Hutang Piutang dan Mudharabah

Hutang Piutang dan Mudharabah - Kajian Medina
Hutang piutang dan mudharabah

Jika sejak awal akadnya hutang piutang, maka tidak boleh minta bagi hasil. Karena manfaat yang terwujud dari akad hutang piutang adalah riba. Ada kaidah yang berbunyi : “Hutang piutang yang menyeret adanya manfaat di dalamnya, maka itu riba”. Disamping itu, akad hutang piutang itu akad tabaru’ (akad sosial/membantu), sehingga tidak boleh untuk mengambil keuntungan di dalamnya. Ini berlaku jika diharuskan dan dimasukkan dalam akad.

Jika sejak awal akadnya mudharabah (bagi hasil), maka jika usaha rugi tidak boleh minta modalnya untuk kembali. Jika pemodal menuntut pengelola untuk mengembalikan modalnya, maka ini termasuk riba. Karena dalam akad mudharabah, kerugian harus ditanggung bersama antara pemodal dan pengelola. Pemodal rugi dari sisi modal, dan pengelola rugi dari sisi waktu dan tenaga yang dia keluarkan. Pada prinsipnya, akad kerja sama bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), keuntungan dan kerugian harus ditanggung bersama. Dalam istilah hadits di sebut dengan : الغرم بالغنم , الخراج بالضمان , الوضيعة على رأس المال و الربح على ما اصطلحا.

Ini perlu kami jelaskan, karena sering kali terjadi salah paham dan kekeliruan di dalamnya. Sebagai suatu contoh (1) : Dulu, sekitar 10 tahun yang lalu, ada dua orang yang berseteru dalam masalah ini, sebut saja A dan B. Mereka melakukan akad kerja sama dalam bentuk mudharabah. A memberikan modalnya 10 juta kepada si B untuk dikelola dalam bisnis jual beli sepatu kulit. Keuntungan dibagi sama 50% untuk masing-masing pihak yang dibagi tiap bulan. Seiring berjalannya waktu, usaha bangkrut. Ketika itu si A selaku penanam modal menuntut si B untuk mengembalikan modalnya secara penuh, 10 juta. Ini terlarang dan termasuk riba.

Contoh lain (2) : Si A memberi pinjaman modal kepada si B, tapi si A meminta (mengharuskan) bagi hasil dari si B. Ini juga terlarang. Karena akadnya hutang piutang, tidak boleh adanya tambahan manfaat/keuntungan yang bersifat lazim (harus). Contoh kedua ini juga sering ditanyakan kepada kami.

Kesimpulannya, sering terjadi kesalahan/perbedaan antara bentuk/jenis akad di awal, dengan fakta yang berjalan dari akad tersebut. Semoga bermanfaat.

✒Abdullah Al Jirani


Abdullah Al Jirani
23 Maret pukul 05.50 ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.