Kopi luwak adalah biji kopi yang dimakan oleh luwak kemudian dikeluarkan kembali bersama kotorannya, lalu diolah menjadi serbuk kopi setelah sebelumnya dicuci. Hukum kopi luwak HALAL. Karena biji kopi yang dimakan oleh luwak kemudian keluar dalam kondisi masih utuh (tingkat kekerasannya sama sebagaimana sebelum dimakan), statusnya masuk sesuatu yang mutanajjis, bukan sesuatu yang najis. Artinya mutanajjis, sesuatu yang terkena najis, yaitu kotoran luwak, bukan bukan sesuatu yang asal dzatnya najis. Sesuatu yang mutanajjis disucikan dengan cara dicuci dengan air. Kalau sesuatu yang dzat asalnya najis, maka tidak bisa disucikan.
Imam An-Nawawi –rahimahullah- (wafat : 676 H) berkata :
قَالَ أَصْحَابُنَا رَحِمَهُمُ اللَّهُ إذَا أَكَلَتْ الْبَهِيمَةُ حَبًّا وَخَرَجَ مِنْ بَطْنِهَا صَحِيحًا فَإِنْ كَانَتْ صَلَابَتُهُ بَاقِيَةً بِحَيْثُ لَوْ زُرِعَ نَبْتَ فَعَيْنُهُ طَاهِرَةٌ لَكِنْ يَجِبُ غَسْلُ ظَاهِرِهِ لِمُلَاقَاةِ النَّجَاسَةِ لانه وان صار غذاءا لَهَا فَمِمَّا تَغَيَّرَ إلَى الْفَسَادِ فَصَارَ كَمَا لَوْ ابْتَلَعَ نَوَاةً وَخَرَجَتْ فَإِنَّ بَاطِنَهَا طَاهِرٌ وَيَطْهُرُ قِشْرُهَا بِالْغَسْلِ وَإِنْ كَانَتْ صَلَابَتُهُ قَدْ زَالَتْ بِحَيْثُ لَوْ زُرِعَ لَمْ يَنْبُتْ فهو نجس
“Para sahabat kami (ulama’ Syafi’iyyah) –rahimahumullah- berkata : Apabila ada hewan memakan biji tumbuhan kemudian keluar dari perutnya dalam kondisi masih baik, maka jika tingkat kekerasannya masih tetap, dimana seandainya ditanam akan tumbuh, maka dzatnya tetap suci. Akan tetapi wajib untuk mencuci bagian luarnya karena tertempel oleh najis. Hal itu dikarenakan walaupun biji tumbuhan itu telah berubah menjadi makanan baginya, akan tetapi tidak termasuk sesuatu yang berubah kepada (sesuatu yang) rusak. Seperti halnya jika hewan tersebut menelan biji tumbuhan lalu biji tersebut keluar. Maka bagian dalamnya suci, dan bagian luarnya disucikan dengan dicuci. Adapun jika tingkat kekerasannya telah hilang, dimana jika ditanam tidak lagi tumbuh, maka najis.”[Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : 2/573].
Hal ini telah difatwakan oleh Majelis Ulama’ Indonesia (MUI) no : 07 tahun 2010. Demikian faidah singkat ini. Semoga bermanfaat. Alhamdulillah Rabbil ‘alamin.
Abdullah Al Jirani
[Pembina dan pengasuh di LDBI “Darul Hikmah”, Karanganyar, Jawa Tengah, Indonesia].
----------
Faidah : Pentingnya membedakan antara sesuatu yang "najis" dan sesuatu yang "mutanajjis".
Abdullah Al Jirani
1 Maret pukul 18.26 ·
#Abdullah Al Jirani