Terjemah Pakai Stabillo

Terjemah Pakai Stabillo - Kajian Medina
Terjemah Pakai Stabillo

Dulu zaman SMP SMA, daya tarik ikut pengajian buat saya harus yang keras-keras. Dan tema pengajian yang hot di era tahun 80-an adalah yang intinya menjelek-jelekkan pemerintah dan mengkafir-kafirkan sesama muslim.

Saya masih ingat dulu pernah mengikuti pengajian banyak tokoh, dari beragam rimba dunia persilatan.

Tapi semua satu genre, yaitu tetap ujung-ujungnya sama saja, yaitu pemerintah itu fir'aun, thogut, dan kafir. 

Kenapa kok kafir?

Ya karena tidak menjalankan hukum Islam. Padahal Quran 5:54 tegas menyebut bahwa siapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan, maka dia kafir.

Begitulah inti doktrin yang dibenamkan di kepala saya di setiap kajian rutin. 

Logika sederhana sekali, buka mushafnya, cari nomor surat dan nomor ayat, baca terjemahnya dan bikin statemen. Simple dan sederhana sekali.

Buat saya yang sekolah di SMP SMA saat itu, metode takfir cukup bermodal mushaf. Biar nggak lupa-lupa, mushaf terjemahan itu habis saya corat coret pakai stabillo warna-warni. 

Mungkin ada sekitar 100-an titik lokasi di dalam mushaf yang sudah saya tandai, kalau-kalau harus berdebat dengan lawan bicara. Nanti tinggal buka mushaf dan bacakan terjemahannya, lalu simpulkan vonisnya.

Kitab tafsir? 

Wah gak usah pakai tafsir-tafsiran segala. Orang ayatnya sudah jelas dan tegas, kenapa kudu dimain-mainkan lagi penafsirannya. Kalau di Quran (baca: terjemahan) tertulis A, ya A, kenapa harus jadi B. 

Apa ente mau jadi yahudi yang sukanya menerima ayat sepotong-sepotong? Kalau cocok dipakai kalau nggak cocok dibuang?

Dan lawan bicara saya biasanya lantas terdiam, kalau sudah saya bukain Quran terjemahan. Ya, iya lah, emangnya mau ngelawan Quran?

Ulama pun bisa saja saya maki-maki kalau pendapatnya tidak sejalan dengan fikrah saya. Saya bilang mereka bukan ulama Islam tapi ulama Bani Israil, atau ulama suu', ulama yang menjilat penguasa.

Ya, saya tidak pernah kekurangan narasi untuk memaki siapa pun yang coba memberi saya masukan. Bukan apa-apa, karena tiap kajian yang saya ikuti memang selalu diisi dengan segala macam amunisi semacam itu.

oOo

Jadi kalau hari ini ada yang tanya, kenapa saya sebegitu semangat mengoreksi pemikiran semacam itu, jawabannya jelas. 

Ya, soalnya saya dulu pernah mengalami sendiri. Bukan cuma sebentar tapi bertahun-tahun dan gonta-ganti tokoh. Maka narasi semacam itu buat saya sudah di luar kepala. Hafal kayak hafal al-fatihah.

Mulai dari menyalahkan pemerintah, menuduhnya zalim, fir'aun, dajjal, thogut dan kafir. Sekalian juga mengfkafir-kafirkan sesama muslim. 

Mengkafirkan?

Ya tentu bahasanya diperhalus sedikit. Tidak dibilang kafir juga sih, tapi saya sebut : gugur syahadatnya, atau status keislamannya diragukan, atau 'bukan dari golonganku', atau paham sesat, atau sekuler, musyrik, tidak jelas aqidahnya atau apa saja lah. 

Intinya ya takfir-takfir juga, hanya saja dalam berbagai versi ungkapan. Agak halus tapi telak.

Dan senjata untuk semua itu adalah 100% terjemahan Quran secara lahiriyah dan harfiyah. Hajar saja pakai terjemahan ayat, itu moto saya waktu itu. Kalau pakai hadits, kan nanti masih bisa ngelawan bilang haditsnya dhoif lah.

Tapi kalau pakai terjemahan ayat, walaupun cuma terjemahan doang, biasanya cespleng. Sekali tampol, lawan saya pada melintir. Puyeng lah dihajar terjemahan ayat. Khususnya yang terjemahannya sudah saya kasih stabillo. 

Yah mengenang masa-masa kayak gitu memang miris juga ya. Saya tidak mau adik-adik saya, anak-anak saya, ponakan-ponakan dll pada ikut-ikutan kejeblos di lubang yang sama. 

Dikasih tahu kok malah galakan dia. Gak terima cerita masa lalu saya. Mungkin karena dia lagi mengalami sendiri. Marah, tersinggung, dan ingin ngajak berantem pastinya.

Tapi karena ini online, maksimal yang bisa mereka lalukan adalah  memaki-maki saya. Saya biasanya dikata-katain kafir, munafiq, fasik, sesat, gila dan sebagainya. Ditolol-tololin, dibego-begoin, dikoplak-koplakin.

Kok tahu? Hehe soalnya sudah sering sih. Sudah langganan. 

Selesai tulisan ini saya upload, biasanya ada saja yang otomatis melakukan apa yang saya bilang. Dan biasanya komennya akan saya hapus lalu akunnya saya blokir. 

Lumayan bikin jari keriting di akhir pekan.

Ahmad Sarwat

24 Oktober 2020 pada 16.08  · 

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.