Oleh : Abdullah Al Jirani
Pendapat, jika dilihat dari sisi jumlah ulama’ yang menyatakannya serta resiko dalam menyelisihinya, terbagi menjadi beberapa jenis :
1). Ijma’ (consensus ulama’).
Ijma’ termasuk salah satu sumber hukum di dalam Islam setelah Al-Qur’an, Sunnah dan Qiyas. Karena umat Islam tidak mungkin bersepakat di atas kesesatan, sebagaimana dinyatakan oleh Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Menyelisihi ijma’, sama halnya menyelisihi dalil. Maka jika telah terbukti secara ilmiyyah bahwa di dalam suatu masalah telah terjadi ijma’, tidak boleh bagi seorang muslim untuk menyelisihinya.
Imam Asy-Syafi’i –rahimahullah- berkata :
الرسالة للشافعي (1/ 403)
وأمْرُ رسول الله بلزوم جماعة المسلمين مما يُحتج به في أن إجماع المسلمين - إن شاء الله - لازمٌ
“Perintah Rasulullah untuk berpegang erat dengan jama’ah muslimin, termasuk perkara yang dijadikan dalil bahwa sesungguhnya ijma’ muslimin merupakan perkara yang lazim (bersifat harus atau wajib untuk diikuti) insya Allah.”
Imam As-Sarkhasi –rahimahullah- (w. 483 H) berkata :
أصول السرخسي (1/ 308)
وَبَعْدَمَا ثَبت الْإِجْمَاع بِهَذَا الطَّرِيق فَلَيْسَ لَهُ أَن يرجع عَنهُ بِرَأْي يعرض لَهُ لِأَن الْإِجْمَاع مُوجب للْعلم قطعا بِمَنْزِلَة النَّص فَكَمَا لَا يجوز ترك الْعَمَل بِالنَّصِّ بِاعْتِبَار رَأْي يعْتَرض لَهُ لَا يجوز مُخَالفَة الْإِجْمَاع بِرَأْي يعْتَرض لَهُ بَعْدَمَا انْعَقَد الْإِجْمَاع بدليله
“Setelah tetapnya ijma’ dengan metode ini, maka tidak ada baginya untuk berpaling darinya disebabkan suatu pendapat yang menghalanginya. Karena ijma’ mewajibkan ilmu pasti sebagaimana kedudukan dalil (Al-Qur’an dan Sunnah). Sebagaimana tidak boleh untuk meninggalkan beramal dengan dalil karena suatu pendapat yang menghalanginya, maka juga tidak boleh untuk menyelisihi ijma’ dengan sebab suatu pendapat yang menghalanginya, setelah ijma’ terwujud dengan dalilnya.”
2). Kesepakatan empat imam madzhab.
Kesepakatan empat imam madzhab, yaitu Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad dalam suatu masalah. Menyelisihi jenis kedua ini, dihukumi seperti menyelisihi ijma’. Sebagaimana telah dinyatakan oleh para ulama’, seperti imam As-Subki, Al-Qarafi, dan Ibnu Najim Al-Mishri –rahimahullah-. Artinya kekuatan kesepakatan empat imam madzhab, “hampir-hampir” mendekati kekuatan ijma’ ulama’. Maka pendapat yang menyelisihi jenis kedua ini :
> Dihukumi “seperti” menyelisihi ijma’
> Tidak boleh untuk diamalkan. Karena termasuk pendapat syadz (ganjil atau nyleneh)
Imam Zainuddin bin Ibrahim bin Muhammad yang lebih dikenal dengan Ibnu Najim Al-Mishri –rahimahullah- (wafat : 970 H) dalam kitab “Al-Asybah Wa An-Nadzair” ( hlm : 92, Cetakan : Darul Kutub – Beirut) berkata :
الأشباه والنظائر لابن نجيم (ص: 92)
الْخَامِسُ: مِمَّا لَا يَنْفُذُ الْقَضَاءُ بِهِ مَا إذَا قَضَى بِشَيْءٍ مُخَالِفٍ لِلْإِجْمَاعِ، وَهُوَ ظَاهِرٌ.وَمَا خَالَفَ الْأَئِمَّةَ الْأَرْبَعَةَ مُخَالِفٌ لِلْإِجْمَاعِ، وَإِنْ كَانَ فِيهِ خِلَافٌ لِغَيْرِهِمْ، فَقَدْ صَرَّحَ فِي التَّحْرِيرِ أَنَّ الْإِجْمَاعَ انْعَقَدَ عَلَى عَدَمِ الْعَمَلِ بِمَذْهَبٍ مُخَالِفٍ لِلْأَرْبَعَةِ لِانْضِبَاطِ مَذَاهِبِهِمْ وَانْتِشَارِهَا وَكَثْرَةِ أَتْبَاعِهِمْ.
“Peringatan kelima : Dari apa-apa yang qadha’ (pemutusan suatu hukum) tidak berlangsung dengannya, apabila seorang memutuskan suatu perkara dengan sesuatu yang menyelisihi ijma’ (consensus ulama’ muslimin). Dan pendapat apa saja yang menyelisihi imam yang empat –secara sekaligus-(Abu Hanifah, Malik bin Anas, Asy-Syafi’i dan Ahmad bin Hambal), maka pendapat itu menyelisih ijma’*. Walaupun di dalamnya terdapat perselisihan bagi selain mereka. Maka sungguh beliau telah menjelaskan dalam “At-Tahrir”, sesungguhnya telah terjadi ijma’, tidak diamalkannya suatu madzhab yang menyelisihi imam yang empat, karena madzhab mereka telah mundhabith**, telah tersebar, serta sangat banyak pengikutnya.”
*Menurut imam yang lain seperti Al-Qarafi dan As-Subki dengan tambahan kata “seperti” menyelisihi ijma’
** Mundhabith (kokoh), artinya : tidak mengamali berbagai perubahan disebabkan perubahan zaman dan manusia.
3). Pendapat jumhur ulama’ (mayoritas ulama’).
Yang dimaksud jumhur di sini, tiga imam dari empat imam madzhab. Misal : menurut pendapat Abu Hanifah, Malik, dan Asy-Syafi’i, bahwa masalah (A) hukumnya boleh. Sedangkan menurut Ahmad bin Hambal, tidak boleh (haram). Maka pendapat pertama yang membolehkan disebut pendapat Jumhur ulama’.
Menyelisihi pendapat jumhur ulama’ merupakan perkara yang sangat rawan dan bahaya. Karena secara umum, pendapat mereka di atas kebenaran. Demikian dinyatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam “Majmu’ Fatawa”. Bahkan secara pribadi, terus terang kami belum pernah mendapat satupun pendapat jumhur yang terbukti sebagai pendapat yang salah atau lemah.
Benar, jumhur ulama’ bisa salah. Namun, kemungkinan kesalahan mereka sangat kecil sekali dibandingkan kemungkinan benar mereka. Dan suatu hukum, dibangun di atas perkara yang paling dominan. Oleh karena itu, janganlah kita tergesa-gesa dan ceroboh dalam menyelisihi pendapat mereka. Apalagi pede dan keren karena merasa menemukan suatu pendapat yang belum pernah dikemukakan oleh mereka.
Fadhilatushy syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin –rahimahullah- berkata :
شرح العقيدة السفارينية (1/ 747)
وهذه قاعدة ينبغي أن تعرف وهي أنك إذا رأيت الجمهور على قول فلا تخرج عنه إلا بعد التأني والتريث والنظر في الأدلة والتدبر فيها؛ لأن قول الجمهور لا يستهان به، وقول الجمهور أقرب للحق من قول الواحد، فلا تفرح أن تجد قولاً غريباً تخرج به أمام الناس، ليصدق قول الناس عليك: خَالِفْ تُعرفْ، وبعض الناس يقول: خَالِفْ تُذْكَر. بل كن مع الجماعة
“Kaidah ini seyogyanya untuk diketahui, ia adalah : sesungguhnya apabila kamu melihat jumhur ulama’ di atas suatu pendapat, maka jangan keluar darinya kecuali setelah ta’ani wa tarayyuts (memahami secara teliti dan perlahan-lahan/tidak tergesa-gesa), meneliti secara seksama di dalam dalil-dalilnya serta memikirkannya. Karena pendapat jumhur tidak bisa diremehkan. Pendapat jumhur lebih dekat kepada kebenaran dari pendapat satu orang. Maka jangan kamu mereka senang bahwa kamu mendapatkan suatu “pendapat aneh/nyleneh” lalu kamu keluarkan pendapat tersebut di hadapan manusia (untuk cari sensasi). Agar kamu bisa dikatakan sebagaiman dinyatakan oleh banyak orang : “Selisihilah (jumhur), maka kamu akan dikenal!”. Sebagain orang berkata : “Selisihilah (jumhur), maka kamu akan disebut!”. BAHKAN JADILAH KAMU BERSAMA JAMA’AH.”
Imam Malik bin Anas –rahimahullah- berkata :
إن حقّا على من طلب العلم أن يكون له وقار وسكينة وخشية، وأن يكون متبعًا لأكثر مَنْ مضى قبله
“Sungguh wajib bagi penuntut ilmu untuk tenang dan punya rasa khosyyah (takut kepada Alloh) serta hendaknya dia mengikuti MAYORITAS (ULAMA’) dari orang-orang yang telah berlalu sebelumnya”. [ Diriwayatkan oleh Ibnu Wahb dari beliau. Simak muqoddimah Al-Mudawwanah ].
Ini pendapat jumhur ulama’. Adapun jumhur (mayoritas) manusia, maka tidak sedikitpun memiliki nilai pertimbangan dalam menentukan sebuah kebenaran pendapat. Karena mereka rata-rata di atas kebodohan. Maka Allah berfirman : “Dan jika kamu mentaati kebanyakan manusia di atas muka bumi, maka mereka akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.”
4). Pendapat masing-masing imam madzhab yang tidak sampai menjadi pendapat jumhur atau di atasnya.
Terkadang, para imam madzhab berbeda pendapat dalam suatu masalah. Dimana, masing-masing mereka memiliki pendapat sendiri-sendiri. Maka dalam kondisi seperti ini, boleh bagi kita sebagai penuntut ilmu untuk memilih salah satu pendapat yang ada, sesuai dengan apa yang menurut kita lebih kuat dan lebih dekat kepada kebenaran. Adapun untuk orang awam, maka boleh untuk taqlid kepada salah satu pendapat, tanpa harus meneliti pendapat tersebut karena tidak adanya ilmu pada dirinya.
Penyelisihan pendapat di sini masih dalam lingkup empat madzhab, bukan keluar darinya. Dimana kita masih memilih salah satu pendapat imam madzhab yang empat. Adapun jika sudah keluar dari mereka, dengan memunculkan pendapat baru (pendapat kelima) selain empat pendapat yang ada, maka menurut jumhur ulama’, hal ini tidak diperbolehkan. Karena secara tidak langsung, berarti kita menyalahkan semua pendapat tersebut.
Demikian pembahasan ringan kali ini. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan keilmuan kita sekalian. Barakallahu fiikum.
Abdullah Al Jirani
6 Juli pukul 07.23 ·
Sumber : https://www.facebook.com/abdullah.aljirani.37/posts/261105017994138
#Abdullah Al Jirani