Catatan Tentang Habaib Diterima Taubatnya Dalam Kubur

Catatan Tentang Habaib Diterima Taubatnya Dalam Kubur - Kajian Medina
Catatan Tentang Habaib Diterima Taubatnya Dalam Kubur

Tentang status saya sebelumnya yang bertanya barangkali ada yang tahu dalil tentang pernyataan sebagian kalangan bahwa habaib diterima taubatnya dalam kubur, maka setelah berbagai diskusi panjang (dan kadang ditanggapi emosional serta ada yang unfriend 😁), maka saya bisa memberi catatan sebagai berikut:

1. Perkara ini adalah hal ghaib dan karenanya hanya bergantung pada dalil sam'i (dalil berita langit) untuk bisa diterima. Namun demikian belum ditemukan dalil al-Qur'an atau pun hadis yang menjelaskan hal ini.

2. Pernyataan al-Imam al-Habib al-Faqih al-Muqaddam yang memohon agar taubat awladnya diterima oleh Allah walaupun di dalam kubur dan dikatakan oleh Syaikh Abdullah bin Ahmad Basawdan bahwa doa tersebut dikabulkan Allah, demikian juga pernyataan Habib Abu Bakar bin Abdullah al-Kharid yang berkata bahwa taubat mereka diterima walau dalam kubur, dapat dipahami sebagai berikut:

a. Teks aslinya adalah sebagai berikut:

تقبل توبتهم ولو في القبر

"Diterima taubat mereka, meskipun di dalam kubur"

Artinya yang dibahas adalah diterimanya taubat, bukan kegiatan bertaubatnya dari dosa yang baru dilakukan di dalam kubur. Kita tahu dari hadis sahih bahwa batas taubat adalah sebelum sekarat tidak sadarkan diri dan hadis umum ini tidak bisa dibatasi pemberlakuannya (ditakhsish) kecuali oleh hadis lain atau ayat al-Qur'an. Hadis yang dimaksud adalah sabda Nabi Muhammad shallallahu 'laihi wasallam:

إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ 

"Allah Ta'ala masih menerima taubat seorang hamba selama nyawanya belum sampai di tenggorokan."

Selama seseorang masih sadar (diungkapkan dengan redaksi nyawa belum sampai di tenggorokan), maka taubatnya dari dosa apa pun dapat diterima. Apabila dalam detik-detik akhir tersebut dia bertaubat lalu meninggal, maka dengan kemurahan Allah taubatnya masih bisa diterima, baik diterimanya saat dibawa ke kuburan atau setelah dikubur. Harus dipahami bahwa berbeda antara waktu bertaubat seorang hamba dengan waktu diterimanya taubatnya hamba oleh Allah.

b. Dalam hal ini, semua mukmin mempunyai kesempatan yang sama. Semua bisa bertaubat sebelum nyawanya sampai di tenggorokan dan taubatnya sama dapat diterima. Akan tetapi peluang diterimanya taubat tidaklah sama antar masing-masing orang karena berbagai hal. Dan dalam hal ini keturunan Rasulullah tentu saja memiliki peluang besar sebagaimana orang alim atau orang yang punya banyak amal shalih memiliki peluang yang besar pula. 

c. Ada indikasi bahwa yang dimaksud oleh al-Faqih al-Muqaddam sebagai awlad adalah anak-anak beliau langsung, bukan keturunan hingga kiamat. Indikasinya adalah keterangan Habaib bahwa "taubatnya sudah diterima". Keterangan semacam ini hanya relevan untuk hal yang sudah terjadi dan mempunyai qarinah yang jelas. Tentu tidak relevan memberi keterangan semacam itu untuk orang yang akhir hayatnya belum ketemu bagaimana, apalagi untuk mereka yang lahir saja belum. Namun apabila diumumkan pada seluruh keturunan beliau (Sadah Ba'alawi), maka sesuai catatan di atas. 

Demikian yang bisa saya catat, semoga bermanfaat. Sebagai akhir, saya ingin menutup ini dengan satu kisah. Nabi Muhammad suatu saat menerima ayat وأنذر عشيرتك الأقربين (peringatkanlah kerabat-kerabat dekatmu), maka seketika itu beliau bersabda:

يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ - أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا - اشْتَرُوا أَنْفُسَكُمْ، لاَ أُغْنِي عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا، يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ لاَ أُغْنِي عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا، يَا عَبَّاسُ [ص: ٧] بْنَ عَبْدِ المُطَّلِبِ لاَ أُغْنِي عَنْكَ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا، وَيَا صَفِيَّةُ عَمَّةَ رَسُولِ اللَّهِ لاَ أُغْنِي عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا، وَيَا فَاطِمَةُ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَلِينِي مَا شِئْتِ مِنْ مَالِي لاَ أُغْنِي عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا»

"Wahai Kaum Quraisy" atau ucapan semacamnya, peliharalah diri kalian karena aku tidak dapat membela kalian sedikitpun di hadapan Allah. Wahai Bani 'Abdi Manaf, aku tidak dapat membela kalian sedikitpun di hadapan Allah. Wahai 'Abbas bin 'Abdul Muthallib aku tidak dapat membela kamu sedikitpun di hadapan Allah. Wahai Shofiyah bibi Rasulullah, aku tidak dapat membela kamu sedikitpun di hadapan Allah. Wahai Fathimah putri Muhammad, mintalah kepadaku apa yang kamu mau dari hartaku, sungguh aku tidak dapat membela kamu sedikitpun di hadapan Allah". (HR. Bukhari)

Hadis itu mengisyaratkan agar kerabat Nabi tidak bergantung pada hubungannya dengan Nabi saja tetapi juga harus ada modalnya dari amalnya sendiri. Itu kerabatnya Nabi saja diperintah begitu, apalagi yang bukan.

Wallahu a'lam.

Abdul Wahab Ahmad

21 Januari 2021 pada 09.55  · 

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.