Ilmu itu Tiga Jengkal
Ilmu itu tiga jengkal. Orang yang baru sampai di jengkal pertama akan merasa sombong. Orang yang sampai di jengkal kedua akan rendah hati. Orang yang sampai di jengkal ketiga akan yakin bahwa ia tidak tahu apa-apa.
Ilmu ibarat lautan luas yang tak bertepi. Karena itu tak ada kata berhenti dalam mencari ilmu.
Tak perlu malu ketika harus merubah pendapat sendiri jikalau menemukan dalil dan argumentasi yang jauh lebih kuat. Bertahan dengan pendapat lama karena takut dikatakan tidak istiqamah justru menjadi bukti bahwa kita kurang tela'ah.
Ya, ada sejumlah pendapat dalam masalah tertentu yang mesti dipertahankan, tapi itu tidak seberapa. Selebihnya adalah mahall nazhar dan ijtihad basyari. Boleh bersemangat menyuarakan satu pendapat, tapi tetaplah sisakan ruang bagi pendapat berbeda yang boleh jadi lebih kuat. Dengan menyisakan ruang bagi kemungkinan adanya pendapat lain yang benar, kita akan terhindar dari ta'ashub. Bukan ta'ashub pada mazhab tapi ta'ashub pada diri sendiri.
Mungkin ini diantara sebab kenapa para imam mazhab jauh dari penyakit ta'ashub, karena slogan mereka adalah :
رأيي صواب يحتمل الخطأ ورأي غيري خطأ يحتمل الصواب
Pendapat saya benar, boleh jadi salah.
Pendapat orang lain salah, boleh jadi benar.
Ini bukan keragu-raguan. Ini adalah pengakuan tulus dan jujur dari mereka yang sudah mengarungi lautan ilmu yang luas dan menyadari bahwa ilmu manusia sangat terbatas.
Imam Abu Hanifah menegur murid dan sahabatnya Abu Yusuf yang menulis setiap kalimat yang keluar dari mulutnya.
"Hai Ya'qub, jangan tulis semua yang engkau dengar dariku. Boleh jadi hari ini aku berpendapat A, besok sudah aku tinggalkan, dan besok aku berpendapat B, lusa sudah aku tinggalkan."
Yendri Junaidi
4 November 2020 pada 22.19 ·