakhir ini merupakan alkohol dengan kadar paling rendah, sedangkan yang terdapat pada perasan anggur merupakan alkohol dengan kadar tinggi. ( Sayyid Utsman al-Batawi, al-Mabahitsul Wafiyah fi Hukmil A’thari al-Afranjiya, berupa naskah tulisan tangan yang didapat dari Perpustakaan Nasional RI, h. 6. )
وَمِنْهَا المَائِعَاتُ النَّجِسَةُ الَّتِي تُضَافُ إِلَى الأَدْوِيَةِ وَالرَّوَائِحِ الْعِطْرِيَّةِ ِِلإِصْلاَحِهَا فَإِنَّهُ يُعْفَى عَنِ الْقَدْرِ الَّذِي بِهِ الإِصْلاَحُ.
Di antara (najis yang ma’fu) adalah najis yang cair yang dicampurkan pada obat dan minyak wangi untuk kelayakannya. Cairan tersebut dapat di-ma’fu dengan kadar yang dapat memenuhi kelayakannya. ( Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘alal Madzahibil Arba’ah, (Beirut: Darul Fikr, 1417 H/1996 M), Cet. ke-1, Jilid I, h. 22. )
WaLlahu A’lam
Copyright © 2020 Aswaja Muda Tuban
Feri Hendriawan
14 Oktober 2020·