Benarkah Mengeraskan Basmalah Dalam Shalat Jahriyyah Tidak Ada Dalilnya?

Benarkah Mengeraskan Basmalah Dalam Shalat Jahriyyah Tidak Ada Dalilnya?
BENARKAH MENGERASKAN BASMALAH DALAM SHALAT JAHRIYYAH TIDAK ADA DALILNYA ?

Oleh : Abdullah Al Jirani

Dalam madzhab Syafi’iyyah, “basmalah” termasuk bagian dari surat Al-Fatihah, bukan hanya sebagai ayat pembuka yang terpisah darinya. Imam Asy-Syafi’i –rahimahullah- berkata :
الأم للشافعي (1/ 129)
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ: الْآيَةُ السَّابِعَةُ فَإِنْ تَرَكَهَا، أَوْ بَعْضَهَا لَمْ تَجْزِهِ الرَّكْعَةُ الَّتِي تَرَكَهَا فِيهَا
“Bismillahirrahmanirrahim termasuk ayat ketujuh (dari Al-Fathihah). Jika seorang meninggalkannya, atau sebagaiannya, tidak cukup (tidak sah) rekaat yang di dalam rekaat tersebut dia meninggalkannya.”[Al-Umm : 1/129].

Imam An-Nawawi –rahimahullah- (w. 676 H) berkata :
المجموع شرح المهذب (3/ 333)
أَمَّا حُكْمُ الْمَسْأَلَةِ فَمَذْهَبُنَا أَنَّ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ آيَةٌ كَامِلَةٌ مِنْ أَوَّلِ الْفَاتِحَةِ بِلَا خِلَافٍ
“Adapun hukum masalah, maka madzhab kami (Syafi’iyyah), sesungguhnya BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM merupakan ayat yang sempurna dari awal Al-Fatihah tanpa ada perselisihan…” [Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : 3/333 – terbitan Darul Fikr].

Tapi, kali ini kita tidak akan membahas masalah apakah Basmalah termasuk Al-Fatihah atau bukan. Insya Allah pada kesempatan lain –jika Allah memudahkannya-. Kita akan lebih mengerucutkan dengan membahas hukum menjaharkan (mengeraskan) basmalah dalam shalat jahriyyah di sisi madzhab Syafi’iyyah secara khusus, dalam madzahib ulama’ yang lain secara umum.

Dalam madzhab Syafi’iyyah, dianjurkan untuk mengeraskan basmalah dalam shalat jahriyyah. Dan ternyata, ini menjadi madzhab jumhur ulama’ (mayoritas ulama’) dari sejak zaman sahabat dan kurun setelahnya. Imam An-Nawawi –rahimahullah- (w. 676 H) berkata :
المجموع شرح المهذب (3/ 341)
فِي مَذَاهِبِ الْعُلَمَاءِ فِي الْجَهْرِ بِبَسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ: قَدْ ذَكَرْنَا أَنْ مَذْهَبَنَا اسْتِحْبَابُ الْجَهْرِ بِهَا حَيْثُ يَجْهَرُ بِالْقِرَاءَةِ فِي الْفَاتِحَةِ وَالسُّورَةِ جَمِيعًا...هَذَا قَوْلُ أَكْثَرِ الْعُلَمَاءِ مِنْ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنْ الْفُقَهَاءِ والقراء
“Dalam berbagai madzhab ulama’ dalam masalah mengeraskan BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM : Kami telah sebutkan, sesungguhnya madzhab kami (syafi’iyyah) dianjurkan untuk mengeraskan basmalah, dimana seorang mengeraskan bacaan(nya) secara bersama dalam (membaca) Al-Fatihah dan surat (selainnya)…..ini merupakan pendapat MAYORITAS ULAMA’ dari kalangan sahabat, tabi’in, dan setelah mereka dari para ahli fiqh dan pembaca Al-Qur’an…”[ Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : 3/341 ].

Apakah pendapat ini ada dalilnya ? tentu. Karena para ulama’ adalah orang-orang yang paling takut kepada Allah, terlebih dalam urusan menyampaikan agama. Sehingga, menurut kami, pernyataan : “mengeraskan basmalah itu tidak ada dalilnya”, merupakan pernyataan yang sangat ceroboh. Dari mana kesimpulan seperti ini muncul ? lalu, siapa ulama’ salaf yang menyatakan demikian ?! Atau jangan-jangan itu sebatas pernyataan pribadi yang hanya dibangun di atas prasangka “prematur” yang sebenarnya sangat belum layak untuk dikeluarkan.

Kita akan lihat, bagaimana pernyataan seorang imam ahli hadits di zamannya, yaitu Ibnu Khuzaimah –rahimahullah- tentang masalah ini. Beliau –rahimahullah- berkata sebagaimana dinukil oleh Imam An-Nawawi –rahimahullah- :
المجموع شرح المهذب (3/ 344)
فَأَمَّا الْجَهْرُ بِبَسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِي الصَّلَاةِ فَقَدْ صَحَّ وَثَبَتَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِإِسْنَادٍ ثَابِتٍ مُتَّصِلٍ لَا شَكَّ وَلَا ارْتِيَابَ عِنْدَ أَهْلِ الْمَعْرِفَةِ بِالْأَخْبَارِ فِي صِحَّةِ سَنَدِهِ وَاتِّصَالِهِ
“Maka adapun mengeraskan BISMILLAHIRRAHMANNIRRAHIM di dalam shalat, sungguh telah shahih dan tsabit (pasti) dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dengan sanad yang tetap (pasti), bersambung, yang tidak ada keraguan dan kebimbangan di sisi para ulama’ yang mengetahui tentang hadits di dalam keshahihan dan ketersambungan sanadnya.” [Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : 3/344].

Silahkan pembaca menilai dan memilih sendiri. Tapi jangan diperbandingkan antara dua pernyataan di atas. Karena sangat tidak layak dan tidak pantas untuk diperbandingkan. Ini sengaja kami sampaikan terlebih dahulu, sebelum menyebutkan dalil-dalil dalam masalah ini.

Adapun dalil-dalil yang dipakai jumhur ulama’ dalam masalah ini, di antaranya :

>Pertama :
Telah diriwayatkan dari Abu Hurairah –radhiallahu ‘anhu- beliau berkata :
صحيح البخاري (1/ 154)
772 - حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ: أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عَطَاءٌ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: «فِي كُلِّ صَلاَةٍ يُقْرَأُ، فَمَا أَسْمَعَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْمَعْنَاكُمْ، وَمَا أَخْفَى عَنَّا أَخْفَيْنَا عَنْكُمْ »
“Di dalam setiap shalat, (ada yang dibaca) dibaca. Maka apa saja yang diperdengarkan oleh Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- kepada kami, kami memperdengarkan kepada kalian. Dan apa saja yang dilirihkan oleh beliau kepada kami, kamipun melirihkan kepada kalian.” [H.R. Al-Bukhari : 772 dan Muslim : 396 dan lafadz di atas lafadz Al-Bukhari ].

Dalam “Shahih Muslim” dengan lafadz :
فِي كُلِّ صَلَاةٍ قِرَاءَةٌ
“Dalam setiap shalat ada bacaan.”

Makna ucapan Abu Hurairah di atas, beliau mengeraskan bacaan yang dikeraskan oleh Rasulullah, dan melirihkan bacaan yang dilirihkan oleh Rasulullah. Dalam hadits di atas memakai (ما الموصولة) “ma” maushulah (kata benda sambung) yang memberikan faidah “keumuman”, meliputi seluruh bacaan.

Padahal, telah diriwayatkan dari Abu Hurairah juga, bahwa beliau mengeraskan bacaan “basmalah”. Jika beliau mengeraskan bacaan “basmalah”, tentunya itu beliau lakukan dari melihat dan mendengar dari Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagaimana hadits di atas. Imam An-Nasai –rahimahullah- telah meriwayatkan dani Nu’aim Al-Mujmir –radhiallahu ‘anhu- beliau berkata :
سنن النسائي (2/ 134)
905 - أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الْحَكَمِ، عَنْ شُعَيْبٍ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، حَدَّثَنَا خَالِدٌ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ، عَنْ نُعَيْمٍ الْمُجْمِرِ قَالَ: صَلَّيْتُ وَرَاءَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَرَأَ: {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1]، ثُمَّ قَرَأَ بِأُمِّ الْقُرْآنِ ....«وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لَأَشْبَهُكُمْ صَلَاةً بِرَسُولِ اللَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ»
“Aku pernah shalat di belakang Abu Hurairah, maka beliau membaca "Bismillahir-rahmannir-rahim”, lalu beliau membaca “ummul Qur’an” (Al-Fatihah).....-sampai ucapan beliau-...Demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku adalah orang yang paling mirip shalatnya dengan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.” [HR. An-Nasai : 2/134 No : 905 dan selainnya].

Hadits di atas shahih. Telah disahahihkan para imam ahli hadits di zamannya, seperti Ad-Daruqutni, Al-Baihaqi, dan Al-Khathib, dan selain mereka. Imam Ad-Daruquthni –rahimahullah- dalam “Sunan-nya” berkata :
سنن الدارقطني (2/ 73)
هَذَا صَحِيحٌ وَرُوَاتُهُ كُلُّهُمْ ثِقَاتٌ
“Hadits ini shahih dan seluruh rawi-rawinya orang-orang kepercayaan.” [Sunan Ad-Daruquthni : 2/73].

Imam Al-Baihaqi –rahimahullah- berkata :
معرفة السنن والآثار (2/ 371)
وَهَذَا إِسْنَادٌ صَحِيحٌ
“Ini sanad yang shahih.”[Ma’rifah Sunan Wal Atsar : 2/371].

Imam Al-Khathib –rahimahullah- berkata :
خلاصة الأحكام (1/ 371)
صَحِيح، لَا يتَوَجَّه عَلَيْهِ تَعْلِيل فِي اتِّصَال سَنَده وثقة رِجَاله ".
“Shahih. Penetapan adanya illat (penyakit) tidak bisa diarahkan kepadanya dalam ketersambungan sanadnya serta para rawinya yang merupakan orang-orang kepercayaan.” [Khulatul Ahkam : 1/371 ]

Hadits ini juga dishahihkan oleh Asy-Syaikh Syu’aib Al-Arnauth –rahimahullah- dalam “tahqiq” beliau kepada “Shahih Ibnu Hibban” [5/100] terbitan Muassasah Ar-Risalah – Beirut.

>Kedua :
Dikeluarkan oleh Imam Ad-Daruquthni –rahimahullah- dalam “Sunan-nya” (1171) dari sahabat Abu Hurairah –radhiallahu ‘anhu- beliau berkata :
سنن الدارقطني (2/ 74)
1171 - حَدَّثَنَا أَبُو طَالِبٍ الْحَافِظُ أَحْمَدُ بْنُ نَصْرٍ , حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مَنْصُورِ بْنِ أَبِي مُزَاحِمٍ , ثنا جَدِّي , ثنا أَبُو أُوَيْسٍ , ح وَحَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الْفَارِسِيُّ , ثنا عُثْمَانُ بْنُ خُرَّزَاذَ , ثنا مَنْصُورُ بْنُ أَبِي مُزَاحِمٍ مِنْ كِتَابِهِ ثُمَّ مَحَاهُ بَعْدَنَا أَبُو أُوَيْسٍ , عَنِ الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَعْقُوبَ , عَنْ أَبِيهِ , عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ , أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " كَانَ إِذَا قَرَأَ وَهُوَ يَؤُمُّ النَّاسَ افْتَتَحَ الصَّلَاةَ بِـ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1] ".
“Sesungguhnya Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- apabila beliau membaca dalam kondisi sedang mengimami para sahabat, beliau membuka shalat dengan BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM.”

Imam Ad-Daruquthni –rahimahullah- berkata :
المجموع شرح المهذب (3/ 345)
قَالَ الدَّارَقُطْنِيّ رِجَالُ إسْنَادِهِ كُلُّهُمْ ثِقَاتٌ.
“Imam Ad-Daruquthni berkata : Seluruh rawinya tsiqat (orang-orang kepercayaan).” [sebagaimana dalam “Majmu’ Syarhul Muhadzdzab” : 3/345].

Al-Khathib Al-Baghdadi –rahimahullah- menyebutkan, bahwa ada sekelompok para rawi meriwayatkan dari Abu Hurairah dengan lafadz “mengeraskan”, sebagai ganti lafadz “membaca”. Maka riwayat ini semakin jelas dan gamblang lagi menunjukkan, bahwa nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengeraskan BASMALAH.

>ketiga :
Telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal –rahimahullah- dalam “Al-Musnad” dari Ummu Salamah –radhiallahu ‘anha- :
مسند أحمد ط الرسالة (44/ 206)
26583 - حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأُمَوِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، أَنَّهَا سُئِلَتْ عَنْ قِرَاءَةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ: " كَانَ يُقَطِّعُ قِرَاءَتَهُ آيَةً آيَةً: {بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1] {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} [الفاتحة: 2] {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1] {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ} "
“Beliau (Ummu Salamah) pernah ditanya tentang bacaan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Maka beliau menjawab : Beliau (Rasulullah) senantiasa memotong-motong BACAANNYA ayat demi ayat. BISMILALHIRRAHMANNIRRAHIM, ALHAMDULILLAH RABBIL ‘ALAMIIN,...dst.” [ H.R. Ahmad : 44/206 no : 26583]

Hadits ini derajatnya “shahih lighairihi”. Telah dishahihkan imam Ad-Daruquthni, Al-Hakim, dan Asy-Syaikh Syu’aib Al-Arnauth –rahimahullah- dalam “Tahqiq” beliau terhadap “Musnad Imam Ahmad” (44/206) terbitan Muassasah Ar-Risalah tahun 1421 H.

Sisi pendalilannya pada kalimat “memotong-motong bacaannya”. Kalimat ini menunjukkan, bahwa Nabi –shallallahu ‘alaih wa sallam- mengeraskan bacaan BASMALAH. Karena kalimat “membaca”, asalnya diperdengarkan. Karena jika tidak diperdengarkan, tentu Ummu Salamah tidak akan tahu dan tidak akan meriwayatkannya. Terlebih, shaf wanita berada di belakang.

>Keempat :
Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas –radhiallahu ‘anhu- beliau berkata:
المستدرك على الصحيحين للحاكم (1/ 326)
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
“Adalah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengeraskan Bismillahirrahmannirrahim.” [H.R. Al-Hakim : 1/326 dan selainnya]

Hadits ini telah dishahihkan oleh Al-Hakim dan disetujui oleh imam Adz-Dzahabi –rahimahullah-(1/326). Imam An-Nawawi –rahimahullah- berkata :
المجموع شرح المهذب (3/ 347)
قَالَ الْحَاكِمُ هَذَا إسْنَادٌ صَحِيحٌ وَلَيْسَ لَهُ عِلَّةٌ وَأَخْرَجَ الدَّارَقُطْنِيّ حَدِيثَيْنِ كِلَاهُمَا عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ وَقَالَ فِي كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا هَذَا إسْنَادٌ صَحِيحٌ لَيْسَ فِي رُوَاتِهِ مَجْرُوحٌ
“Al-Hakim berkata : Ini sanad yang shahih, tidak ada ilat (cacat) baginya. Ad-Daruquthni telah mengeluarkan dua hadits, keduanya dari Ibnu Abbas. Kemudian beliau (Ad-Daruquthni) mengomentari tiap salah satu dari keduanya : Ini sanad yang shahih, tidak ada di dalam para perawinya yang dicacati.” [Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : 3/347].

Dalam “Sunan At-Tirmidzi” dari Ibnu Abbas –radhiallahu ‘anhu- berkata :
سنن الترمذي ت شاكر (2/ 14)
245 - حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ قَالَ: حَدَّثَنَا المُعْتَمِرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، قَالَ: حَدَّثَنِي إِسْمَاعِيلُ بْنُ حَمَّادٍ، عَنْ أَبِي خَالِدٍ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: " كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْتَتِحُ صَلَاتَهُ بِ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}
“Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- membuka shalatnya dengan BISMILLAHIRRAHMANNIRRAHIM.” [H.R. At-Tirmidzi : 2/14].

Setelah membawakan hadits di atas, At-Tirmidzi berkata :
سنن الترمذي ت شاكر (2/ 14)
وَلَيْسَ إِسْنَادُهُ بِذَاكَ
“Sanadnya tidak masalah.”

>Kelima :
Diriwayatkan dari Anas bin Malik –radhiallahu ‘anhu- dalam “Shahih Al-Bukhari” :
صحيح البخاري (6/ 195)
5046 - حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ، حَدَّثَنَا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، قَالَ: سُئِلَ أَنَسٌ كَيْفَ كَانَتْ قِرَاءَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَقَالَ: «كَانَتْ مَدًّا»، ثُمَّ قَرَأَ: {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1] يَمُدُّ بِبِسْمِ اللَّهِ، وَيَمُدُّ بِالرَّحْمَنِ، وَيَمُدُّ بِالرَّحِيمِ
“Dari Qatadah beliau berkata : Anas bin Malik pernah ditanya bagaimana bacaan nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- ? lalu beliau menjawab : Bacaan beliau panjang. Lalu membaca BISMILLAHIR-RAHMAN-NIRRAHIM, memanjangkan basmalah, memanjangkan ar-rahman, memanjangkan ar-rahim.” [H.R. Al-Bukhari : 5046].

Sisi pendalilannya pada kalimat “membaca bismillahirrahmannirrahim”. Jika Anas bin Malik mengabarkan demikian, tentu karena Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengeraskan bacaannya. Karena jika tidak dikeraskan, tentu beliau tidak akan menyatakan demikian. Termasuk yang beliau keraskan pertama kali, adalah basmalah.

Al-Hafidz Abu Bakar Muhammad bin Musa Al-Hazimi –rahimahullah- berkata :
المجموع شرح المهذب (3/ 347)
وَفِيهِ دَلَالَةٌ عَلَى الْجَهْرِ مُطْلَقًا يَتَنَاوَلُ الصَّلَاةَ وَغَيْرَهَا لِأَنَّ قِرَاءَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ اخْتَلَفَتْ فِي الْجَهْرِ بَيْنَ حَالَتَيْ الصَّلَاةِ وَغَيْرِهَا لَبَيَّنَهَا أَنَسٌ ولما أطلق جوابه وحيث اجاب بالبسلمة دل علي النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْهَرُ بِهَا في قراءته ولولا ذلك لاجاب أنس (بالحمد لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ)
“Di dalamnya terdapat dalil akan permasalahan mengeraskan (basmalah) secara mutlak, baik (di dalam) shalat atau selainnya. Karena bacaan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- seandainya berbeda dalam masalah mengeraskannya dalam dua kondisi yaitu saat shalat dan selainnya, sungguh dia Anas akan menjelaskannya. Tatkala beliau memutlakkan jawabannya, dimana beliau menjawab dengan basmalah, maka hal itu menunjukkan bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengeraskannya dalam bacaan beliau. Kalau bukan demikian, sungguh Anas akan menjawab “dengan Alhamdulillah rabbil alamin”.

Sementara kami cukupkan dengan lima dalil di atas. Walaupun pada hakikatnya masih ada beberapa dalil lagi dalam masalah ini, karena khawatir akan membuat artikel ini semakin panjang.Dari pemaparan di atas, jelaslah bahwa mengeraskan basmalah dalam shalat jahriyyah itu ada dalilnya, bahkan banyak. Ini saja belum termasuk berbagai atsar dari para sahabat dan generasi setelahnya. Bagaimana seandainya kami sebutkan semuanya ? mungkin akan menjadi sebuah buku yang cukup lumayan tebal.

Penjelasan di atas juga sebagai tanggapan atas klaim sebagian orang yang menyatakan bahwa mengeraskan basmalah dalam shalat jahriyyah tidak ada dalilnya. Jangan mengatakan “tidak ada dalilnya”, jika sejatinya tidak tahu. Tapi katakanlah “tidak tahu dalilnya”. Karena dua kalimat ini memiliki konsekwensi hukum yang sangat jauh berbeda. Jika tidak tahu, maka kita bantu untuk memberi tahu. Benar sekali ucapan yang menyatakan “Semoga Allah merahmati seorang yang mengetahui kadar dirinya”.

Mengakui sebuah “ketidaktahuan” bukanlah perkara yang akan menghinakan diri kita. Justru hal itu akan menunjukkan akan rasa takut kita kepada Allah Ta’ala dan menunjukkan sifat rendah hati yang akan mengangkat derajat kita di sisi-Nya. Semoga kedepannya, kita sekalian lebih hati-hati dalam mengeluarkan suatu pernyataan. Semoga artikel ini bermanfaat dan menembah wawasan keilmuan kita. amin.....

( Jika dirasa perlu, bersambung –insya Allah- dengan tanggapan terhadap berbagai dalil dan argumentasi dari pihak yang berpendapat bahwa basmalah dibaca lirih/tidak dikeraskan)

Abdullah Al Jirani
18 Agustus pukul 08.41 ·

Sumber : https://www.facebook.com/abdullah.aljirani.37/posts/304119347026038?__tn__=K-R

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.