Nalar Takfiri Masa Lalu

Nalar Takfiri Masa Lalu - Kajian Medina
Nalar Takfiri Masa Lalu

Di masa lalu orang-orang banyak yang terlalu baper dalam membahas akidah. Beda dikit dengan pendapatnya, atau bahkan dengan redaksinya sendiri, bisa jadi langsung keluar vonis kafir. Mungkin karena latar belakang sosial masa lalu memang penuh konflik sehingga nalar semacam ini bisa tumbuh.

Bukan hanya di kalangan orang-orang kecil, di kalangan para tokoh besar pun nalar ini tumbuh. Jangan kaget dengan apa yang saya tulis ini dan silakan buka pikiran anda seluas mungkin sebelum membaca paragraf berikutnya sebab saya akan menyebut nama Imam-imam kita sebagai contoh. Sudah siap? Oke kita mulai.

Imam Syafi'i Rahimahullahu. Tanpa mengurangi sedikit pun rasa hormat, beliau pernah mengafirkan Hafsh al-Fard, seorang Muktazilah yang berpendapat bahwa al-Qur’an adalah makhluk. Kita sepakat bahwa itu perkataan bid'ah, tapi vonis kafir? oh my god. Untunglah bagi kita, para Syafi'iyah, kita dapati Imam Syafi'i di akhir hayatnya meralat seluruh vonis kafir yang pernah ia jatuhkan pada ahli kiblat. Pada akhinya semua yang masih shalat dianggap tetap muslim meski beda penafsiran. Posisi inilah yang kita anut. 

Demikian pula Imam Ahmad Rahimahullahu. Tanpa mengurangi rasa hormat, kita dapati beliau dengan mudah melempar vonis kafir. Kalau vonis kafirnya secara umum ke Jahmiyah sih sudah masyhur tak perlu dinukil lagi. Ada banyak nama yang juga melempar vonis kafir pada Jahmiyah, salah satunya adalah Imam Bukhari.

Tapi masalahnya Imam Ahmad tercatat menjatuhkan vonis kafir pada Imam al-Karabisi, teman seperguruannya sesama murid Imam Syafi'i yang juga seorang seorang pejuang Ahlussunnah wal Jama'ah yang nota bene juga penentang Jahmiyah hanya gegara Imam Ahmad tak sepakat dengan Imam al-Karabisi yang berkata bahwa lafadz yang kita keluarkan sewaktu membaca al-Qur’an adalah makhluk. Syahin pernah bercerita:

حَدَّثَنَا شاهين بْن السميذع قَالَ: سمعت أبا عبد اللَّه أحمد بن حنبل يقول الحسين الكرابيسي عندنا كافر.

"Saya mendengar Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal berkata: "Husain al-Karabisi bagiku kafir" (Thabaqat al-Hanabilah, I/172)

Entah saya tak tahu apakah Imam Ahmad pernah meralat vonis kafirnya pada Imam al-Karabisi yang demi Allah jelas-jelas keliru ini. Yang pasti nalar takfiri seperti ini cukup menyesakkan dada ketika dibaca di masa kini yang orang-orangnya sudah belajar bagaimana mengolah perbedaan. 

Tugas kita sekarang adalah mengubur dalam-dalam nalar takfiri seperti itu. Sudah bukan tempatnya lagi memelihara nalar semacam itu di masa ini. Buruk sekali tindakan beberapa kalangan yang malah mengoleksi vonis kafir di masa lalu untuk dilempar sekenanya pada orang-orang di masa kini yang tak sependapat dengan dirinya. Asy'ariyah selaku mayoritas ulama justru sering mendapat vonis kafir serampangan semacam ini dari musuh-musuhnya. 

Semoga Allah merahmati Imam Asy’ari dan Syaikh Ibnu Taymiyah yang di akhir hayatnya berkata seperti diceritakan Syaikh Adz-Dzahabi berikut:

رَأَيْتُ لِلأَشعرِيّ كلمَة أَعجبتَنِي وَهِيَ ثَابِتَة رَوَاهَا البَيْهَقِيّ، سَمِعْتُ أَبَا حَازِم العَبْدَوِيَّ، سَمِعْتُ زَاهِر بن أَحْمَدَ السَّرَخْسِيّ يَقُوْلُ: لَمَّا قَرُبَ حُضُوْرُ أَجل أَبِي الحَسَنِ الأَشْعَرِيِّ فِي دَارِي بِبَغْدَادَ، دعَانِي فَأَتَيْتُه، فَقَالَ: اشهدْ عليَّ أَنِّي لاَ أَكفِّر أَحَداً مِنْ أَهْلِ القِبْلَة، لأَنَّ الكلَّ يُشيَرَوْنَ إِلَى معبودٍ وَاحِد، وَإِنَّمَا هَذَا كُلُّه اخْتِلاَف العِبَارَات. قُلْتُ: وَبنحو هَذَا أَدين، وَكَذَا كَانَ شَيْخُنَا ابْنُ تيمِيَّة فِي أَوَاخِرِ أَيَّامه يَقُوْلُ: أَنَا لاَ أَكفر أَحَداً مِنَ الأُمَّة، وَيَقُوْلُ: قَالَ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: لاَ يُحَافِظُ عَلى الْوضُوء إِلاَّ مُؤْمِنٌ فَمَنْ لاَزَمَ الصَّلَوَاتِ بوضوءٍ فَهُوَ مُسْلِم.

“Saya melihat satu kalimat dari al-Asy’ari yang membuat saya kagum, yaitu kalimat yang valid diriwayatkan oleh al-Baihaqi: Aku mendengar dari Abu Hazim al-Abdawi, Aku mendengar Zahir bin Ahmad as-Sarakhsi berkata: Ketika sudah dekat datangnya ajal Abu Hasan al-Asy’ari di rumahku di Baghdad, dia memanggilku lalu berkata: “Saksikanlah aku bahwa aku tak mengafirkan seorang pun dari Ahli Kiblat sebab sesungguhnya semua merujuk pada satu sesembahan yang sama. Yang berbeda hanyalah ungkapan semata.” Aku (adz-Dzahabi) berpendapat bahwa dengan yang semacam inilah aku beragama. Demikian juga guru kami, Ibnu Taymiyah di akhir-akhir hayatnya berkata: “Aku tak mengafirkan seorang pun dari umat ini”. Dia berkata: “Nabi Muhammad ﷺ bersabda: Tidaklah menjaga wudhu kecuali seorang mukmin, maka barangsiapa yang selalu shalat disertai wudhu, maka dia adalah orang Islam.” (Siyar A’lâm an-Nubalâ’, XV/88).

Abdul Wahab Ahmad

24 Oktober 2020 pada 23.26  · 

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.