Menurut asy-Syatibi, seorang tokoh bermazhab Malikiyah yang konsepnya tentang bid'ah banyak dirujuk bahkan dianggap harga mati oleh sebagian kelompok yang mengaku dirinya salafi, bid'ah itu ada dua tingkat, yakni yang level kafir dan tidak. Berikut penjelasan beliau:
إِذْ لَا شَكَّ فِي أَنَّ الْبِدَعَ يَصِحُّ أَنْ يَكُونَ مِنْهَا مَا هُوَ كُفْرٌ كَاتِّخَاذِ الْأَصْنَامِ لِتُقَرِّبَهُمْ إِلَى/ اللَّهِ زُلْفَى، وَمِنْهَا مَا لَيْسَ بِكُفْرٍ كَالْقَوْلِ بِالْجِهَةِ عِنْدَ جَمَاعَةٍ
"Karena tak diragukan bahwa bid'ah itu ada yang berupa kekafiran, seperti membuat patung berhala (untuk disembah) dengan tujuan bertaqarrub kepada Allah. Dan ada juga yang tidak sampai pada level kafir, seperti BERPENDAPAT ADANYA ARAH (bagi Allah) menurut sebagian kelompok." (Asy-Syatibi, al-I'tishom)
Jadi, menyakini adanya arah bagi Allah, seperti misalnya berfantasi bahwa Allah berada di atas sana atau Allah hanya bisa dilihat dalam arah tertentu di akhirat, itu adalah akidah bid'ah menurut asy-Syatibi. Sudah maklum bahwa menurutnya bid'ah adalah suatu ajaran yang dibuat-buat dalam hal agama yang menyerupai syariat padahal bukan. Dan semua bid'ah adalah sesat tanpa terkecuali.
Lalu bagaimana dengan seabrek ayat dan hadis yang seolah menyatakan bahwa Allah berada di arah atas? Bagi asy-Syatibi dan mayoritas ulama, semuanya tidak menunjukkan makna lokasi fisik bagi Allah, sebagaimana seluruh ayat dan hadis yang mengatakan bahwa Allah di bumi bersama manusia tak menunjukkan lokasi fisik bagi Allah.
Yang ada hanyalah sifat al-Uluw, bukan penetapan lokasi, koordinat, atau ruang bagi Dzat Allah. Namun sayangnya beberapa orang sulit membedakan antara sifat al-Uluw dan makna lokasi sehingga mereka membuat hal baru (bid'ah) dalam akidah.
Abdul Wahab Ahmad
13 Desember pukul 08.54 ·
#Abdul Wahab Ahmad