Oleh: Roby Maulana
Kita punya MUI. Setuju atau tidak setuju dengan MUI, ia adalah wadah sah untuk menyatukan umat di negeri ini. MUI punya wewenang untuk berfatwa. MUI telah berfatwa soal berbagai hal terutama yang berkaitan di negeri ini. MUI tegas soal penistaan agama kala itu. MUI tegas soal kesesatan Syi'ah, liberal, Ahmadiyah, Inkarus Sunnah, LDII, ISIS, dan lainnya. MUI tidak mengajak kita bersatu atau bertoleransi dengan keyakinan sesat yang difatwakan MUI tersebut.
MUI berusaha menyatukan elemen umat Islam baik dari NU, Muhammadiyah, Persis, dan banyak lagi ormas-ormas Islam. MUI berusaha mencari persamaan di antara mereka dibandingkan perbedaannya. Karena tentunya menyadari bahwa terlalu banyak persamaannya.
Saya bersyukur adanya MUI saat ini. Bagaimana kiranya MUI dimobilisasi oleh satu kelompok saja. Mungkin niatnya ingin menyatukan umat (versinya), namun bisa jadi malah membuat umat kian terpecah dan kerusuhan bisa terjadi di mana-mana. Karena menyatukan umat itu tidak mudah. Dan MUI dengan segala kelebihan dan kekurangannya sudah berusaha untuk itu. Hargailah MUI dan jasa-jasanya yang menjadi lembaga sah di negeri ini. Kecuali jika Anda ingin merubahnya dan punya konsep lain dan bahkan mau jadi ketua MUI atau pejabat di sana, segeralah bergabung ke sana.
Kami berharap terciptanya persatuan dan saling bersinergi dalam harmoni serta tetap saling menasihati dalam kebaikan dan ketakwaan itu sesuai dengan arahan MUI. Jika Anda menyangka kami bersatu juga dengan kelompok sesat, maka Anda sudah gagal paham. Anda pun sudah melampaui wewenang MUI sebagai lembaga sah untuk berfatwa di negeri ini. Jadi hargailah MUI jikalau Anda dan da'i serta ulama Anda pun ingin dihargai.
Ini pula sekaligus menanggapi gagal pahamnya sebagian penolak kaidah ambil baiknya buang buruknya. Sebagian penolak kaidah itu menyangka bahwa kita pun mengambil ilmu dari kelompok yang telah difatwakan sesat oleh MUI seperti Syiah, Liberal, Ahmadiyah, LDII, ISIS, Inkarus Sunnah, dan lainnya. Semoga tak ada lagi orang-orang yang gagal paham karena terlalu nafsu dalam menolak argumentasi orang lain. Dan terlalu menyangka dirinya selalu perfect. Musibah!
Abū Hātim Muhammad bin Hibbān rahimahullāh berkata:
من أساء سمعا أساء إجابة.
"Siapa yang buruk pendengarannya (penerimaannya), maka akan buruk pula jawabannya (reaksinya)." [Raudhatul 'Uqalā:126]
Robi Maulana Saifullah
6 Juli pukul 20.27 ·
#Robi Maulana Saifullah