Oleh ; Abdullah Al Jirani
Bangkai, adalah setiap hewan yang mati tidak dengan cara yang syar’i. Semua bangkai hukumnya nasjis, kecuali tiga bangkai saja, yaitu manusia, ikan dan belalang. Maka bangkai lalat, serta yang sejenisnya dari hewan yang tidak memiliki darah mengalir, seperti kecoa, semut, lebah dan yang lainnya, hukumnya NAJIS. Allah Ta’ala berfirman :
حرمت عليكم الميتة
“Telah diharamkan bangkai bagi kalian.” [QS. Al-Maidah : 3]
‘illat (sebab) pengharaman bangkai adalah karena najis. Karena tidak ada sesuatu yang memudharatkan di dalamnya sehingga tersisa ‘illat najis. Demikian dijelaskan oleh para ulama’ –rahimahumullahu-. Pada dasarnya, ayat tersebut di atas bersifat umum meliputi seluruh bangkai. Akan tetapi , ada tiga jenis bangkai yang tidak najis, yaitu ikan, belalang dan manusia berdasarkan hadits Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:
أُحِلَّتْ لَكُمْ مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ، فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ، فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ
“Telah dihalalkan kepada kalian dua bangkai, maka adapun dua bangkai itu adalah ikan dan belalang.”[HR. Ibnu Majah : 3314].
Adapun dalil tentang ketidaknajisan bangkai manusia, firman Allah Ta’ala : “Dan Kami (Allah) telah memuliakan Bani Adam.” [QS.Al-Isra’ : 70]. Jika Allah muliakan bani Adam, maka hal ini berkonsekwensi bahwa manusia tidak najis dalam kondisi hidup dan mati. Imam Asy-Syirazi –rahimahullah- (wafat : 476 H) berkata :
وأما الميتة غَيْرِ السَّمَكِ وَالْجَرَادِ وَالْآدَمِيِّ فَهِيَ نَجِسَةٌ لِأَنَّهُ مُحَرَّمُ الْأَكْلِ مِنْ غَيْرِ ضَرَرٍ فَكَانَ نَجِسًا كَالدَّمِ
“Adapun bangkai selain ikan, belalang dan manusia, maka hukumnya najis. Karena ia (bangkai selain yang tiga ini) diharamkan untuk memakannya tanpa ada kemudharatan. Maka (ilat/sebab pengharamannya karena) najis sebagaimana darah.”[ Lewat kitab Al-Majmu’ : 2/560 ].
Setelah menjelaskan sisi-sisi pendalilan dari tiga bangkai yang tidak najis, yaitu bangkai manusia, ikan, dan belalang, imam An-Nawawi –rahimahullah- (wafat : 676 H) menyatakan :
وَأَمَّا بَاقِي الْمَيْتَاتِ فَنَجِسَةٌ وَدَلِيلُهَا الْإِجْمَاعُ
“Adapun sisa bangkai (selain bangkai manusia, ikan dan belalang), maka najis. Dalilnya ijma’ (kesepakatan ulama’).” [Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : 2/562].
Namun perlu untuk diketahui, bahwa lalat termasuk dari hewan yang tidak memiliki darah mengalir. Dan hewan golongan ini, bangkainya dimaafkan jika jatuh ke air, akan tetapi tidak dimaafkan jika mengenai baju. Maksudnya, jika jatuh ke dalam air, maka air tidak menjadi najis. Bukan karena bangkai lalat itu tidak najis, akan tetapi dimaafkan karena susahnya untuk menjaga diri dari hal tersebut. Namun apabila dibawa ketika shalat, maka shalatnya tidak sah/batal. Dalilnya sebuah hadits dimana nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- memerintahkan untuk mencelupkan lalat jika jatuh ke dalam air minum, lalu setelah itu dibuang dan airnya diminum. Asy-Syaikh Nawawi Al-Bantani –rahimahullah- dalam kitab “Kasyifatu As-saja” (hlm. 196), menyebutkan bahwa najis ada empat jenis, salah satunya :
و قسم يعفى عنه في الماء دون الثوب, و هو الميتة التي لا دم لها سائل, كالقمل, حتى لو حملها في الصلاة بطلت
“Dan jenis najis (yang keempat) yang dimaafkan di air tapi tidak dimaafkan di baju, ia adalah bangkai hewan yang tidak memiliki darah mengalir seperti kutu, sehingga jika seorang membawannya di dalam shalat, maka shalatnya batal.”
Imam An-Nawawi –rahimahullah- berkata :
فَإِذَا مَاتَ مَا لَا نَفْسَ لَهَا سَائِلَةٌ فِي دُونَ الْقُلَّتَيْنِ مِنْ الْمَاءِ فَهَلْ يَنْجَسُ فِيهِ قَوْلَانِ مَشْهُورَانِ فِي كُتُبِ الْمَذْهَبِ وَنَصَّ عَلَيْهِمَا الشَّافِعِيُّ فِي الْأُمِّ وَالْمُخْتَصَرِ...وَالصَّحِيحُ مِنْهُمَا أَنَّهُ لَا يُنَجِّسُ الْمَاءَ هَكَذَا صَحَّحَهُ الْجُمْهُورُ...قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ فِي الْأَشْرَافِ قَالَ عَوَامُّ أَهْلِ الْعِلْمِ لَا يَفْسُدُ الْمَاءُ بِمَوْتِ الذُّبَابِ وَالْخُنْفُسَاءِ وَنَحْوِهِمَا قَالَ وَلَا أَعْلَمُ فِيهِ خِلَافًا
“Maka apabila ada hewan yang tidak memiliki darah mengalir di air yang kurang dari dua qullah ( kira-kira : 217 liter), apakah air najis ? dalam hal ini ada dua pendapat yang masyhur di dalam kitab-kitab madzhab dan keduanya telah dijelaskan oleh Imam Asy-Syafi’i di dalam kitab “Al-Umm” dan “Al-Mukhtashar”......yang benar dari keduanya, sesungguhnya hal itu tidak membuat air menjadi najis. Demikianlah telah dishahihkan oleh mayoritas ulama’ (syafi’iyyah). Ibnul Mundzir berkata dalam “Al-Asyraf” : Kebanyakan ulama’ menyatakan, bahwa air tidak berubah menjadi najis dengan matinya lalat, kumbang dan yang semisal keduanya. Dan beliau berkata : Aku tidak tahu adanya perbedaan pendapat dalam hal ini.” [Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : 1/129].
Imam An-Nawawi –rahimahullah- berkata :
وَأَمَّا الْحَيَوَانُ نَفْسُهُ فَفِيهِ طَرِيقَانِ ...وَالثَّانِي الْقَطْعُ بِنَجَاسَةِ الْحَيَوَانِ وَبِهَذَا قَطَعَ الْعِرَاقِيُّونَ وَغَيْرُهُمْ وَهُوَ الصَّحِيحُ لِأَنَّهُ مِنْ جُمْلَةِ الْمَيْتَاتِ ...دَلِيلُنَا أَنَّهُ مَيْتَةٌ وَإِنَّمَا لَا يَنْجَسُ الْمَاءُ لِتَعَذُّرِ الِاحْتِرَازِ مِنْهُ
“Adapun hewan itu sendiri (maksudnya hewan yang tidak punya darah mengalir), maka ada dua pendapat....(pendapat) kedua : Dipastikan kenajisan hewan tersebut. Inilah yang dipastikan oleh para ulama’ Irak dan selain mereka, dan ini yang shahih (benar) karena termasuk bangkai....Dalil kami karena ia termasuk bangkai. Akan tetapi air tidak berubah menjadi najis (jika kemasukan bangkai seperti ini) karena sulitnya menjaga diri darinya.”[ Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : 1/130]
KESIMPULAN :
Bangkai lalat dan semua hewan yang tidak memiliki darah mengalir seperti lebah, semut, kumbang, dan yang semisalnya termasuk najis. Namun termasuk najis yang dimaafkan di air - karena sulitnya untuk menjaga diri darinya -, akan tetapi tidak dimaafkan di baju. Oleh karena itu, jika ada air yang kemasukan bangkai jenis seperti ini, maka airnya tidak najis selama salah satu dari tiga sifatnya tidak berubah. Namun jika dibawa shalat, maka shalatnya tidak sah. Terkecuali dalam kondisi yang sangat sulit bagi seorang untuk terhindar darinya, maka dimaafkan. Wallahu a’lam.
Abdullah Al Jirani
15 Maret pukul 09.05 ·
#Abdullah Al Jirani