Benarkah Ibnu Suraij Menyesatkan Asy’ariyah?

Benarkah Ibnu Suraij Menyesatkan Asy’ariyah? - Kajian Medina
Benarkah Ibnu Suraij Menyesatkan Asy’ariyah?

Salah satu senjata andalan para kritikus Asy’ariyah untuk mengesankan bahwa manhaj teologi terbesar itu ditolak oleh para ulama adalah pernyataan Syekh Ibu Suraij as-Syafi’i, salah seorang ulama besar dalam mazhab Syafi’iyah yang juga dikenal dengan julukan Syafi’i kedua. Syekh Ibnu Qayyim menukil pernyataan Ibnu Suraij sebagai berikut:

لا نقول بتأويل المعتزلة والأشعرية والجهمية والملحدة والمجسِّمة والمشبِّهة والكرَّامية والمكيِّفة؛ بل نقبلها بلا تأويل، ونؤمن بها بلا تمثي

“Kami tidak berkata dengan takwilnya Muktazilah, Asy’ariyah, Jahmiyah, Ateis, Mujassimah, Musyabbihah, Karramiyah dan Mukayyifah, tetapi kami menerimanya tanpa takwil dan kami mengimaninya tanpa menyerupakan.”  (Ibnu Qayyim, Ijtimâ’ al-Juyûsy al-Islâmiyah, 259)

Redaksi pernyataan Ibnu Suraij di atas dengan gamblang menyejajarkan Asy’ariyah dengan golongan yang disepakati sebagai ahli bid’ah yang seluruhnya ditolak oleh kalangan Ahlussunnah wal Jama’ah. Redaksi tersebut ditulis oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyah (751 H) dalam kitabnya yang dibuat khusus untuk menyerang para Jahmiyah (pengikut Jahm bin Shafwan yang mengatakan Allah tak punya sifat apa pun). Validkah pernyataan tersebut?

Ternyata nukilan tersebut tidak valid dari Syekh Ibnu Suraij as-Syafi’i. Diketahui bahwa Ibnu Suraij wafat pada tahun 306 H, sedangkan hampir seluruh ulama sepakat bahwa Imam al-Asy’ari baru bertobat dari ajaran Muktazilah di tahun 300 H. Sebagaimana dibahas sebelumnya, Imam al-Asy’ari tak pernah mendeklarasikan mazhab baru melainkan hanya membela mazhab para Imam yang ada saat itu. Dengan demikian, dalam selisih waktu enam tahun tersebut sama sekali belum ada istilah Asy’ariyah (pengikut Imam al-Asy’ari), bahkan kitab-kitab beliau belum seluruhnya dibuat pada masa itu. Adalah tak mungkin Ibnu Suraij menyatakan menolak takwilan Asy’ariyah tatkala “mazhab” Asy’ariyah belum terbentuk.

Bukti lain yang memperkuat ketidakvalidan pernyataan tersebut adalah pengakuan Ibnu Qayyim bahwa pernyataan tersebut berasal dari jalur sanad Abu al-Qasim Sa’ad bin Ali az-Zanjani dari Ibnu Suraij. Adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam an-Nubalâ’  (juz XVIII, halaman 385) mengatakan bahwa Syaikh az-Zanjani dilahirkan pada tahun 380 H, yang berarti 74 tahun setelah wafatnya Syekh Ibnu Suraij. Dengan demikian, maka sanadnya jauh terputus sehingga tak bisa diterima secara ilmiah.

Berbeda dengan Ibnu Qayyim, Syekh Adz-Dzahabi dalam al-‘Uluw-nya menukil pernyataan Ibnu Suraij tersebut dengan redaksi  berikut:

وَلَا نتأولها بِتَأْوِيل الْمُخَالفين وَلَا نحملها على تَشْبِيه المشبهين

Kami tidak mentakwilnya dengan takwil orang-orang yang menyimpang dan tak membawanya sesuai makna penyerupaan orang-orang musyabbihah. (Syekh Adz-Dzahabi, al-‘Uluw li ‘Aliyy al-Ghaffâr, halaman 208)

Redaksi yang dinukil Syekh Adz-Dzahabi tersebut lebih masuk akal sebab tak menyebut kata “Asy’ariyah” yang memang belum ada di waktu itu. Sayangnya, redaksi tersebut juga dinukil dari az-Zanjani dari info yang dia ketahui dari Abu Sa’id Abdul Wahid bin Muhammad dari sebagian gurunya. Tak dinyatakan apakah az-Zanjani mendengar langsung dari Abu Sa’id dan tak juga dinyatakan siapa sebagian guru Abu Sa’id tersebut. Dengan demikian, redaksi terakhir ini sanadnya juga bermasalah.

Namun, andai saja sanad redaksi versi Adz-Dzahabi tersebut dianggap sahih, maka orang-orang menyimpang (al-mukhâlifîn) yang dimaksud pastilah golongan yang dikenal sesat sebab takwilan mereka yang berujung pada penafian sifat-sifat Allah, yakni Jahmiyah-Muktazilah. Adapun Imam al-Asy’ari di masa itu, maupun murid-murid senior beliau hingga masa al-Baqillany justru tak terbiasa mentakwil sifat. Di masa tersebut, yang lebih populer adalah metode tafwîdh atau memasrahkan makna definitif suatu sifat kepada Allah tanpa membahas secara mendalam apa maksudnya sambil memastikan bahwa bukan makna jismiyah yang dimaksud. Wallahu a’lam.


Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU Jember & Peneliti di Aswaja NU Center PCNU Jember

Sumber : http://www.nu.or.id/post/read/94360/benarkah-ibnu-suraij-menyesatkan-asyariyah (Selasa, 14 Agustus 2018 15:00)

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.