Farid Nu'man Hasan
Masalah penyikapan terhadap sifat-sifat Allah ๏ทป, telah menjadi polemik keras sesama umat Islam. Telah memakan waktu belasan Abad lamanya, bahkan sampai saling mengkafirkan terjadi di antara mereka.
๐ Mereka yang mengaku mengikuti salaf meyakini bahwa Allah ๏ทป mesti disifati sebagaimana zahirnya ayat dan hadits. Tanpa taโwil, taโthil, takyif, tahrif, dan tasybih. Menurut mereka, kita mesti mensifat Allah ๏ทป sebagaimana Allah dan RasulNya sifati untuk diriNya. Ketika Allah ๏ทป menyebut dirinya punya Wajah dan Tangan, beristiwa di atas โarsy, maka hendaknya itsbat (menetapkan) apa adanya sebagaimana adanya, begitulah Allah ๏ทป, tanpa kita menyerupai dengan makhlukNya. Bahkan yang mengingkari pemahaman bahwa Allah ๏ทป di atas โasry, di atas langit, maka dia tela kafir.
Dari Abu Muthiโ Al Hakam bin Abdillah Al Balkhiy -pemilik kitab Al Fiqhul Akbar, beliau berkata,
ุณุฃูุช ุฃุจุง ุญูููุฉ ุนู ู ูููู ูุง ุฃุนุฑู ุฑุจู ูู ุงูุณู ุงุก ุฃู ูู ุงูุฃุฑุถ ููุงู ูุฏ ููุฑ ูุฃู ุงููู ุชุนุงูู ูููู ุงูุฑุญู ู ุนูู ุงูุนุฑุด ุงุณุชูู ูุนุฑุดู ููู ุณู ูุงุชู ูููุช ุฅูู ูููู ุฃููู ุนูู ุงูุนุฑุด ุงุณุชูู ูููู ูุงู ูุง ูุฏุฑู ุงูุนุฑุด ูู ุงูุณู ุงุก ุฃู ูู ุงูุฃุฑุถ ูุงู ุฅุฐุง ุฃููุฑ ุฃูู ูู ุงูุณู ุงุก ููุฏ ููุฑ ุฑูุงูุง ุตุงุญุจ ุงููุงุฑูู ุจุฅุณูุงุฏ ุนู ุฃุจู ุจูุฑ ุจู ูุตูุฑ ุจู ูุญูู ุนู ุงูุญูู
Aku bertanya pada Abu Hanifah mengenai perkataan seseorang yang menyatakan, โAku tidak mengetahui di manakah Rabbku, di langit ataukah di bumi?โ Imam Abu Hanifah lantas mengatakan, โOrang tersebut telah kafir karena Allah Taโala sendiri berfirman,
ุงูุฑููุญูู ููู ุนูููู ุงููุนูุฑูุดู ุงุณูุชูููู
โAllah menetap tinggi di atas โArsyโ. Dan โArsy-Nya berada di atas langit.โ Orang tersebut mengatakan lagi, โAku berkata bahwa Allah memang menetap di atas โArsy.โ Akan tetapi orang ini tidak mengetahui di manakah โArsy, di langit ataukah di bumi. Abu Hanifah lantas mengatakan, โJika orang tersebut mengingkari Allah di atas langit, maka dia kafir.โ( Lihat Al โUluw, Imam Adz Dzahabi, hal. 135-136, Maktab Adhwaus Salaf, Riyadh, cetakan pertama, 1995.)
Dan, masih banyak perkataan seperti ini dari para ulama Islam.
๐ Sementara itu, kelompok kedua, yaitu pihak yang menyadarkan pada pemahaman Imam Abul Hasan Al Asyโariy, dan mereka pun juga meyakininya sebagai pemahaman salaf, bahwa mereka memahami Allah ๏ทป itu wujud, tanpa tempat dan arah (atas, bawah, kanan , kiri). Maha Suci Allah dari itu semua. Allah ๏ทป tidak membutuhkan tempat dan arah, sebab tempat dan arah adalah makhluk. Allah ๏ทป tidak membutuhkan makhluk, karena Dia qiyamuhu binafsihi, dan makhluklah yang membutuhkanNya. Jika Allah ๏ทป di atas langit dan โarsy. Maka di manakah Allah ๏ทป ketika langit dan โarsy belum ada?
Bagi pihak ini, sifat-sifat Allah ๏ทป mesti di taโwil atau juga sebagian di tafwidh, itulah pemahaman Salaf yang sebenarnya. Seperti istawa di atas 'arsy, mesti dipahami istawla (berkuasa) bukan sedang duduk di atas โarsy, Allah di langit maknanya Allah itu Maha Tinggi, bukan bermakna zhahirnya. Dan seterusnya. Bahkan mereka juga mengkafirkan pihak yang mengatakan Allah ๏ทป memiliki tempat ayau berada di sebuah tempat.
Imam Ibn Nujaim Al Hanafi Berkata:
ููููุฑ ุจุงุซุจุงุช ุงูู ูุงู ููู ุชุนุงูู, ูุฅู ูุงู: ุงููู ูู ุงูุณู ุงุก, ูุฅู ูุตุฏ ุญูุงูุฉ ู ุง ุฌุงุก ูู ุธุงูุฑ ุงูุฃุฎุจุงุฑ ูุง ูููุฑ, ูุฅู ุฃุฑุงุฏ ุงูู ูุงู ููุฑ
Artinya: "Dan kafir orang yang menetapkan tempat bagi Allah Ta'ala, kalau ia berkata "Allah di langit" jika maksud ucapan tersebut adalah hanya menceritakan zhahirnya khabar maka ia tidak kufur, tetapi jika maksudnya adalah tempat bagi Allah maka ia kafir" (Al Bahr Ar Raa'iq, 5 / 129)
Imam Ibn Hajar al-Haitami dalam karyanya berjudul Al Minhรขj Al Qawรฎm โAlรข Al Muqaddimah Al Hadhramiyyah menuliskan sebagai berikut:
ูุงุนูู ุฃู ุงูููุฑูุงูู ูุบูุฑู ุญููุง ุนู ุงูุดุงูุนู ูู ุงูู ูุฃุญู ุฏ ูุฃุจู ุญูููุฉ ุฑุถู ุงููู ุนููู ุงูููู ุจููุฑ ุงููุงุฆููู ุจุงูุฌูุฉ ูุงูุชุฌุณูู ุ ููู ุญููููู ุจุฐูู
โKetahuilah bahwa Al Qarafi dan lainnya telah meriwayatkan dari Al Imรขm asy-Syafiโi, Al Imรขm Malik, Al Imรขm Ahmad dan Al Imรขm Abu Hanifah bahwa mereka semua sepakat mengatakan bahwa seorang yang menetapkan arah bagi Allah dan mengatakan bahwa Allah adalah benda maka orang tersebut telah menjadi kafir. Mereka semua (para Imam madzhab) tersebut telah benar-benar menyatakan demikianโ (Al Minhรขj Al Qawรฎm, Hal. 224)
Dalam kitab Syarh Al Fiqh Al Akbar yang telah disebutkan di atas, Imam Ali Al Qari menuliskan sebagai berikut:
ูู ู ุฃุธูู ู ู ู ูุฐุจ ุนูู ุงููู ุฃู ุงุฏุนู ุงุฏุนุงุกู ู ุนูููุง ู ุดุชู ูุงู ุนูู ุฅุซุจุงุช ุงูู ูุงู ูุงูููุฆุฉ ูุงูุฌูุฉ ู ู ู ูุงุจูุฉ ูุซุจูุช ู ุณุงูุฉ ูุฃู ุซุงู ุชูู ุงูุญุงูุฉุ ููุตูุฑ ูุงูุฑูุง ูุง ู ุญุงูุฉ
โMaka barangsiapa yang berbuat zhalim dengan melakukan kedustaan kepada Allah dan mengaku dengan pengakuan-pengakuan yang berisikan penetapan tempat bagi-Nya, atau menetapkan bentuk, atau menetapkan arah; seperti arah depan atau lainnnaya, atau menetapkan jarak, atau semisal ini semua, maka orang tersebut secara pasti telah menjadi kafirโ (Syarh Al Fiqh Al Akbar, hal. 215)
Dan semisal ini masih banyak juga.
โ Jalan Kompromis
Di antara dua pendapat ini, sebenarnya masih ada jalan untuk dikompromikan. Sebab pada dasarnya dua pemahaman ini bertemu dalam beberapa titik pokok. Di antaranya:
1. Keduanya sama-sama menghendaki kesucian dan keagungan bagi sifat-sifat Allah ๏ทป
2. Keduanya sama-sama tidak ingin menyamakan Allah ๏ทป dengan makhluk sedikit pun
3. Tapi, keduanya berbeda dalam caranya saja. Kelompok pertama mensucikan sifat-sifatNya dengan memangkas semua bentuk taโwil, memahami apa adanya sebagaimana zahirnya. Kelompok kedua memberikan taโwil dalam rangka mensucikannya dari taโwil-taโwil menyimpang, sebagai koridor, agar orang jahil dan awam memmiliki panduan apalagi setelah Islam menyebar ke negeri-negeri tak berbahasa Arab.
Oleh karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan:
โTidak dibenarkan mengkafirkan orang yang keliru dalam masalah ini kecuali terpenuhinya syarat-syarat kekufuran. Ini hanya ada pada khilafiyah yang kontradiktif dan hakiki.โ
Lalu kata Beliau: โada pun perbedaan-perbedaan lain seperti dalam ragam atau dalam masalah lafal serta ungkapan, merupakan khilaf ringan. Hal ini banyak terjadi dalam masalah-masalah khabariyah (keyakinan). โ (Majmuโ Fatawa, 6/58)
Imam Asy Syathibi Rahimahullah mengatakan:
โSalah satu masalah yang diperselisihkan adalah masalah sifat. Apabila kita teliti maksud kedua kelompok, kita dapatkan bahwa keduanya berkeyakinan melindungi kesucian, menafikan kekurangan dan meninggikan derajatNya. Perbedaan mereka hanyalah ada cara yang ditempuh, dan ini sama sekali tidak mengurangi niat suci mereka sama sekali. Alhasil, kadar perbedaan ini layaknya seperti perbedaan furuโ saja. (Al Iโtisham, 2/187)
Syaikh Hasan Al Banna Rahimahullah mengatakan:
ุฃููุง : ุงุชูู ุงููุฑููุงู ุนูู ุชูุฒูู ุงููู ุชุจุงุฑู ูุชุนุงูู ุนู ุงูู ุดุงุจูุฉ ูุฎููู .
ุซุงููุง : ูู ู ููู ุง ููุทุน ุจุฃู ุงูู ุฑุงุฏ ุจุฃููุงุธ ูุฐู ุงููุตูุต ูู ุญู ุงููู ุชุจุงุฑู ูุชุนุงูู ุบูุฑ ุธูุงูุฑูุง ุงูุชู ูุถุนุช ููุง ูุฐู ุงูุฃููุงุธ ูู ุญู ุงูู ุฎูููุงุช ุ ูุฐูู ู ุชุฑุชุจ ุนูู ุงุชูุงููู ุง ุนูู ููู ุงูุชุดุจูู .
ุซุงูุซุง : ูู ู ู ุงููุฑูููู ูุนูู ุฃู ุงูุฃููุงุธ ุชูุถุน ููุชุนุจูุฑ ุนู ุง ูุฌูู ูู ุงููููุณ ุ ุฃู ููุน ุชุญุช ุงูุญูุงุณ ู ู ุง ูุชุนูู ุจุฃุตุญุงุจ ุงููุบุฉ ููุงุถุนููุง ุ ูุฃู ุงููุบุงุช ู ูู ุง ุงุชุณุนุช ูุง ุชุญูุท ุจู ุง ููุณ ูุฃูููุง ุจุญูุงุฆูู ุนูู ุ ูุญูุงุฆู ู ุง ูุชุนูู ุจุฐุงุช ุงููู ุชุจุงุฑู ูุชุนุงูู ู ู ูุฐุง ุงููุจูู ุ ูุงููุบุฉ ุฃูุตุฑ ู ู ุฃู ุชูุงุชููุง ุจุงูุฃููุงุธ ุงูุชู ุชุฏู ุนูู ูุฐู ุงูุญูุงุฆู ุ ูุงูุชุญูู ูู ุชุญุฏูุฏ ุงูู ุนุงูู ุจูุฐู ุงูุฃููุงุธ ุชุบุฑูุฑ .
ูุฅุฐุง ุชูุฑุฑ ูุฐุง ููุฏ ุงุชูู ุงูุณูู ูุงูุฎูู ุนูู ุฃุตู ุงูุชุฃููู ุ ูุงูุญุตุฑ ุงูุฎูุงู ุจูููู ุง ูู ุฃู ุงูุฎูู ุฒุงุฏูุง ุชุญุฏูุฏ ุงูู ุนูู ุงูู ุฑุงุฏ ุญูุซู ุง ุฃูุฌุฃุชูู ุถุฑูุฑุฉ ุงูุชูุฒูู ุฅูู ุฐูู ุญูุธุง ูุนูุงุฆุฏ ุงูุนูุงู ู ู ุดุจูุฉ ุงูุชุดุจูู ุ ููู ุฎูุงู ูุง ูุณุชุญู ุถุฌุฉ ููุง ุฅุนูุงุชุง
Pertama. Kedua kelompok sepakat dalam mensucikan Allah ๏ทป dari bentuk penyerupaan dengan makhlukNya.
Kedua. Semua kelompok sepakat untuk memutuskan bahwa maksud lafal dalam nash-nash seperti ini sepenuhnya dalam konteks yang sesuai dengan zat Allah ๏ทป, bukan sebagaimana dipahami untuk makhlukNya. Dengan demikian keduanya sepakat menghindari tasybih (penyerupaan Allah ๏ทป dengan makhluk).
Ketiga. Semua pihak sepakat bahwa lafal-lafal ini disebutkan untuk mendekatkan pemahaman dalam benak, atau diletakkan dalam kerangka indrawi pengguna bahasa itu. Dan sebuah bahasa betapa pun tingginya, tidak mampu mengungkapkan sesuatu yang memang tidak dimengerti oleh penggunanya. Esensi yang berhubungan dengan zat Alah ๏ทป dipahami dalam konteks tersebut. Bahasa memang memiliki kelemahan untuk mengungkapkan hakikat ini.
Jika sudah ditetapkan yang demikian ini, maka antara salaf dan khalaf sepakat secara prinsip atas dasar-dasar taโwil. Perbedaan mereka adalah bahwa khalaf menambahkan pembatasan makna yang dikandung dengan tetap menjaga kesucian Allah ๏ทป dengan tujuan agar orang awam tidak terjerumus dalam pemahaman tasybih. Perbedaan seperti ini tidak seharusnya menghasilkan kegoncangan. (Majmuโah Ar Rasail, Al Aqaid, Hal. 330)
Lalu Beliau melanjutkan:
ูุฎูุงุตุฉ ูุฐุง ุงูุจุญุซ ุฃู ุงูุณูู ูุงูุฎูู ูุฏ ุงุชููุง ุนูู ุฃู ุงูู ุฑุงุฏ ุบูุฑ ุงูุธุงูุฑ ุงูู ุชุนุงุฑู ุจูู ุงูุฎูู ุ ููู ุชุฃููู ูู ุงูุฌู ูุฉ ุ ูุงุชููุง ูุฐูู ุนูู ุฃู ูู ุชุฃููู ูุตุทุฏู ุจุงูุฃุตูู ุงูุดุฑุนูุฉ ุบูุฑ ุฌุงุฆุฒ ุ ูุงูุญุตุฑ ุงูุฎูุงู ูู ุชุฃููู ุงูุฃููุงุธ ุจู ุง ูุฌูุฒ ูู ุงูุดุฑุน ุ ููู ููู ูู ุง ุชุฑู ุ ูุฃู ุฑ ูุฌุฃ ุฅููู ุจุนุถ ุงูุณูู ุฃููุณูู ุ ูุฃูู ู ุง ูุฌุจ ุฃู ุชุชูุฌู ุฅููู ูู ู ุงูู ุณูู ูู ุงูุขู ุชูุญูุฏ ุงูุตููู
Kesimpulannya, ulama khalaf dan salaf sepakat bahwa kandungan maksud itu bukan pada lahiriyahnya lafal yang telah dikenal oleh makhluk, tapi ia adalah taโwil yang masih global. Mereka juga sepakat bahwa semua taโwil yang bertentangan dengan syariat adalah terlarang. Perbedaan hanyalah terjadi pada perbedaan lafal yang masih dibenarkan oleh syaraโ, dan itu masalah ringan sebagaimana engkau lihat, dan ini juga hal yang para salaf sering menggunakannya. Yang terpenting untuk dilakukan bagi kaum muslimin sekarang adalah penyatuan barisan, menghimpun kata sedapat yang kita mampu lakukan. (Ibid, Hal. 331)
Demikianlah jalan kompromis para ulama yang begitu jeli melihat titik persamaan, yang dengannya pertumpahan darah dan fitnatut takfir bisa dihindari.
Maka, semuanya adalah Ahlus Sunnah wal Jamaโah, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Asfarayini berikut ini.
[ุงููุงุฆุฏุฉ ุงูุฑุงุจุนุฉ ุงูุชุนุฑูู ุจุฃูู ุงูุณูุฉ]
(ุงูุฑููุงุจูุนูุฉู) : ุฃููููู ุงูุณูููููุฉู ููุงููุฌูู ูุงุนูุฉู ุซูููุงุซู ููุฑููู: ุงููุฃูุซูุฑููููุฉู ููุฅูู ูุงู ูููู ู ุฃูุญูู ูุฏู ุจููู ุญูููุจููู - ุฑูุถููู ุงูููููู ุนูููููุ ููุงููุฃูุดูุนูุฑููููุฉู ููุฅูู ูุงู ูููู ู ุฃูุจูู ุงููุญูุณููู ุงููุฃูุดูุนูุฑูููู - ุฑูุญูู ููู ุงููููููุ ููุงููู ูุงุชูุฑููุฏููููุฉู ููุฅูู ูุงู ูููู ู ุฃูุจูู ู ูููุตููุฑู ุงููู ูุงุชูุฑููุฏููููุ ููุฃูู ููุง ููุฑููู ุงูุถููููุงูู ููููุซููุฑูุฉู ุฌูุฏููุง
Faidah yg keempat: Definisi Ahlus Sunnah.
Keempat: Ahlus Sunnah ada tiga kelompok.
1โฃ Al Atsariyah, imam mereka adalah Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah
2โฃ Al Asy'ariyah, imam mereka adalah Imam Abul Hasan Al Asy'ariy Rahimahullah
3โฃ Al Maturidiyah, imam mereka adalah Imam Abu Manshur Al Maturidiy Rahimahullah
Adapun firqoh sesat sangat banyak... (Lawami' Al Anwar Al Bahiyah wa Sawathi' Al Asrar Al Atsariyah, Imam Syamsuddin As Safariyniy Al Hambaliy)
Jadi, kalau ada yang mengatakan Al Asyโariyah bukan Ahlus Sunnah adalah berlebihan. Kadang pengikut Asyโriyah juga menyerang golongan Al Atsariyah, yang dua abad belakangan disebut dengan Wahabiyah, dengan sebutan mujassimah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:
ููุฃูู ููุง ููุนููู ุงููุนูููู ูุงุกู ููุฃูุฆูู ููุฉู ุงููุฃูุดูุนูุฑููููุฉู ููู ููู ููุนูููููู ู ุนูุฒููุฑู. ููุนูุงุฏูุชู ุงููููุนูููุฉู ุนููููููู ููู ููู ููุนููู ู ููู ููููุณู ุฃูููููุง ูููููุนูููุฉู ููููุนูุชู ุงููููุนูููุฉู ุนููููููู. ููุงููุนูููู ูุงุกู ุฃูููุตูุงุฑู ููุฑููุนู ุงูุฏููููู ููุงููุฃูุดูุนูุฑููููุฉู ุฃูููุตูุงุฑู ุฃูุตูููู ุงูุฏููููู.
ู ุฌู ูุน ุงููุชุงูู : 16/4
Adapun melaknat para ulama asy'ariyah, maka melaknat mereka mesti dita'zir (dihukum), dan laknat itu kembali kepada pelakunya. Barangsiapa yang melaknat org yang tdk berhak dilaknat maka laknat itu kembali kepada si pelaknat. Para ulama adalah pembela cabang-cabang agama, dan golongan asy'ariyah adalah pembela-pembela dasar-dasar agama. (Majmu' Al Fatawa, 4/16)
Para imam seperti Imam Ibnu Hajar Al 'Asqalani, Ibnu Hajar Al Haitami, An Nawawi, Ibnu Furak, Ibnul Jauzi, Al Ghazali, Al Bulqini, Al Baqilani, Al Juwaini, Abu Syamah, Ibnu An Nahwi, As Suyuthi, Ali Al Qari, Zakariya Al Anshari, Al Qalyubi, Al Qasthalani, ... dll -Rahimahumullah- semua ini Asy'ariyah.
Diperkirakan Asyโariyah adalah mayoritas umat Islam hari ini, juga dianut oleh mayoritas kampus-kampus Islam ternama. Walau untuk ini belum ada sensus atau data yan bisa menjadi komparasinya.
Mereka semua Ahlus Sunnah dan dalam satu rumah bersama Imam Ahmad, Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul Qayyim, Imam Muhammad bin Abdil Wahhab.. hanya saja mgkin yg satu ada di ruang tamu, yg lain ruang makan, tapi masih satu rumah yang sama, Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
Sikap menuduh yg lain bukan ahlus sunnah adalah sikap yg paling sensitif terjadinya perpecahan umat Islam. Hendaknya setiap muslim berhati-hati dalam masalah ini.
Wallahu A'lam
Fahmi Salim
24 November 2015 ยท
Referensi Lain :
Mendamaikan Ahlus Sunnah di Nusantara - Asy'ari dan Wahabi
Bedah Buku "Mendamaikan Ahlus Sunnah di Nusantara: Mencari Titik Kesepakatan antara Asy'ariyah dan Wahabiyah". Pembicara pertama adalah AM Waskito (penulis buku), pembicara kedua adalah Ust. Farid Achmad Okbah, MA. Bedah buku ini diselenggarakan oleh penerbit buku Islam Pustaka Al-Kautsar di masjid Al-A'raf toko buku Walisongo, Senen, Jakarta Pusat.
#Farid Nu'man Hasan
#Ustadz Fahmi Salim