Dulu, peci hitam sempat mengalami masa-masa 'terdzalimi' karena dituduh sebagai sesuatu yang tasyabbuh (menyerupai) dengan ahli bidah. Orang yang memakainya dianggap 'bermasalah' dan diragukan 'manhajnya'. Bahkan diantara mereka ada yang sampai ditahdzir.
Waktu terus berjalan. Zaman-pun bergulir. Seiring bertambahnya ilmu dan hikmah, posisi peci hitam pun mulai kembali normal sebagai sesuatu yang mubah (boleh) karena termasuk katagori adat. Sebagian ustadz-pun mulai berani memakainya kembali yang sebelumnya begitu 'horor'. Masalah yang sebenarnya begitu jelas dan sederhana, tapi sempat membuat guncang dunia dakwah.
Di satu sisi, semangat kembali kepada Al-Quran dan sunah patut disyukuri. Tapi di sisi lain, besarnya semangat untuk 'mengislah' tidak sebanding dengan ilmu yang dimiliki. Sehingga sering terjadi berbagai kesalahan yang fatal dan fitnah yang merusak.
Jika untuk meluruskan pemahaman tentang peci hitam saja butuh waktu sekian tahun, silahkan bayangkan berapa waktu yang dibutuhkan untuk meluruskan masalah-masalah yang lebih rumit dari itu.
Pelajarannya, sikapilah segala sesuatu dengan pelan, karena apa yang hari ini kita ingkari, bisa jadi akan kita akui di lain waktu. Bahkan terkadang kita akan senyum-senyum sendiri kalau ingat sebagian catatan hijrah masa lalu kita.
Yang penting, kita siap untuk senantiasa belajar dan menjunjung tinggi sikap inshaf (adil) serta melepaskan diri dari berbagai jerat-jerat fanatisme buta kepada guru dan kelompok tertentu. Wassalam.(Abdullah Al-Jirani)
Abdullah Al Jirani
2 jam ·
#Abdullah Al Jirani