Selama saya mulai belajar agama, yaitu sejak tahun 1990, saya sudah sekian kali mendengar fatwa fatwa dari sebagian orang yang cukup buat pusing, jelas saja karena fatwa fatwa itu keluar dari bukan ahlinya; berikut contohnya:
1. Kala itu beredar fatwa bahwa laki laki diharamkan mengenakan celana dalam, karena tasyabbuh dengan wanita.
2. Masjid yang di atas kubahnya ada nama Allah yang dibingkai dengan segilima, adalah masjid dhirar, tidak boleh digunakan untuk shalat.
3. Membeli bensin itu haram, karena bensinnya disubsidi oleh pemerintah, sedangkan pemerintah mendapatkan dananya dari pajak, hasil usaha yang tidak halal, dan lainnya. Karena itu lebih baik naik sepeda atau jalan kaki.
4. Membeli gabah atau beras dari petani juga haram, karena harga jualnya dikendalikan oleh BULOG, tidak sepenuhnya atas kerelaan masyarakat, sehingga bila anda membeli dari mereka maka itu turut menzolimi para petani, jadi harus nanam sendiri.
5. Beberapa waktu lalu, diributkan bahwa memakai songkok hitam itu haram, karena tasyabbuh.
6. Beberapa waktu silam juga diramaikan fatwa bahwa laki laki mengenakan baju berwarna selain putih itu bidáh, karena yang sunnah itu pakai warna putih.
7. Juga sempat diributkan tentang Sekolah formal itu bidáh karena yang sunnah itu sistem mulazamah.
8. Beberapa waktu lalu membuat TV dakwah ada yang mengharamkan, eeeeh kini malahj bikin sendiri.
9. Beberapa waktu lalu, ada oknum yang marah marah ketika mengetahui rekaman pengajiannya diupload di youtube, eeh sekarang malah punya tim khusus yang bertugas mengupload vidio ceramahnya.
10. dll.
Itu semua sekedar contoh, betapa kacaunya bila urusan fatwa diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya. Dan sebagian oknum pembuat fatwa fatwa aneh bin ajaib semisal tersebut di atas sampai saat ini, kadang kala masih memproduksi fatwa yang serupa.
Saya yakin teman teman yang pada era 1990 sudah aktif menghadir majlis majlis pengajian, masih mengingat berbagai fatwa kontroversial di atas, dan juga tokoh produsen fatwa tersebut.
Saya harap tidak usah diributkan, cukup diambil pelajarannya, bahwa tidak semua yang pemberani menjawab, produktif berfatwa, gigih berceramaah itu benar benar kapabel, dan layak berfatwa, karena itu waspadalah.
Dr Muhammad Arifin Badri
13 Maret pukul 09.47 ·
#Dr Muhammad Arifin Badri