Makna Jihad : Bisakah Diqiyaskan?
Umumnya para ulama kita lebih suka meluaskan kata jihad yang mereka temukan dalam Al-Quran dengan penafsiran luas di luar perang fisik.
Alasannya cukup kuat, bahwa Nabi SAW pernah menyebut jihad wanita yaitu pergi haji, atau menyebut jihad melawan hawa nafsu. Bahkan konon ada sebutan bahwa jihad melawan hawa nafsu lebih besar dari pada jihad perang.
Sehingga kata jihad jangan hanya dipahami sebagai peperangan melulu. Kira-kira begitu arahan yang sering kita dengar.
Semua itu sih sah-sah saja. Namanya juga menafsirkan ayat, boleh dan silahkan.
Namun saking banyaknya yang meluaskan makna jihad, saya sampai menemukan orang yang melewati batas, sehingga dia mengatakan bahwa tidak ada syariat jihad dalam Islam.
Susah juga kan kalau ketemu orang yang model pemikirannya anti jihad kayak gini. Padahal dalam Al-Quran ada banyak ayat jihad, setidaknya ada 60 sampai 70 ayat. Masa mau kita ingkari semuanya?
Jadi bagaimana ini? Apakah kita harus berubah jadi kelompok jihadis, kemana-mana dakwah menyerukan perang melulu?
Ataukah kita mau 'menghilangkan' syariat jihad dengan menafsiri semua kata jihad dengan makna-makna yang lain?
Sampai disini tentu jadi dilemma, antara jihad fisik atau jihad dalam makna luas.
°°°°
Sebenarnya selain meluaskan makna jihad, bisa juga jalan yang kedua, dimana kata jihad yang kita temukan dalam ayat Al-Quran tidak usah kita tafsirkan keluar dari maksud aslinya yaitu jihad fisik.
Jihad tetap kita pahami apa adanya sebagaimana saat ayat itu diturunkan, yaitu perang fisik pakai senjata, menghunus pedang, mengayunkan senjata, naik kuda, pakai baju perang.
Tinggal kita bahas masalah bagaimana menerapkan fiqih jihad itu dalam kehidupan kita.
Justru di bagian inilah yang jarang-jarang dibahas. Padahal jihad itu sama persis dengan ibadah haji. Di dalam Al-Quran beberapa kali disebutkan ibadah haji, yaitu thawaf mengelilingi Ka'bah dan sa'i, masing-masing 7 putaran.
Nyaris tidak pernah saya dengar ada orang mencoba menafsirkan haji ataupun meluas-luaskan maknanya. Ritual haji yang tidak logis itu masih kita kerjakan begitu saja apa adanya.
Tapi kita tahu bahwa haji itu tidak dikerjakan setiap hari,karena haji itu ada waktu-waktunya. Tidak semua orang wajib berhaji, karena sebatas hanya yang mampu saja.
Begitu juga dengan jihad, tidak semua orang terkena kewajiban jihad. Ada sejumlah persyaratan yang harus terpenuhi, seperti muslim, aqil, baligh, laki, punya harta, izin orang tua, perintah dari sultan dan seterusnya.
Kalau semua syarat itu tidak terpenuhi, maka tidak wajib jihad.
Kalau dikatakan bahwa jihad itu butuh persiapan dan harus dipersiapkan, memang benar. Tapi bukan berarti tiap hari semua kita harus latihan militer. Tidak berarti semua kita muslim ini harus latihan perang.
Kan yang pada latihan manasik haji juga tidak seluruh umat Islam. Coba orang yang lagi manasik itu kita tanya : Ikut manasik pada mau ngapain pak? Jawabnya sederhana : Oh, bulan depan saya mau umroh.
Kalau ada orang ikutan manasik haji padahal tidak ada rencana haji atau umroh, ya boleh-boleh saja. Walaupun rada aneh saja. Salah satu peserta manasik umroh kita tanya : Rencana berangkat umrohnya kapan?
Jawabnya agak aneh dikit : Wah ndak tahu ya. Wong saya cuma ikutan manasik tok. Belum ada rencana umroh.
Jawaban kayak gitu bisa bikin kita pingin garuk kepala meski tidak gatal.
°°°
Jihad dan Budak
Ayat jihad itu setara dengan ayat perbudakan. Kalau budaknya ada, hukumnya kita jalankan. Tapi kalau budaknya tidak ada, ya tidak kita jalankan.
Contoh dalam 8 asnaf zakat, dimana salah satunya harta zakat itu menjadi haknya para budak. Di hari ini tidak ada budak, lalu bagaimana?
Apakah asnaf zakat berkurang jadi hanya 7 saja, ataukah budak mau kita qiyas sebagai pembantu rumah tangga?
Anggaplah budak itu kita qiyaskan dengan pembantu. Tapi status qiyasnya seberapa jauh? Bolehkah pembantu itu kita setubuhi tanpa dinikahi, sebagaimana bolehnya menyetubuhi budak? Jelas tidak boleh.
Kalau tidak boleh qiyas budak dengan pembantu dalam urusan persetubuhan, tapi qiyas budak dalam urusan mustahik zakat kenapa jadi boleh?
Nah, perlu garuk kepala lagi dan memang sangat gatal. . . .
Ahmad Sarwat
2 Desember 2020 pada 10.50 ·