MENGENAL FISIK RASULULLAH
“Aku pernah melihat Rasulullah pada malam bulan purnama. Aku mencoba membandingkan keduanya, dengan cara melihat Rasulullah, lalu bulan purnama. Ternyata, wajah Rasulullah lebih indah dari pada bulan purnama!” (Jabir bin Samurah)
Tujuan mengenal fisik Rasulullah memang bukan untuk ditiru secara langsung dan mutlak, namun untuk diimani bahwa setiap Nabi itu memiliki fisik indah. Secara khusus, kitab-kitab Syama-il membahas ciri-ciri tubuh Nabi secara panjang lebar, karena banyak sekali fisik mulia Rasulullah yang harus disifati. Kesaksian para sahabat yang memiliki kesempatan melihat Nabi secara langsung juga amat banyak.
Secara umum, pakar Syama-il sepakat bahwa Baginda Nabi Muhammad memiliki jasad yang sangat indah. Al-Tirmidzi meriwayatkan dari Anas yang menyatakan, Nabi Muhammad bukanlah seseorang yang sangat tinggi ataupun pendek, tidak berwarna kulit putih pucat ataupun berwarna coklat, bukan pula berambut keriting atau lurus terurai.
Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang yang mulia dan dimuliakan orang, wajah beliau bercahaya laksana bulan purnama, lebih tinggi dari orang tinggi yang duduk berdampingan dengannya, dan lebih rendah dari orang yang kurus tinggi, serta berkepala besar seimbang dengan tubuhnya, berambut ikal, apabila mengurainya maka rambut beliau akan terurai, apabila tidak mengurainya maka rambut beliau tidak melebihi ujung daun telinga.
Ummu Ma’bad melukiskan, Nabi adalah manusia yang sangat tampan ketika dilihat dari jauh, dan lebih tampan lagi apabila dilihat dari dekat. Lebih dari itu, Jabir bin Samurah pernah berhikayat, “Aku pernah melihat Rasulullah pada malam bulan purnama. Aku mencoba membandingkan keduanya, dengan cara melihat Rasulullah, lalu bulan purnama. Ternyata, wajah Rasulullah lebih indah dari pada bulan purnama!” (HR. Al-Tirmidzi)
Jika kita memandang wajah Rasulullah, salah seorang sahabat memastikan, “Bila anda melihatnya tanpa sengaja, anda akan rikuh –karena wibawa dalam dirinya. Bila sedang bersama dan mulai mengenalnya, anda bakal langsung jatuh cinta. Anda pasti akan berkata, ‘Aku tidak pernah melihat seorangpun yang sepertinya!”
Duh, alangkah kita sangat merindukannya!
Rincian karakter fisik Rasulullah, mulai warna kulit, wajah, pundak, mata, hidung, pipi, mulut, gigi, janggut, keringat, rambut, leher, tangan, kaki, dan lainnya, pun tak luput dari pengamatan para sahabat. Mereka ingin berbagi cerita tentang keindahan-keindahan fisik Nabi itu pada generasi berikutnya.
Dirawikan, kulit Rasulullah itu tidak berwarna coklat atau putih yang berlebihan. Kulit beliau putih, seakan-akan disepuh dengan perak. Ada yang menyebut, dalam kondisi tertentu, kulit beliau putih kemerah-merahan.
Wajah Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam paling tampan di antara yang lainnya, tidak berbentuk persegi ataupun bulat. Pipi beliau ideal, tidak cekung ataupun besar. Mulai Abu Bakar, Anas, Aisyah, Jabir bin Samurah, hingga para penyair kontemporer, selalu menyifatinya dengan bulan purnama. Sahabat Barra bin Azib tak mau menyamakan wajah Baginda Nabi dengan cahaya pedang. “Tetapi seperti bulan purnama,” ujarnya mengamini yang lain, sebagaimana dirawikan oleh Abu Dawud.
Nabi memiliki mata besar, pupil mata yang sangat hitam, dan terdapat urat-urat halus berwarna kemerahan. Ciri terakhir ini merupakan salah satu tanda kenabiannya yang disebutkan dalam kitab-kitab terdahulu.
Bulu mata Nabi lebat dan panjang. Pandangan mata beliau merendah. Penglihatannya ke bumi lebih banyak dari penglihatannya ke langit. Bila memandang, kebanyakan tatapannya tajam.
Alis Nabi melengkung, hampir bersambung. Saat terkena debu perjalanan, kedua alis itu benar-benar terlihat seperti tersambung. Hal ini dijelaskan di antaranya oleh Ibn al-Atsir dalam kitabnya. Orang yang tak memperhatikan baik-baik akan menyangka hidung Nabi mancung seperti orang kebanyakan. Namun sebenarnya hidung Nabi lurus panjang, lalu ada lekukan kecil di tengahnya.
Bibir Nabi lebar dan indah, menunjukan kefasihan bicaranya. Kata Jabir, saat menutup, gerakan kedua bibir itu sangat lembut, menyembunyikan kilauan gigi beliau yang putih. Sedang gigi serinya renggang, apabila berbicara seakan-akan cahaya berhamburan keluar dari sela-selanya.
Aisyah menuturkan, jenggot Nabi lebat. Di antara kebiasaan Nabi adalah membiarkan jenggotnya itu lebat dan panjang, serta menipiskan kumisnya. Abu Na’im, Ibnu Asakir, al-Baihaqi, dan lainnya meriwayatkan, di bawah bibir Nabi terdapat rambut (‘anfaqah) yang bersambung ke jenggotnya. Al-Tirmidzi dan al-Baghawi menambahkan, ketebalan jenggot Nabi seukuran genggaman tangan. Beliau selalu menyisir, merawat, serta memberinya minyak wangi.
Nabi berambut ikal, tidak lurus terurai ataupun keriting berlebihan. Jika beliau telah menyisirnya, rambutnya akan rapih laksana guratan padang pasir yang indah. Terkadang Nabi menjadikan gaya rambutnya dengan empat buntut, setiap dua buntut berada di antara telinga beliau.
Di masa senja, rambut Nabi beruban. Melihat itu, Abu Bakar memberikan komentar, “Baginda Nabi, engkau telah beruban.” Nabi menjawab, “Surat Hud, al-Waqi’ah, al-Mursalat, ‘Amma yatasa-alun, dan Idzas syamsu kuwwirat yang telah membuatku beruban.” Surat-surat ini mengandung penjelasan tentang keadaan hari kiamat yang membuat Nabi khawatir pada umat beliau.
Leher Nabi diumpamakan oleh Ali bin Abi Thalib seperti kendi dari perak. Dalam bahasa Aisyah, seperi kendi perak bercampur emas, mengeluarkan cahaya putih perak dan keemasan. Pundak Nabi lebar dan berambut lebat hingga ujung telinga. Punggung Nabi juga lebar, di antara kedua bahu beliau terdapat tanda kenabian, berada di bagian kanan.
Tanda kenabian itu seperti tanda lahir, di sekelilingnya ditumbuhi bulu-bulu yang bersambung. Ada yang menyebut warnanya hijau, merah, atau seperti warna kulitnya. Penjelasannya, tanda kenabian sebesar telur merpati itu warnanya berubah-ubah, dipengaruhi waktu dan cuaca.
Ketiak Nabi berwarna putih. Hal ini juga menjadi salah satu tanda kenabiannya, karena ketiak manusia umumnya pasti berwarna tidak sama dengan bagian kulit yang lain.
Telapak tangan Nabi lebar, penuh dengan daging, namun lembut. Anas bin Malik menyebutnya lebih lembut dari sutera. Namun saat berjihad dan bekerja, tangan itu menjadi keras dan kuat. Lengan dan hasta Nabi besar, begitu pula paha dan betisnya. Perut dan dada beliau bidang, tidak berbulu lebat.
Al-Qusthullani dalam al-Mawahib berkata, “Kesempurnaan iman kepada Nabi adalah meyakini bahwa jasadnya diciptakan Allah dalam bentuk sempurna, yang sebelum dan sesudahnya belum pernah diciptakan seorangpun sepertinya.”
--
Faris Khoirul Anam, The Amazing Rasulullah, Menggali Inspirasi dan Keteladanan Nabi SAW di Setiap Sisi (Jakarta: Pro U Media, 2018); Yusuf bin Ismail al-Nabhani, Wasail al-Wushul ila Syamail al-Rasul (terj. Ahmad Suryana)
Faris Khoirul Anam
3 November 2020·