Salah satu isu yang kadang dijadikan alasan memojokkan kaum tradisional adalah isu taqlid dan penutupan pintu ijtihad. Isu ini muncul dalam periode yang dalam beberapa kitab tarikh tasyri' modern disebut periode taqlid, dimulai di pertengahan abad ke 4 Hijriyah. Sampai sampai dulu muncul buku berjudul Pintu Ijtihad Sebelum Ditutup. Jauh sebelum itu, Al Hafidh Ibn Rojab (w. 795 H) seorang faqih muhaddits bermadzhab Hanbali menulis sebuah risalah ar Rodd 'alaa Man-Ittaba'a Ghoir-ol Madzahib-il Arba'ah (menolak mereka yang mengikuti selain madzhab yang empat).
Dr. Qohthon Abdurrahman ad Duri dalam kitab Manahijul Fuqoha' memiliki penjelasan menarik mengenai masalah ini. Beliau menulis di halaman 34 :
Adapun masalah fatwa penutupan pintu ijtihad, maka yang memaksa para ulama' mengeluarkannya adalah banyaknya orang yang mengaku mujtahid di masa itu padahal mereka bukanlah ahlinya. Maka para ulama' kuatir jika orang orang pendaku mujtahid ini merusak agama orang banyak dengan fatwa fatwa mereka.
...
Fatwa ini tak bermaksud menutup pintu ijtihad, karena pintu ijtihad adalah pintu yang dibuka oleh Allah dan tak bisa ditutup oleh siapapun.
Beliau juga menulis di halaman berikutnya :
Periode ini walaupun sering disebut sebagai periode kemandegan fiqh, namun sebenarnya ini adalah periode penulisan syarh (penjelasan), tahlil dan istinbath (penggalian hukum), karena para ulama' di periode ini memiliki peran dan perjuangan yang tak kalah dibanding ulama' di periode sebelumnya dalam menancapkan ilmu agama pada para penuntut ilmu.
Apa yang ditulis Dr. Qohthon ini adalah catatan penting tentang periode ini bahwa tak seperti yang digambarkan sebagian sejarahwan, periode ini bukanlah periode jumud dalam keilmuan Islam. Dalam periode ini muncul kitab kitab seperti Al Majmu' karya an Nawawi, Al Mughni karya Ibn Qudamah, Al Mabsuth karya as Sarokhsi, at Tamhid karya Ibn Abdil Barr bahkan kitab kitab hadits seperti Sunan Al Baihaqi, kitab sejarah seperti Tarikh Baghdad atau Tarikh Ibn Asakir. Kitab kitab ini luar biasa penalarannya dan menunjukkan perjuangan para ulama' dalam menyebarkan ilmu agama.
Kadang kadang, nama sesuatu tak mewakili isinya. Dalam bahasa Inggris ada pesan penting : don't judge book by its cover.
WalLahu a'lam.
Ahmad Halimy
31 Januari 2021 pada 13.29 ·