Doktor Wahbah Az-Zuhaili memang fenomenal dengan kitab 11 jilid alfiqhul islami wa adillatuhu. Setidaknya bagi pembelajar fiqih perbandingan, kitabnya itu sangat bermanfaat.
Namun ada juga sisi lain, yaitu beliau jadi agak 'tertuduh' sebagai orang yang tidak jelas mazhab fiqihnya. Malah sebagian teman mengira beliau bermazhab Hanafi.
Padahal beliau Syafi'i miah bil miah, one hundred percent dan dijamin originalitasnya. Dan semakin terbukti ketika beliau merilis kitab berikutnya yaitu al-fiqhusy-syafi'i al-muyassar, meski hanya dua jilid saja.
Sebenarnya saya agak kurang puas ketika terbit hanya dua jilid saja. Kenapa cuma segitu ya? Padahal seharusnya 11 jilid juga atau malah lebih.
Sebab kita penasaran dengan mazhab As-Syafi'i yang unik ini, khususnya ketika membangun hujjahnya. Hujjahnya terdiri dari kekuatan dua madrasah besar, madrasah ahli hadits (Maliki) dan madrasah ahli ra'yi (Hanafi) sekaligus.
Ini full power banget, karena gabungan dua kekuatan itu jelas beda. Dan serunya, bahkan sampai pendiri mazhab keempat pun yaitu Imam Ahmad bin Hanbal, lebih banyak ikut pendapat Imam Syafi'i, ketimbang pendapat Imam Malik atau Iman Abu Hanifah. Keren kan?
Penasaran saja, kok bisa segitu powerfull-nya performa mazhab ini. Keren abis lah. Sebab kalau bicara hujjah dan dalil, Asy-Syafi'i adalah peletak dasar ilmu ushul fiqih dan sekaligus juga peletak dasar ilmu hadits.
So, tidak usah lah sok tahu belagak tanya-tanya apa dalil yang dipakai mazhab ini. Sebab Beliau adalah pakar urusan dalil dan hujjah.
Uniknya, dalam beberapa hal, pendapat mazhab Syafi'i seringkali menyendiri dan berbeda dengan 3 mazhab lainnya. Bukan dalam posisi keliru tapi justru dalam posisi lebih maju dan lebih update.
Rupanya ada begitu banyak riwayat hadits yang mana mazhab lain tidak punya akses dan tidak sampai menjangkaunya. Namun Asy-Syafi'i sudah selesai membahasnya, lengkap dengan kajian sanad serta fungsinya dalam mengistimbath hukum.
Atau seringkali mazhab lain masih pakai suatu hadits, namun Asy-Syafi'i malah membuangnya lantaran terindikasi masalah. Maka ada pernyataan masyhur :
إذا صح الحيث فهو مذهبي
"Kalau hadits yang itu shahih, maka itulah mazhabku".
Terjemahannya suka keliru jadi : apabila suatu hadits shahih. Padahal seharusnya : bila hadits yang itu (sambil ditunjuk haditsnya) shahih, maka itulah mazhabku.
Maksud kata 'itulah mazhabku' jangan dibalik menjadi mazhab syafi'i adalah semua hadits shahih. Bukan itu, bukan. Jangan diplintir kayak anak kecil gitu lah.
Maksud yang benar dari ungkapan adalah : kalau hadits yang itu tuh (sambil ditunjuk haditsnya) shahih, pasti aku pakai.
Tapi mohon maaf ya, sayang sekali hadits yang kita bicarakan itu tidak shahih, maka mohon maaf nih, hadits yang kalian pakai itu justru tidak aku pakai dan mazhabku menolaknya. Gitu lho maksudnya.
Ini sebenarnya bukan bentuk kemunduran tapi ini justru malah bentuk kemajuan. Lebih update dalam urusan keshahihan hadits. Lebih maju dua langkah, khususnya dalam hal validasi hadits.
Itukah kenapa kalau kita perhatikan cermat, deretan para ahli hadits rata-rata bermazhab Syafi'i. Begitu juga deretan para ulama ahli usul fiqih juga mayoritasnya bermazhab Syafi'i. Malah kalau kita baca tafsir, senior para mufassir juga bermazhab Syafi'i.
Ini unik sekali kan. Sementara hari gini banyak anak-anak yang giat memusuhi mazhab Syafi'i dengan alasan jenaka, karena hadits mazhab syafi'i banyak yang tidak shohih, gitu katanya.
Maka saya masih berharap ada ulama berikutnya yang bisa melalukan penelitian tentang ini. Setidaknya judul disertasinya menjadi begini :
المذهب (الفقه) الشافعي وقوة أدلته
Ahmad Sarwat, Lc. MA
Ahmad Sarwat
11 April ·
#Ahmad Sarwat