Ini Penilaian Ibnu Taimiyah Tentang Orang Yang Enggan Berjamaah dengan Masyarakat Setempat

Ini Penilaian Ibnu Taimiyah Tentang Orang Yang Enggan Berjamaah dengan Masyarakat Setempat - Kajian Medina
Ini penilaian Ibnu Taimiyah tentang orang yang enggan berjamaah dengan masyarakat setempat.

Beliau berkata: Seharusnya setiap muslim bila berada di suatu kota dari kota kota yang dihuni oleh ummat Islam, hendaknya ia mendirikan shalat jum'at dan juma lima waktu bersama mereka, dan ia juga seharusnya menampakkan loyalitasnya kepada kaum muslim dan tidak menampakkan permusuhan kepada mereka.

Bila ia mendapatkan sebagian dari penduduk setempat yang tersesat atau menyimpang, sedangkan ia mampu memberinya petunjuk atau membeimbingnya, maka hendaknya ia melakukannya, Namun bila ia tidak mampu, maka Allah tiada pernah membebani seseorang dengan kewajiban yang di luar kemampuannya.

Bila ia mampu menunjuk orang yang paling utama untuk menjadi imam shalat kaum muslimin setempat, maka hendaknya ia melakukan hal itu.

Namun bila ia tidak mampu melakukannya, maka hendaknya ia mendirikan shalat di belakang imam yang paling berilmu tentang kitabullah dan sunah Nabi-nya, lagi paling dahulu dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana disabdakan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih:
يؤم القوم أقرؤهم لكتاب الله فإن كانوا في القراءة سواء فأعلمهم بالسنة فإن كانوا في السنة سواء فأقدمهم هجرة فإن كانوا في الهجرة سواء فأقدمهم سنا
“Yang paling berhak menjadi imam (suatu) kaum, ialah yang paling pandai membaca Kitabullah. Jika mereka dalam bacaan sama, maka yang lebih mengetahui tentang sunnah. Jika mereka dalam sunnah sama, maka yang lebih dahulu hijrah. Jika mereka dalam hijrah sama, maka yang lebih tua umurnya.

Bila dengan menjauhi (memboikot) orang yang melakukan bid'ah dan kemaksiatan secara terang terangan, maka mendatangkan kemaslahatan yang lebih besar dibanding resikonya, maka hendaknya ia menjauhi mereka, sebagaimana dahulu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memboikot ketiga sahabat yang tidak ikut serta dalam perang Tabuk hingga batas waktu ALlah menerima taubat mereka.

Adapun bila yang dipilih sebagai imam shalat adalah orang yang tidak demikian, tanpa meminta restu darinya, sedangkan sikap menghindari shalat di belakang imam tersbeut tidak mendatangkan kemaslahatan yang dibenarkan secara syari'at, maka meninggalkan shalat jum'at dan berjamaah pada shalat lima waktu adalah bentuk kebodohan dan kesesatan, dan ia terjatuh pada upaya menentang bid'ah dengan bid'ah lainnya. (Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyah 3/286)

Semoga mencerahkan..

Dr Muhammad Arifin Badri
16 Agustus pukul 23.23 ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.