Tidak Ada Qadha’ Shalat?

Tidak Ada Qadha’ Shalat? - Kajian Medina
Tidak Ada Qadha' Shalat?

Yang pernah belajar fiqih empat mazhab pasti pernah belajar bab Shalatul Fawait alias shalat-shalat yang terlewat. 

Maksudnya kewajiban shalat itu masih tetap jadi beban tanggungan, meski pun waktu shalat sudah lewat. Misalnya bangun tidur kesiangan jam 07.00 dan belum Shalat Shubuh. Maka wajib atasnya untuk shalat shubuh, meski pun matahari sudah bersinar cerah.

Begitu juga ketika seseorang lalai karena sibuk, banyak urusan, atau menggampangkan dan sebab-sebab lainnya. Pokoknya selama shalat belum dijalankan, maka masih jadi tanggungan hutang.

Namun saya pernah ditanya beberapa jamaah yang melaporkan bahwa katanya tidak ada qadha' shalat. Kalau waktunya sudah lewat, maka tidak perlu lagi mengerjakan shalat, cukup bertauba, banyak-banyakin dzikir atau banyakin shalat sunnah saja. 

Saya coba melacak ke beberapa kitab fiqih di empat mazhab, siapa sih yang punya pemikiran macam itu. Dan tidak ketemu-ketemu juga. Nampaknya empat mazhab sepakat bahwa shalat yang terlewat itu tetap wajib untuk dikerjakan.

Tapi setelah saya coba ubek-ubek lagi, akhirnya ketemu juga siapa sih sumber utama pemikiran anti qadha' shalat ini. Saya ketemu dua tokoh, yang pertama Ibnu Hazm sebagai tokoh mazhab Zhahiri dan satu lagi Syekh Bin Baz Mufti Saudi.

1. Ibnu Hazm

Al-Imam  Ibnu  Hazm  Al-Andalusy  di  dalam kitabnya, Al-Muhalla bi Atsar, menegaskan bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, maka statusnya kafir. (Ibnu Hazm, Al-Muhalla bil Atsar, jilid 2 hal. 2422)

Dan karena statusnya kafir, orang tersebut tidak perlu mengganti shalat yang ditinggalkannya secara sengaja.

2. Syeikh Bin Baz

Syeikh Abdul Aziz bin Baz, mufti Kerajaan Saudi Arabia, berpendapat bahwa orang yang meninggalkan  shalat  secara  total  selama  kurun waktu tertentu, tidak perlu mengganti shalatnya. 

Alasan yang    dikemukakan    pendapat    ini adalah karena  selama  kurun  waktu  tertentu  itu dirinya  dianggap  telah  murtad  atau  keluar  dari agama   Islam. Dan   sebagai   orang   yang   bukan muslim, menurut pendapat ini, yang bersangkutan tidak diwajibkan untuk mengerjakan shalat. (http://www.binbaz.org.sa/mat/18110)

Tidak    adanya    kewajiban    bagi    mereka    untuk mengqadha’ shalat atau puasa atau lainnya itu menurut Beliau juga didasari pada beberapa hadits berikut sesuai dengan pemahamannya :

Batas antara seseorang dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat. (HR. Muslim) َ

Saya baru menemukan dua tokoh itu, mungkin masih ada tokoh-tokoh lainnya, saya belum tahu. Tapi kalau fiqih empat mazhab, semua sepakat bahwa shalat yang terlewat itu tetap wajib diganti, meski pun teknis penggantiannya bisa saja sedikit berbeda.

Lebih detailnya silahkan baca sendiri di buku saya ini. 

https://www.rumahfiqih.com/pdf/z.php?id=5

Ahmad Sarwat

8 November 2020 pukul 09.33  · 

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.