Perkara-Perkara Menyimpang Akan Tampak Sama

Perkara-Perkara Menyimpang Akan Tampak Sama - Kajian Medina

🍁 Perkara-perkara menyimpang akan tampak sama antara satu kelompok dengan kelompok menyimpang lainnya.

Salafi 'Wahabi' dan Hizbut Tahrir sejatinya adalah dua kelompok yang berbeda. Jika Salafi 'Wahabi' identik sama dengan firqoh Mujassimah dimasa lalu, sementara Hizbut Tahrir identik sama dengan firqoh Qodariyah dimasa lalu. Dua firqoh menyimpang dimasa lalu yang saat ini bertransformasi menjadi kelompok baru dengan label dan arah pemikiran yang berbeda, namun tetap sama dalam akidahnya, kita sebagai muslim mayoritas (Ahlussunah wal Jama'ah Asy'ariyah dan Maturidiyah) harus mewaspadai dua kelompok menyimpang ini, agar akidah kita dan keluarga menjadi selamat dari penyimpangan.

Dalam foto yang saya unggah ini, terdapat setidaknya ada 3 kesamaan kelompok Hizbut Tahrir dan Salafi 'Wahabi'. Yang pertama, mereka sama-sama suka memutilasi teks dalam kitab-kitab yang dianggap mendukung dan sepemahaman dengan pemahaman kelompoknya. Yang kedua, mereka selalu memalingkan makna yang terkandung dalam teks menjadi makna yang dipaksakan mengikuti pemikiran kelompok mereka. Yang ketiga, menjadikan tokoh menyimpang dimasa lalu menjadi rujukan / referensi. Kali ini mereka (Hizbut Tahrir) menukil ucapan Abu Ya'la al-Farra dan mengklaim beliau sebagai seorang Al-Imam dalam manhaj Ahlussunah wal Jama'ah.

Kali ini saya memberikan bantahan bahwa Abu Ya'la al-Farra bukanlah Ulama Ahlussunah wal Jama'ah. Meskipun beliau seorang Hanabilah, tapi beliau diketahui telah mengotori madzhab Hanbali.

Mengenai al Qadhi Abu Ya’la al-Farra, Imam Ibnul Atsir -rahimahuLlah- mengatakan:

وفيها أنكر العلماء على أبي يعلى بن الفراء الحنبلي ما ضمنه كتابه من صفات الله سبحانه وتعالى المشعرة بأنه يعتقد التجسيم، وحضر أبو الحسن القزويني الزاهد بجامع المنصور وتكلم في ذلك، تعالى الله عما يقولون علواً كبيراً

“Dan pada tahun 429 H, para ulama mengingkari Abu Ya’la al-Farra al-Hanbali atas isi kandungan kitabnya yang berbicara soal sifat-sifat Allah Ta’ala yang mengisyaratkan bahwa ia meyakini tajsim. Abul Hasan al-Qazwaini seorang ulama yang zuhud mendatangi masjid Jami’ al-Manshur dan membicarakan Abu Ya’la, sungguh Maha Suci Allah dari apa yang mereka ucapkan dengan ke maha tinggian yang besar”.

Ibnul Atsir mengatakan:

لقد شان أبو يعلى الحنابلة شينا لا يغسله ماء البحار

“Sungguh Abu Ya’la telah mengotori madzhab Hanabilah dengan sesuatu yang tidak akan bisa dibersihkan dengan sebanyak air lautan”.

Bahkan al-Hafidz Ibnu Arabi sangat mengingkari Abu Ya’la dan ia telah menghina Allah Ta’ala dengan semua yang diucapkannya tentang sifat-sifat Allah”.

Yang perlu diingat, meskipun demikian dalam teks-teksnya yang lain beliau juga ada mengakui kemaha sucian Allah dari tempat dan gerakan, dan mungkin saja beliau wafat atas akidah tanzih tersebut. Wallahu a'lam.

Imam Ibnul Jauzi al-Hanbali -rahimahuLlah mengatakan:

ورأيت من أصحابنا من تكلم في الأصول بما لا يصلح وانتدب للتصنيف ثلاثة: أبو عبدالله بن حامد وصاحبه القاضي وابن الزاغوني، فصنفوا كتبا شانوا بها المذهب ورأيتهم نزلوا إلى مرتبة العوام

“Aku melihat sahabat kami (dalam madzhab Hanbali) ada ulama yang membicarakan masalah akidah dengan sesuatu yang tidak patut dibicarakan, dan berani menulis kitab, tiga orang yaitu Abu Abdillah bin Hamid dan sahabatnya yaitu Al-Qadhi Abu Ya’la dan Ibnu al-Zaghuni. Mereka telah menulis kitab yang mengotori madzhab Ahmad bin Hanbal dan aku melihat mereka telah turun ke tingkatan orang awam”.

Salah satu contoh penyimpangan yang dilakukan oleh Al Qadhi Abu Ya'la al-Farra Al Hanbali yang juga dinukil oleh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Bayan Talbis Al Jahmiyyah:

ويجب أن يحمل اختلاف كلام أحمد في إثبات الحد على اختلاف حالتين فالموضع الذي قال إنه على العرش بحد معناه أن ما حاذى العرش من ذاته هو حد له وجهة له والموضع الذي قال هو على العرش بغير حد معناه ما عدا الجهة المحاذية للعرش وهي الفوق والخلف والأمام واليمنة واليسرة وكان الفرق بين جهة التحت المحاذية للعرش وبين غيرها ما ذكرنا أن جهة التحت تحاذي العرش بما قد ثبت من الدليل والعرش محدود فجاز أن يوصف ما حاذاه من الذات أنه حد وجهة وليس كذلك فيما عداه لأنه لا يحاذي ما هو محدود بل هو مار في اليمنة واليسرة والفوق والأمام والخلف إلى غير غاية

بيان تلبيس الجهمية، ج ٣ ص ٢٤-٢٥

"Perbedaan ucapan Imam Ahmad dalam menetapkan batasan harus dipahami sebagai perbedaan dua keadaan. Jadi, riwayat dari Imam Ahmad bahwa Allah di atas Arasy dengan batas, maksudnya adalah sisi Allah yang berhadapan dengan Arasy itu adalah batasan-Nya dan arah-Nya. Sedangkan riwayat dari Imam Ahmad bahwa Allah di atas Arasy tanpa batas, maksudnya adalah selain sisi Allah yang berhadapan dengan Arasy, yaitu sisi atas, belakang, depan, kanan dan kiri. Jadi perbedaan antara sisi bawah dengan sisi-sisi selain bawah adalah seperti saya sebutkan tadi bahwa sisi bawah itu berhadapan dengan Arasy berdasarkan dalil yang shahih. Padahal Arsy itu terbatas, maka boleh dikatakan bahwa sisi Allah yang berhadapan Arasy itu adalah batas dan arah. Sedangkan sisi-sisi selain bawah adalah tidak terbatas, sebab tidak berhadapan dengan benda yang terbatas. Jadi sisi selain bawah tersebut menyebar ke segala sisi: kanan, kiri, atas, depan dan belakang sampai tak terhingga."

(Bayan Talbis Al Jahmiyyah, Ibnu Taimiyyah, 2/24-25)

Berdasarkan pernyataan Abu Ya'la di atas, dapat dipahami bahwa dzat Allah terbatas dari sisi bawah karena berhadapan dengan makhluk yang terbatas yaitu Arasy, sedangkan sisi Allah selain bawah adalah tidak terbatas, tapi menyebar ke segala penjuru arah sampai tak terhingga karena tidak berhadapan dengan apapun. 

Perlu diketahui bahwa Abu Ya'la ini dikecam keras oleh para ulama karena dianggap telah mem-benda-kan Allah. 

Sebagaimana kita ketahui bagi Ahlussunah wal Jama'ah, kita meyakini sebagaimana yang diyakini oleh Imam Thahawi -rahimahuLlah dalam kitab Akidah Thahawiyah mengatakan:

وتعالى عن الحدود والغايات، والأركان والأعضاء والأدوات، لا تحويه الجهات الست كسائر المبتدعات

"Maha Suci Allah dari batasan, ujung, organ, bagian dan alat. Dia tidak terliputi oleh Enam Arah seperti layaknya makhluk yang diciptakan (arah depan, belakang, kanan, kiri, atas dan bawah.

Dengan demikian penyimpangan dua kelompok ini (Salafi 'Wahabi' dan Hizbut Tahrir) jika dikaji lebih teliti, sejatinya mereka sangat banyak kesamaannya. Termasuk dalam perkara yang konteks nya terbilang baru pun juga memiliki kesamaan, contohnya: Ayo boikot produk Prancis. Eh... eh .. Giliran haus dalam pengajiannya malah minum Aqua

Perkara-Perkara Menyimpang Akan Tampak Sama - Kajian Medina

Feri Hendriawan

8 November 2020· 

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.