Motivator Agama
Salah satu sudut kelemahan umat Islam hari ini adalah kurangnya motivasi dalam beragama. Bahasa populernya kurang ghiroh keislaman.
Sehingga umat Islam nampak lemah tak berdaya di depan musuh-musuhnya, baik dari kalangan eksternal yaitu agama di luar Islam, atau pun dari internal, yaitu sesama pemeluk Islam sendiri.
Oleh karena itulah dibutuhkan motivasi yang terus dipompakan tanpa henti. Maksudnya agar umat Islam bangkit, tidak hanya jadi ekor, tapi juga maju tampil di pentas dunia.
Sejak masih SMP saya sudah ikut kajian-kajian yang intinya memompakan semangat keislaman. Proud to be moslem, kira-kira itulah yang jadi tag-linenya.
Sampai kuliah pun saya termasuk barisan pendukung utama dalam urusan memberi motivasi keislaman. Biasanya materi favorite yang saya bawakan antara lain :
1. Al-Ghazwul Fikri (الغزو الفكري) : Perang Pemikiran.
2. Asbabu Taakhkhur Muslimin (أسباب تأخر المسلملين) atau Faktor Kemunduran Umat Islam.
3. Muamaratul Yahud wash Ash-Shahyuniyah (مؤامرة اليهود والصهيونية) - Konspirasi Yahudi dan Zionis
4. Al-Mutasaqithuna fi Thariqid Dakwah 🙁 المتساقطون في طريق الدعوة) Yang Berjatuhan di Jalan Dakwah
5. Jahiliyatu Qarnil Isyrin (جاهلية قرن العشرين) : Jahiliyah Abad Duapuluh
6. Hizbullah wa Hizbussyaithan (حزب الله و حزب الشيطان) : Partai Allah dan Partai Setan.
7 Mazahib wa Afkar Al-Haddamah (المذاهب والأفكار الهدامة) : Kelompok dan Aliran Perusak Islam.
Keren-keren kan? Apalagi judul-judul berbalut bahasa Arab. Kesannya tuh Syar'i banget.
Semua tema di atas sudah saya hafal luar kepala dengan berbagai contoh ilustrasi plus bumbu informasi dan gosip terkini.
Biasanya antusiasme peserta akan sangat positif, tidak jarang mereka memekikkan takbir secara bersama-sama, sambil berdiri dan mengepalkan tangan.
Dari segi tema besar, secara umum adalah :
1. Isme-isme musuh umat yang harus terus diwaspadai sekulerisme, westernisme, kapitalisme, sosialisme dan komunisme.
2. Ditambah isme-isme lokal seperti Pancasila, nasionalisme, kejawen, adat budaya nenek moyang, tradisi leluhur, mistik, dan TBC (tahayul bidah dan churofat).
3. Semua isme itu digerakkan oleh dua musuh besar umat Islam yang sifatnya abadi, yaitu Yahudi dan Nasrani.
Dua agama itu akan terus memerangi kaum muslimin dengan segala cara. Perangnya perang abadi hingga hari kiamat, sehingga tidak ada perdamaian dengan mereka.
4. Seluruh kekuatan dunia di tangan yahudi nasrani. Mereka mengerahkan semua kekuatan untuk menghabisi umat Islam di semua bidang. Politik, sosial, ekonomi, hukum, militer, budaya, pendidikan, hingga ilmu pengahuan.
5. Sebagai antisipasi dari semua itu, satu-satunya jalan adalah mendirikan Khilafah Islamiyah. Jangka pendeknya adalah merekrut seluruh pemuda Islam ke dalam barisan pengkaderan kemudian dengan menghidupkan semangat jihad fi sabilillah.
Semua tulisan di atas itu adalah kilas balik napak tilas perjalanan pemikiran yang pernah saya tempuh. Sebuah catatan yang penuh memori.
Pasti banyak yang juga mengalami proses perjalanan seperti saya, setidaknya mereka-mereka yang seumuran dengan saya.
Saya melewati proses itu sejak masuk SMP, di awal tahun 80-an. Dan berlangsung terus sampai lewat tahun 2000 ke atas.
Jadi kalau sekarang saya ketemu adik-adik junior yang lagi punya ghiroh keislaman mirip-mirip saya dulu, saya cuma bisa bilang : welcome to the jungle.
Begitu juga yang tiap hari lantang meneriakkan motivasi untuk menegakkan Islam. Saya tidak salahkan, tapi cuma saya arahkan saja. Setidaknya saya kasih saran.
Saran saya, jangan lupa dalami ilmu-ilmu keislaman. Sebab yang kita perjuangkan itu agama Islam. Maka wajar sekali bila kita tidak hanya berhenti sampai menyemangati orang untuk berislam, tapi kitanya sendiri kudu mendalami apa itu Islam sampai ke usus-ususnya.
Jangan sampai kita jadi calo tiket bus antar kota. Semua orang di terminal kita arahkan naik bus kita. Tapi begitu busnya bergerak, kitanya malah tidak ikut dan tertinggal.
Baca Quran blepetan, artinya masih bergantung terjamahan, kitab tafsir nggak tahu, bahasa Arab buta total, ilmu fiqih nggak kenal, ushul fiqih le laut aja.
Orang-orang diberi motivasi, tapi diri sendiri sama sekali tidak ngaruh. Itu sebenarnya adalah saya sendiri pada waktu itu.
Jelas marah dan tersinggung saya dikritik kayak gitu. Habis tuh orang saya maki-maki sebagai yahudi, zionis, syiah, sekuler, kejawen, dan sederet makian-makian khas aktifis. Saya ini pejuang, berjuang demi tegaknya Islam, kok dilecehkan kayak gitu. Saya gak terima.
Tapi . . .
Pas lagi tenang dan santai, kadang nasehat-nasehat itu kembali mengelitik nurani saya. Kadang saya berpikir, iya juga sih. Masak saya berhenti cuma sampai jadi motivator?
Terus mendalami ilmu-ilmu keislamannya kapan?
. . . .
Ahmad Sarwat
16 November 2020·